Cerita hikmah
dalam kehidupan:
Surat Al-Qadr
Suatu ketika di sebuah mesjid,
ketika azan Maghrib berkumandang, para jamaah mulain berdatangan untuk
melaksanakan kewajiban mereka sebagai seorang muslim. Akan tetapi ternyata,
setelah iqomat dikumandangkan, ustaz yang biasanya menjadi imam masjid belum
juga datang. Entah ada halangan apakah, para jamaah pun tidak mengetahui.
Akhirnya, ditunjuklah oleh mereka seorang jamaah menjadi imam shalat
menggantikan ustaz yang berhalangan hadir.
Bapak yang terpilih ini dengan
penuh percaya diri menerima amanah yang diberikan padanya itu. Gayanya sangat
fasih dalam mengatur shaf agar rapat dan lurus. Sebuah senyum bangga terulas di
wajahnya. Setelah semuanya rapi, salat berjamaah pun dilaksanakan. Si bapak
dengam lantang membaca surat Al-Qadr pada rakaat pertama.
“Inna anzalnaahu fi laylatul
qadr...”
“Laylatil!” bisik seorang
makmun membenarkan bacaan surat imam.
Sang imam berfikir sejenak
mencerna kesalahannya, lalu melanjutkan kembali bacaannya.
“Wa ma adraka ma laylatil
qadr..”
“Laylatul!” lagi-lagi
makmun itu membenarkan bacaan surat imam.
Merasa dirinya dikerjai makmun,
akhirnya dengan wajah merah padam, bapak yang ditunjuk menjadi imam salat ini
menoleh ke arah makmum. Dia berbisik dengan nada tersinggung.
“Yang benar ‘til’ apa ‘tu’?!
saya ‘tul kamu ‘til’, saya ‘til’ kamu ‘tul’!
yang benar dong kalau memberi petunjuk!”
Alhasil si makmum yang memberi
petunjuk tadi hanya bisa diam sambil melongo heran.
Hikmah cerita:
Cerita di atas mengingatkan kita
untuk senantiasa memeriksa segala sesuatunya sebelum bertindak. Apa yang kita
ketahui mengenai suatu hal, belum tentu benar. Boleh jadi orang lain yang lebih
mengetahuinya dengan lebih tepat daripada kita. Oleh karena itu, jangan pula
kita pernah merasa tersinggung begitu menerima kritik karena justru itulah
salah satu ciri orang sombong, enggan menerima kritik.
Makmum tersebut tidak salah
memberi petunjuk agar imam membetulkan bacaan suratnya yang keliru. Namum, si
bapak yang merasa lebih senior dari makmum merasa tersinggung karena ada
kesombongan dalam hatinya. Tidak tanggung0tanggung, demi mempertahankan harga
diri dan kehormatan yang dianggapnya penting itu karena telah ditunjuk menjadi
imam salat, ia sampai menoleh dan menegur ke arah makmum yang memberinya
petunjuk.
Demikianlah cerita ini
mengambarkan kelakuan orang yang sombong dalam menerima kritik.
Referensi:
Chalil
komaruddin M. H. Hikmah di Balik Fenomena Kehidupan. Cet. I; Bandung:
Pustaka Madani. 2007.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar