Senin, 09 November 2015

Makalah: KEADILAN PEMIMPIN TERHADAP RAKYATNYA

BAB I
PENDAHULUAN

A.Latar Belakang
Indonesia adalah Negara Hukum yang berdasarkan Keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia, itulah dasar cita – cita para pejuang bangsa ini. Negara yang masyarakatnya sadar akan keberadaan Hukum, menjadikan Hukum sebagai tameng yang mampu melayani seluruh masyarakat Indonesia tanpa ada Deskriminasi, pandang ras, jabatan, status dan strata sosialnya.
Di dalam Negara Hukum, kekuasaan negara di batasi oleh Hak Asasi Manusia sehingga Aparatur Negara tidak bertindak dan berlaku sewenang-wenangnya, menyalahgunakan kekuasaan, dan Deskriminatif dalam praktik penegakkan hukum kepada warga negaranya. Penegak Hukum di negara kita sendri di kenal sebagai Panca Wangsa, Kehakiman, Kepolisian, dan Advokat.
Tidak hanya para penegak Hukum saja yang memiliki tanggung jawab  untuk penegakkan hukum, tetapi penegakkan hukum juga menjadi tanggung jawab besar Pemerintahan atau negara itu sendiri, dengan menyiapkan Peraturan Perundang-undangan yang memiliki makna kuat dalam berkeadilan, berkepastian hukum dan mampu di peragakan dalam kehidupan riil masyarakat.
Tetapi dalam praktik penegakkannya kita ketahui masih banyak sekali catatan-catatan hitam tentang penegakkan hukum di negara kita ini. Masih lemah dalam menegakkan keadilan. Bentuk – bentuk keadilan di Indonesia ini seperti orang yang kuat pasti hidup sedangkan orang yang lemah pasti akan tertindas dan jelas inilah yang sedang terjadi dalam praktik penegakan hukum di Negara Indonesia, peran hukum yang tadinya mempunyai arti yang kuat ternyata belum bisa diterapkan dengan baik dan sesuai dengan atauran-aturan hukum yang berlaku di Indonesia. Ironisnya, keadilan di indonesia belum mampu membedakan mana yang benar dan mana yang salah.
Andai kata di negara kita ini terjadi pemerataan keadilan maka kita yakin dan kita dapat melihat indahnya Hukum tanpa harus melihat aksi-aksi protes yang disertai dengan kekerasan, kemiskinan yang berkelanjutan, pencurian, kelaparan, gizi buruk dan lain sebagainya.

Patut menjadi tanda tanya besar, mengapa hal di atas bisa terjadi? Karena konsep keadilan yang tidak di terapkan secara benar dan tepat. Bisa di katakan keadilan hanya ada dan berpihak pada penguasa. Seakan orang kecil hanya di permainkan dan menjadi penonton setia drama negara ini.

A.Perumusan Masalah
1.Apa arti keadilan dan pemimpin itu?
2.Bagaimana praktik keadilan di Indonesia?
3.Bagaimana pemimpin yang sejati itu?

    B.Manfaat Penulisan
Sangatlah penting bagi kita untuk memahami dan megetahui gambaran keadilan yang ada di Indonesia dan apa yang dimaksud dengan keadilan, apakah sudah berjalan sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.



BAB II
PEMBAHASAN

A.Pengertian Keadilan
            Keadilan berasal dari bahasa Arab adil yang artinya tengah. Keadilan berarti menempatkan sesuatu di tengah-tengah, tidak berat sebelah atau dengan kata lain keadilan berarti menempatkan sesuatu pada tempatnya.
Adil adalah sifat perbuatana manusia. Menurut arti katanya “adil” artinya tidak sewenang-wenang pada diri sendiri maupun kepada pihak lain. Maksud dari ketidak sewenang-wenangnya dapat berupa keadaan :
a.       Sama (seimbang), Nilai yang tidak berbeda
b.      Tidak berat sebelah, perlakukan yang sama dan tidak pilih kasih
c.       Wajar, seperti apa adanya, tidak menyimpang, tidak lebih dan tidak kurang
d.      Patut / layak, dapat diterima karena sesuai, harmonis dan proporsional
e.       Perlakuan pada diri sendiri sama seprti perlakuan kepada pihak lain dan sebaliknya
Dalam konsep adil berlaku tolak ukur yang sama kepada pihak yang berbuat dan kepada pihak lain yang berbuat dan kepada pihak lain terhadap mana perbuatan itu ditujukan. Implikasinya, perlakuan kepada diri sendiri, seharusnya sama pula dengan perlakuan kepada pihak lain. Bagaimana berbuat adil kepada pihalk lain jika kepada diri sendiri saja tidak adil. Konsep adil (tidak sewenang-wenang) baru jelas bentuknya apabila sudah diwujudkan dalam perbautan nyata dan nilai yang di hasilkan atau akibat yang ditimbulkannya. Situasi dan kondisi juga ikut melakuakn perbuatan adil manusia.
Keadilan adalah pengakuan dan perilaku seimbang antara hak dan kewajiban. Keadilan terletak pada keserasian menuntut Hak dan Kewajiban atau dengan kata lain adalah keadilan adalah keadaan dimana setiap orang mendapatkan atau memperoleh bagian yang sama dari kekayaan bersama.  Ada hubungan timbal balik antara hak dan kewajiban, hak haruslah di sertai dengan kewajiban begitu juga sebaliknya kewajiban haruslah disertai dengan hak.
            Keadilan itu merupakan suatu perlakuan antara hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan secara bersamaan dan seimbang. Setiap orang ingin merasakan keadilan yang sama antar sesamanya. Adil dalam melaksanakan suatu situasi dan kondisi atau masalah jiwa seseorang yang  memiliki jiwa sosial tinggi. Setiap warga Negara Indonesia wajib dan layak menerima atau memperoleh keadilan yang merata satu dengan yang lain sesuai dengan Hak Asasi Manusia baik dalam berbagai bidang.
            Keadilan dan ketidakadilan tidak dapat di pungkiri karena dalam kehidupan manusia itu sendiri sering kali dan hampir setiap hari merasakan keadilan dan ketidakadilan. Oleh sebab itu keadilan dan ketidakadilan menimbulkan banyak perbincangan dan menjadi kreativitas tersendiri. Maka dari itu keadilan sangatlah penting dan untuk kehidupan sehari – hari karena akan menciptakan kesejahteraan untuk semua masyarakat bumi.
            Keadilan tercantum dalam Pancasila dan yang paling utama ada dalam sila kelima yang berbunyi “ keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Yang memiliki arti dan makna bahwa warga negara Indonesia berhak dan layak untuk mendapatkan keadilan yang merata dari pihak yang berwenang.
Berikut ini beberapa pendapat pengertian mengenai keadilan. Berikut ini beberapa pendapat mengenai makna keadilan.
·           Menurut W.J.S. Poerdaminto, keadilan berarti tidak berat sebelah, sepatutunya, tidak sewenang-wenang. Jadi, dalam pengertian adil termasuk di dalamnya tidak terdapat kesewenang wenangan. Orang yang bertindak sewenang-wenang berarti bertindak tidak adil.
·           Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), keadilan berarti (sifat perbuatan, perlakuan) yang adil. Keadilan berarti perilaku atau perbuatan yang dalam pelaksanaannya memberikan kepada pihak lain sesuatu yang semestinya harus diterima oleh pihak lain.
·           Menurut Frans Magnis Suseno dalam bukunya Etika Politik menyatakan bahwa keadilan sebagai suatu keadaan di mana orang dalam situasi yang sama diperlakukan secara sama. Mengenai makna keadilan, Sedangkan Aristoteles membedakan dua macam keadilan, yaitu
a.       Keadilan Komulatif,
Keadilan kumulatif atau justitia cummulativa; Keadilan kumulatif adalah suatu keadilan yang diterima oleh masing-masing anggota tanpa mempedulikan jasa masing-masing. Keadilan ini didasarkan pada transaksi (sunallagamata) baik yang sukarela atau tidak. Keadilan ini terjadi pada lapangan hukum perdata, misalnya dalam perjanjian tukar-menukar.
b.      Keadilan distributive.
Keadilan distributif atau justitia distributiva; Keadilan distributif adalah suatu keadilan yang memberikan kepada setiap orang didasarkan atas jasa-jasanya atau pembagian menurut haknya masing-masing. Keadilan distributif berperan dalam hubungan antara masyarakat dengan perorangan.

 Plato, guru Aristoteles, menyebutkan ada tiga macam, yaitu
a.       Keadilan komulatif adalah keadilan yang memberikan kepada setiap orang sama banyaknya, tanpa mengingat berapa besar jasa-jasa yang telah diberikan (dari kata commute = mengganti, menukarkan, memindahkan).
b.      Keadilan distributive adalah keadilan yang memberikan hak atau jatah kepada setiap orang menurut jasa-jasa yang telah diberikan (pembagian menurut haknya masing-masing pihak). Di sini keadilan tidak menuntut pembagian yang sama bagi setiap orang, tetapi pembagian yang sama berdasarkan perbandingan.
c.       Keadilan legal atau keadilan moral adalah keadilan yang mengikuti penyesuaian atau pemberian tempat seseorang dalam masyarakat sesuai dengan kemampuannya dan yang dianggap sesuai dengan kemampuan yang bersangkutan. Keadilan merupakan hal penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Charles E. Merriam dalam Miriam Boedihardjo (1982) meletakkan keadilan ini sebagai salah satu prinsip dalam tujuan suatu Negara, yaitu keamanan ekstern, ketertiban intern, keadilan, kesejahteraan umum, dan kebebasan.Adalah menjadi tugas pengelenggara Negara untuk menciptakan keadilan. Tujuan bernegara Indonesia adalah terpenuhinya keadilan bagi seluruh masyarakat Indonesia. Hal ini dapat diketahui baik dalam pembukaan UUD 1945 maka Negara yang hendak didirikan adalah Negara Indonesia yang adil dan bertujuan menciptakan keadilan social.

Praktik Keadilan di Indonesia
            Dalam sila kelima pancasila yang berbunyi “ keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia “ kalimat ini sangatlah jelas bahwa seluruh rakyat Indonesia berhak mendapatkan keadilan tanpa ada diskriminasi dari pihak manapun. Semua layak untuk medapatkan keadilan yang merata, hal ini sangat berkaitan dengan Hak Asasi Manusia ( HAM ). Hak Asasi Manusia di anggap sebagai hak dasar yang sangat penting dan layak untuk dilindungi dan dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari.
Oleh karena itu, wajib diberlakukan sanksi bagi siapa saja yang sudah melanggar Hak Asasi Manusia dan dalam mewujudkan ini peran hukum sangatlah paling di butuhkan.Hukum adalah aturan yang harus di taati yang bersifat memaksa dan apabila melakukan kesalahan atau pelanggaran akan dikenakan sanksi tegas. Hukum itu sendiri bertujuan memberikan keadilan kepada setiap umat manusia. Semua manusia memiliki hak dan kewajiban yang sama.
            Namun dalam praktiknya hal ini sudah tidak lagi di junjung tinggi lagi. Hukum di indonesia di nilai belum mampu memberikan apa yang di inginkan oleh masyarakat, hukum di indonesia belum mampu menciptakan keadilan bagi masyarakat lemah. Ironisnya malah ini terjadi kebalikannya, hukum kini menjadi alat bagi pemegang kekuasaan untuk bertindak dan bersikap semena-mena. Saat ini hukum di indonesia hanya berpihak kepada mereka yang kaya, mareka yang berkuasa, dan mereka yang memiliki jabatan tinggi.
Di Indonesia keadilan belum bisa ditegakkan sesuai tuntutan negara hukum, sudah tercermin di dalam praktek kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Saat ini di Indonesia terdapat lebih dari cukup norma-norma hukum, tapi ironisnya sulit sekali mencari keadilan. Sebab di mana saja masih bertengger orang-orang yang jiwanya hitam kelam yang tidak bisa ditembus sinar terang.
Dan Kenyataan dewasa ini di Indonesia belum ada persatuan ke arah perjuangan menegakkan keadilan. Kesadaran untuk perjuangan bersama sangat tipis, semua mengarah kepada kepentingan golongan dalam menegakkan keadilan/HAM. Rasa keadilan masyarakat tercabik lantaran, di sisi lain, penegak hukum seolah tak berdaya menghadapi penjabat atau orang kaya. Kita juga menyaksikan adanya upaya memperjuangkan hak yang menuntut keadilan dari pihak-pihak yang merasa diperlakukan tidak adil.
Tatkala praktek ketidakadilan sudah menjadi wabah, maka akan berdampak buruk dalam banyak hal, bukan hanya penderitaan atau kemiskinan yang nampak, namun juga menyebabkan kejahatan yang makin merajarela, dan kehidupan sosial yang semakin gobrok. Yang kaya semakin kaya dengan cara menindas yang miskin, yang kuat atau berkuasa menindas yang lemah, yang benar dikalahkan oleh yang jahat dan lain sebagainya.

B.Pengertian Pemimpin

Seorang pemimpin adalah pribadi yang sangat menentukan bagi suatu umat atau bangsa. Menentukan karena dengannya sebuah Negara bisa maju atau mundur. Bila seorang pemimpin tampil lebih memihak kepada kepentingan dirinya, tidak bisa tidak rakyat pasti terlantar. Sebaliknya bila seorang pemimpin lebih berpihak
 kepada rakyatnya, maka keadilan pasti ia tegakkan.


Keadilan adalah titik keseimbangan yang menentukan tegak tidaknya alam semesta ini. Allah swt menegakkan langit dengan keseimbangan. Pun juga segala yang ada di bumi Allah swt berikan dengan penuh keseimbangan. Padanan keseimbangan adalah keadilan, lawan katanya adalah kedzaliman.

Setiap kedzaliman pasti merusak. Bila manusia berbuat dzalim maka pasti ia akan merusak diri dan lingkungannya. Bayangkan bila yang berbuat dzalim adalah seorang pemimpin. Pasti yang akan hancur adalah bangsa secara keseluruhan.

Di dalam Al Qur’an Allah swt telah menceritakan hancurnya umat-umat terdahulu adalah kerena kedzaliman pemimpinnya. Karena itu bila kita berusaha untuk memecahkan persoalan bangsa maka tidak ada jalan kecuali yang pertama kali kita perbaiki adalah pemimpinnya.
Pemimpin yang korup dan dzalim bukan saja akan membawa malapetaka terhadap rakyatnya tepai lebih jauh –dan ini yang sangat kita takuti – Allah swt akan mencabut keberkahan yang diberikan. Sungguh sangat sengsara sebuah kaum yang kehilangan keberkahan. Sebab dengan hilangnya keberkahan tidak saja fisik yang sengsara melainkan lebih dari itu, ruhani juga ikut meronta-ronta.

Pemimpin Adalah Nahkoda
Benar, perumpamaan yang mengatakan bahwa pemimpin adalah nahkoda bagi sebuah kapal. Sebab Negara ibarat kapal yang didalamnya banyak penumpangnya. Para penumpang seringkali tidak tahu apa-apa. Maka selamat tidaknya sebuah kapal tergantung nahkodanya. Bila nahkodanya berusaha untuk menabrakkan kapal ke sebuah karang, tentu bisa dipastikan bahwa kapal itu akan tenggelam dan semua penumpang akan sengsara.                                                                                 Ibarat kepala bagi sebuah badan, pemipin adalah otak yang mengatur semua gerakan anggotanya. Karena itu pemimpin harus cerdas, lebih dari itu harus jujur dan adil. Tidak cukup seorang pemimpin hanya bermodal kecerdasan, sebab seringkali para pemimpin yang korup menggunakan kecerdasannya untuk menipu rakyat. Karena itu ia harus jujur dan adil. Itulah rahasia firman Allah : “I’diluu huwa aqrabu lit taqwaa. Berbuat adillah, karena berbuat adil itu lebih dekat kepada taqwa”. QS. Al Ma’idah: 8.
Perhatikan ayat ini menunjukkan bahwa keadilan adalah jalan menuju ketaqwaan. Mengapa? Sebab tidak mungkin seorang pemimpin yang dzalim bertaqwa. Bila jiwa taqwa hilang dari diri seorang pemimpin, ia pasti akan berani kepada Allah swt. Bila seorang pemimpin berani kepada Allah swt, maka kepada manusia ia akan lebih berani.
Karena itu bekal utama seorang pemimpin harus benar-benar menegakkan taqwa dalam dirinya.
Karena itu pesan utama Al Qur’an adalah membangun pribadi taqwa. Sebab dengan taqwa seorang pemimpin akan bersungguh-sungguh ikut tuntunan Allah swt. Bila ia bersungguh-sungguh ikut tuntunan Allah swt maka segala langkahnya akan berkah dan otomatis Negara yang dipimpinya pun akan berkah.
Itulah rahasi mengapa dalam memilih seorang pemimpin, hendaklah sebuah bangsa jangan asal-asalan. Melainkan harus benar-benar selektif. Jangan asal disogok lalu berani mengorbankan kebenarn. Ingat bahwa Allah swt tidak hanya mengancam orang-orang yang berbuat dzalim, melainkan juga mengancam orang-orang yang mendukung kedzaliman tersebut. Allah berfirman:
“Maka Allah memeliharanya dari kejahatan tipu daya mereka, dan Fir’aun beserta kaumnya dikepung oleh azab yang amat buruk. Kepada mereka dinampakkan neraka pada pagi dan petang, dan pada hari terjadinya kiamat. (Dikatakan kepada malaikat): “Masukkanlah Fir’aun dan kaumnya ke dalam azab yang sangat keras”. QS. Al Mukmin : 45-46.


Pemimpin Adalah Cermin Rakyat
                                                                              Rakyat yang cerdas tidak mungkin memilih pemimpin yang bodoh. Rakyat yang bersih tidak mungkin memilih pemimpin yang korup. Tetapi sebaliknya bila rakyatnya korup maka pasti yang akan dipilih adalah pemimpin yang korup. Karena itu terpilihnya Fir’un sebagi raja, adalah karena rakyatnya bodoh dan bejat. Sebab siapakah sebenarnya seorang pemimpin, jika ia tidak mendapatkan dukungan? Ia sebenarnya tidak berdaya apa-apa. Jika semua rakyatnya bersatu untuk menyerangnya ia pasti tidak bisa bertahan. Karenanya pemimpin yang korup akan selalu menciptakan lingkungan agar rakyat tetap bodoh. Sebab dengan kebodohannya ia akan lebih lama berkuasa, dan lebih nyaman menikmaati kedzalimannya.

Pemimpin yang Adil
Kepemimpinan lebih holistik dan lebih ampuh dalam memecahkan masalah bangsa dan negara. Misalnya kita mengingingkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa, slogan yang berulang-ulang disebutkan oleh tokoh pemerintah maupun tokoh masyarakat. Tetapi banyak yang menyuarakannya tanpa makna, seperti suatu keharusan dalam isi pidato. Pemerintahan yang bersih dan berwibawa tidak bisa dicapai hanya dari tersedianya pemimpin yang bersih (tidak korupsi), tetapi rakyatnya perlu bersih juga (tidak korupsi dan sekaligus anti korupsi), juga system pengambilan keputusan dalam penggunaan dana negara harus bersih dan jelas. Lingkungan untuk berdialog antar pemimpin dan yang dipimpin juga ada. Jadi pemerintahan yang bersih dan berwibawa dapat dicapai apabila tersedia kepemimpinan yang bersih dan berwibawa.
Kita tidak perlu mengelu-ngelukan pesta demokrasi, karena hal yang terpenting adalah bagaimana memilih pemimpin tanpa pertikaian yang tajam, bahkan sampai menumpahkan darah, dan bagaimana mengawasi bersama jalannya pemerintah, dan yang lebih penting lagi membantu jalannya pemerintahan.
Tugas kepemimpinan itu adalah tugas pemimpin dan yang dipimpin, tugas seluruh umat tergantung pada skalanya masing-masing. Seorang pemimpin nasional tentu melaksanakan tugasnya sebagai pemimpin nasional dengan segala urusannya, apakah itu sektor, pembangunan daerah, politik luar negeri dan seterusnya. Pemimpin daerah mengurus daerah, pemimpin departmen menangani departemen di bawah wewenangnya, dan seterusnya sampai pada tingkat rumah tangga dimana kepala rumah tangga bertanggung jawab mengurus rumah tangganya, bahkan sampai kepada tiap individu yaitu tiap orang bertanggung jawab mengatur dirinya sendiri sehingga memberi manfaat tidak saja bagi dirinya sendiri tetapi juga bagi keluarga dan masyarakat luas.
Jadi pada dasarnya tiap individu dari sebuah bangsa mengemban amanat kepemimpinan. Untuk kita yang beriman seikhlasnya kepada Allah, tuntunannya sudah jelas seperti yang difirmankan Allah dalam Al-Quran serta teladan dan ajaran dari Rasulullah SAW. Perhatikan Sabda Allah dalam Surat Saad: ayat 26 berikut ini: "Hai Daud, sesungguhnya Kami telah nobatkan kamu menjadi (pemimpin) di muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan.
Dari firman Allah tersebut diatas kata Khalifah melekat dengan berlaku adil dan menahan diri dari hawa nafsu. Jadi kedua sifat ini sudah menjadi prasyarat khalifah atau pemimpin. Disiplin ilmu seperti organizational development dan institutional development membedakan antara leader dan ruler (administrator). Untuk orang awam kosa kata ini kelihatan sama saja. Sama-sama memerintah, sama-sama berkuasa, sama-sama punya pengikut dan umat dan banyak sekali kesamaannya.
Pemimpin seharusnya orang yang dicintai rakyatnya, orang yang memberi semangat, motivasi, dan inspirasi kepada yang dipimpin, dan orang yang mempunyai visi ke depan yang dapat dimengerti orang banyak dan bermanfaat bagi orang banyak. Sedangkan penguasa atau administrator adalah orang yang menjalankan roda pemerintahan karena faktor kewajiban saja, demi mencapai akses kepada kemakmuran pribadi yang lebih tinggi tingkatannya maka penguasa tersebut akan menjalankan kewajibannya sebagaimana yang lajim berlaku pada masa lalu.
Penguasa ini seringkali tidak mampu beradaptasi dengan perkembangan jaman. Kebiasaan menganiaya rakyat diteruskan tanpa menyadari perkembangan hebat dari internet. Penguasa ini berpikir bahwa perbuatannya menganiaya rakyat tidak ada yang mengetahui, padahal begitu ada peluang terbuka maka seseorang dapat saja merekam perbuatan penguasa tersebut, cukup dengan up loading ke You Tube, terbongkarlah segala perbuatan busuk penguasa tersebut. Belum lagi akan ditanya pertanggung jawabannya di akhirat oleh Allah SWT.
Teknologi You Tube akan menjadi usang di akhirat nanti, karena tangan, kaki, dan seluruh anggota badan akan berbicara melaporkan perbuatan durjana dari penguasa tersebut kepada Allah. Belum lagi rakyat yang teraniaya, tentu akan mendapat kesempatan menjadi saksi atas perbuatan terkutuk penguasa tersebut. Menjadi khalifah atau wakil Allah di muka bumi ini, bukanlah pekerjaan enteng. Menjalankan peranan khalifah sebagai administrator/ruler saja bukanlah hal yang mudah mengingat perannya paling tidak menjalankan tradisi yang sudah berlaku dan meningkatkan mutu kehidupan negara dan bangsa. Apalagi menjadi Khalifah dengan kualitas sebagai pemimpin yang membawa muslim sebagai rahmatan lil alamin. Manusia yang membawa berkah kepada alam semesta.
Dalil adil dan kemampuan menahan diri dari hawa nafsu adalah dalil mutlak. Sudah disabdakan oleh Allah jauh sebelum penciptaan Adam A.S., jauh sebelum pengusiran Iblis dari surga kerena pembangkangannya (Surat Al- Baqarah ayat 30 menceritakan dialog pertama sebelum kehadiran Adam A.S.). Dalil adil dan kemampuan mengontrol diri jauh lebih penting dari faktor keturunan, lebih penting dari hubungan darah. Entah kenapa dunia ini didominasi pemikiran bahwa faktor keturunan sangatlah penting dalam pewarisan kepemimpinan. Anak bekas presiden atau wakil presiden memenuhi persyaratan menjadi presiden atau ketua partai.
Banyak sekali perdebatan apakah faktor biologi (keturunan) lebih penting dari faktor lingkungan dalam pertumbuhan seorang manusia. Kedua faktor tersebut memang sangat penting, ada faktor pembawaan yang memang diwariskan dari anak ke orang tua, namun apabila lingkungan tidak kondusif, maka faktor bawaan itu tidak berkembang seperti yang diharapkan. Anak-anak Presiden atau Wakil Presiden walaupun pergi ke sekolah umum, tidak dikungkung di dalam pagar istana. Namun tetap dalam lingkaran steril, karena kemanapun mereka pergi selalu dikelilingi pengawal.
Hal tersebut tidak menjamin bahwa anak-anak tersebut akan mewarisi bakat kepemimpinan dari ayah mereka.
Banyak anak Presiden atau anak pejabat gagal menyelesaikan pendidikan S-1, kalaupun ada yang dapat selesai banyak sekali intervensi dari pengaruh orangtua. Kita menyaksikan betapa banyak anak-anak orang terpandang gagal menjalankan roda organisasi sosial atau gagal berbisnis, kalaupun kelihatan bisnisnya berhasil, sekali lagi faktor keberhasilannya adalah hasil intervensi pengaruh orangtua.

Dari sini nampak bahwa suara rakyat adalah sangat menentukan terhadap lahirnya seorang pemimpin. Oleh sebab itu, kita sebagi rakyat hendaknya bersungguh-sungguh untuk menjadi rakyat yang baik, sebab jika tidak, kita sendiri yang rugi dan sengsara.
 Rasulullah saw. Bersabda: ”Bahwa seorang mu’min tidak pantas terjatuh ke lubang yang sama dua kali”. Maka cukuplah masa lalu kita jadikan pelajaran. Sekarang sudah saatnya kita memilih pemimpin yang benar-benar membawa risalah Allah. Sebab hanya dengan menegakkan ajaran Allah swt keberkahan akan turun. Allah berfirman:
”Seandainya penduduk sebuah negeri beriman dan bertaqwa, niscaya akan Kami turunkan keberkahan dari langit dan bumi”. QS. Al A’raf : 96.
Berdasarkan hal di atas, jelas bahwa keberkahan yang akan kita raih tergantung perjuangan kita untuk menegakkan ajaran Allah. Dan untuk itu sungguh sebuah keniscayaan kita memilih seorang pemimpin yang benar-benar membawa keberkahan. Itulah pemimpin yang bersih dan senantiasa mengedepankan risalah Allah swt sebagai panduannya.
Sejarah telah membuktikan bahwa kisah-kisah pemimpin berhasil seperti yang Allah swt ceritakan dalam Al Qur’an, misalnya: Nabi Daud as, Nabi Sulaiman as, dan Dzul Qarnain, itu adalah karena kesungguhan mereka menegakkan ajaran Allah dalam kepemimpinannya. Begitu juga kepemimpinan Rasulullah saw, yang dilanjutkan oleh Abu Bakar Ash Shiddiq, Umar bin Khaththab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib dan Umar bin Abdul Aziz. Mereka dalah contoh-contoh yang tidak bisa kita nafikan sebagai puncak pemimpin yang paling berhasil dan sukses.
Dan bila kita teliti kunci utama keberhasailan mereka adalah karena mereka memimpin dengan ketaqwaan. Sebab bila seorang pemimpin bertaqwa ia pasti jujur dan amanah. Bila seorang pemimpin jujur dan amanah ia pasti akan memberikan yang terbaik kepada rakyat yang dipimpinnya.
Sebaliknya bila seorang pemimpin tidak bertaqwa, ia pasti akan selalu membawa bencana dengan kedzaliman yang ia bangga-banggakan. Kedzaliman adalah sumber kesengsaraan. Karena itu Allah swt menyebutkan bahwa orang yang paling dzalim adalah orang yanga setelah mendapatkan tuntunan dari Allah malah ia berpaling darinya. Mengapa dikatakan dzalim, karena dengan kedzalimannya tidak saja ia menjadikan dirinya sebagai bahan neraka, melain juga dengan kedzalimannya ia membawa acaman bagi orang lain yang dipimpinnya. Wallahu A’lam bish Shawab.


Pemimpin Mesti Menaungi Rakyat, Membela Dan Memberi Keadilan   Sepenuhnya Untuk Setiap Kelompok Yang Ada Di Dalam Negara.
Paparan berikut adalah tulisan seorang pengamat politik tanah air. Pak Lang paparkan untuk renungan para ahli politik. Rakyat sedang menilai setiap parti dan kelompok yang ada. Tuhan yang maha kuasa pastilah mempunyai perencanaanNya untuk menaikkan setiap pemimpin yang baik bagi negara bertuah ini. Siapa sahaja mampu berusaha tetapi di akhirnya adalah ketentuan Tuhan. 

Dato' Seri Najib sebagai Perdana Menteri yang baru mendapat mandat menguasai kerajaan Malaysia diharapkan benar-benar menjadi pemimpin negara berjiwa besar - mampu melayani kehendak semua golongan rakyat di bawah pentadbirannya. Pak Lang sedang mengkaji episod seterusnya perjalanan kepimpinan beliau.
Waktu dan zaman berubah. Ia juga membawa perubahan kepada keadaan sesebuah negara termasuk politiknya sendiri. Negara kita tidak terkecuali dari melalui perubahan ini. Tidak mungkin keadaan sekarang mampu memberikan satu kerajaan yang benar-benar stabil dan berkesan. Baik dari pihak kerajaan dan pembangkang, roh politik yang sebenarnya secocok dengan kehendak rakyat dan negara sudah tidak dapat di perkasakan lagi. Tidak mungkin kita akan mengalami satu keadaan yang pernah kita alami dahulu jika keadaan sekarang berterusan berlaku.Ramai rakyat yang berfikir, dan ada juga pemimpin yang mencari jalan penyelesaian terhadap kecelaruan politik negara kita ini. Tentunya penyelesaian itu terbit dari pemikiran manusia yang insaf dan tekun mengamalkan introspeksi terhadap kecelaruan ini. Yang berfikir dengan bertanggungjawab akan sentiasa mencari kaedah untuk memperbaiki keadaan negara dan diri sendiri.
Di akhir-akhir ini ada kedengaran usaha beberapa pemimpin dikalangan ahli-ahli Parlimen yang tidak berpuas hati dengan keadaan yang ada sekarang ini dan formula baru nampaknya sudah mula bertunas. Samada ia akan berjaya dilakukan, itu juga adalah ketentuan dari Tuhan Maha Esa. Seperti biasa keresahan dikalangan pemimpin-pemimpin serta ahli-ahli legislatif itu akan membawa perubahan dan gerak ini diharapkan adalah gerak yang diredhai Tuhan.
Kedengaran yang mereka bersungguh-sungguh mahukan perubahan ini dilakukan sekarang juga dan sambil itu melakukan transformasi yang sebenarnya yang diperlukan oleh negara dan rakyat. Jika gerakan ini menghasilkan perubahan kepada negara ia perlu mendapat sokongan semua pihak agar impian rakyat untuk hidup dalam ‘environment’ politik yang baru dan kesejukan siasah negara dapat dirasakan semua.
Kita mahukan sebuah negara baru, seperti yang selalu disebutkan oleh blog ini. Kita mahukan dasar yang baik perlaksanaannya. Kita mahukan imej rasuah yang tertempel kepada kerajaan hari ini dihapuskan dan ‘stigma’ BN itu rasuah, rasuah itu BN wajib dilenyapkan.
Imej ini tentulah datang bersama dengan manusia yang memimpinnya. Seperti yang blog ini selalu tekankan, tiada siapa dikalangan ahli-ahli kabinet sekarang berkemampuan untuk membawa perubahan ini kerana mereka semuanya terlibat dengan isu rasuah ini, setidak-tidaknya dalam erti kata ‘collective responsibility’ jemaah menteri itu.
Ia mesti dilakukan oleh pemimpn yang dipilih rakyat yang tidak terlibat bersama kabinet sekarang dalam semua keputusan ‘collective’ itu. Memilih gantian dari mereka yang berada dalam barisan kabinet dan MT UMNO sekarang ini tidak akan ada perubahannya. Selalu blog ini menyatakan dengan tegas yang mereka ini datang dari satu acuan yang sama.
Apabila kerajaan baru itu dipimpin oleh seorang yang tidak berada didalam kabinet yang mempunyai ‘stigma’ buruk itu, sekali gus imej dan pandangan serta persepsi rakyat itu akan berubah. Perubahan ini perlu dilakukan dengan kadar yang segera sebelum kita berpecah dan berbelah dalam semua hal kehidupan bernegara. Jika perubahan ini berlaku secara yang disebutkan dan dicadangkan ini maka kita agak pasti negara kita akan dipandang dengan lebih tinggi oleh masyarakat antarabangsa.
Jika Najib menjadi isunya sebagai Perdana Menteri yang terlemah ia tidak boleh diperbaiki. Tetapi beliau boleh mengubah imej serta persepsi rakyat terhadap beliau dengan mewariskan kepimpinan negara kepada seorang yang bertanggungjawab dan beramanah. Meninggalkan nama yang baik bukan semestinya melalui hasil kerja yang baik tetapi juga dengan memberikan tanggungjawab negara kepada orang yang lebih berkemampuan dari beliau itu juga adalah tindakan meninggalkan nama yang baik buat beiau.
Tindakan mengaku kelemahan dan memberikan kepimpinan negara kepada seorang yang berkebolehan untuk memperbaiki keadaan negara itu sendiri adalah pengorbanan yang sangat besar kepada rakyat dan negara. Tindakan itu juga adalah tindakan mulia demi untuk rakyat dan negara.
Beliau akan diingati oleh generasi yang akan datang sebagai seorang pemimpin yang berani melakukan tindakan untuk kebaikan dengan berkorban kepentingan peribadi beliau sendiri. Begitu juga kepada Muhyidin Yassin dan rakan-rakan kabinet yang lain. Mereka juga akan turut dikenang oleh generasi yang telah menyokong usaha rakyat untuk merubah dan menghindarkan negara dari terjerumus kedalam politik yang kacau bilau.
Jika berlaku perubahan ini, maka kita tidak lagi bersusah payah memikirkan tentang tindakan rakyat berhimpun ke sana ke mari sambil berbalas-balas tuduhan diantara pihak-pihak yang berbalah sekarang ini.
Saya tidak tahu sejauh mana kebenaran apa yang kita dengar itu. Tetapi jika Tengku Razaleigh lah orangnya yang disebut-sebut menjadi pilihan untuk diberikan tugas memperbaharui semangat negara dan demokrasi kita serta rakyatnya, ia merupakan berita yang amat memberangsangkan oleh banyak pihak dinegara ini.
Dari sudut psikologinya sahaja negara akan menganjakkan imej dan stigma negatif negara yang sedang kita alami sekarang ini kepada imej yang baru yang memberangsangkan. Apa yang sangat perlu bagi negara sekarang ialah lonjakan persepsi yang baik untuk memulakan kerja dan tanggungjawab mengtransformasikan negara dengan semangat baru dalam ‘ambience’ siasah yang baru.
Bermula dengan semangat yang baru dan suasana politik negara yang baru, maka mudahlah kita mengalihkan tumpuan rakyat yang sedang berbalah sesama sendiri di negara ini kepada penantian baru bagi mereka. Lantas lebih mudahlah rakyat bersatu serta memberikan sokongan kepada kerajaan baru dengan doa serta restu yang menyeluruh dari rakyat jelata. Suasana politik baru inilah faktur besar yang akan menyatukan rakyat yang sedang berbalah ini.


Dalam perjumpaan-perjumpaan saya dengan semua pihak setiap hari jelas apa yang kita dengar sekarang sudah terbina harapan menggunung yang sangat-sangat mereka tunggu dan nanti-nantikan, iaitu sebuah negara yang bersemangat baru.

Blog ini bersama yang ramai dibawah ini amat teruja untuk menulis lagi tentang isu ini lagi dalam posting-posting yang akan datang. Kerana apa blog ini teruja untuk menulisnya? Kerana nama yang disebut-sebut itu adalah nama yang sangat cocok dengan keperluan negara yang inginkan pembaharuan itu.
Tengku Razaleigh merupakan seorang ahli politik yang veteran disamping seorang teknokrat dan 'planner' pembangunan yang telah meletakkan asas ekonomi negara dizaman kegemilangan beliau. Hanya politik dalaman UMNO semasa itu yang telah mengenepikan beliau dari arus perdana politik negara. Beliau dikenali diperingkat antarabangsa dan pernah mempengerusikan setidak-tidak tiga institusi kewangan antarabangsa yang berbeza fungsinya dalam satu masa yang sama.
Diantaranya ialah Bank Dunia yang beribu Pejabat di Washington, Bank Pembangunan Islam yang beribu Pejabat di Jeddah serta Bank Pembangunan Asia yang beribu Pejabat di Manila. Hanya politik dalaman UMNO sahaja yang menyebabkan beliau diketepikan sejak tiga puluh tahun dahulu sehinggalah sekarang.





C.RAKYAT MENCARI PEMIMPIN YANG SEJATI
“Dengan Nama Allah Yang Maha Pemurah Lagi Maha Penyayang”
MUQADDIMAH
Pemimpin lahir dari rakyat. Semada pemimpin kecil mahupun besar , bertaraf lokal mahupun nasional dan internasional , semua lahir dari rakyat. Kepmimpinan dari rakyat dan merakyat dikunci dengan satu nilai hubung yang terpenting iaitu kepedulian.Ertinya pemimpin tanpa kepedulian adalah pemimpin palsu dan kepimpinan  palsu akan memporak-perandakan masyarakat.
Nilai kepimpinan bukan sahaja bertunjangkan penerimaan majoriti seperti dalam sistem demokrasi yang diagungkan sekarang. Kepimpinan tertampil pada hakikatnya daripada sifat dan ciri keperibadiannya. Betapapun  kepimpinan adalah berkait dengan pangkat dan jawatan , namun sebenarnya kepimpinan sangat terkesan dengan karektor peribadi yang dimilikki. Selebihnya seorang pemimpin itu dinilai dari segi wawasan dan gagasan serta misi yang hendak dibawa.
KEPIMPINAN
Rakyat sememangnya mengharapkan lahirnya pemimpin bangsa yang sejati. TERAS bermaksud seorang pemimpin sejati ialah seorang yang sama ada menjawat suatu jawatan atau tidak, apakah ia masih hidup atau sudahpun almarhum, rekod jawatannya masih disimpan dan dikenang atau tidak, potretnya dilukis atau tidak, riwayat hidupnya dibukukan atau tidak – namun  masyarakat tetap menerimanya sebagai pemimpin umat dan bangsa.
Mengapa? Kerana dia menjadi pemimpin bukan disebabkan ia memegang jawatan disesuatu posisi dalam sebuah jabatan malah dia adalah pemimpin kerana dia tetap teguh dan konsisten antara visinya dan tingkah lakunya yang jelas jujur, keselarasan antara apa yang ia kata dan apa yang ia kotakan.
Sifat yang sedemikianlah yang mengesahkan ia sebagai seorang pemimpin yang sejati. Maksudnya ketika tokoh-tokoh jenis ini sudah meninggal dunia dan sudah tamat pergelutannya dalam hidup – mati memperjuangkan kemerdekaan bangsa, mereka tetap dikenang dan dihormati sebagai pemimpin yang tulen.
Terdapat perbezaan yang ketara antara pemimpin dan jawatan dalam kepimpinan. Seorang pemimpin yang memegang suatu jawatan, sebaik sahaja selesai samada terlepas atau dipaksa untuk melepaskannya, seperti wayang yang sudah masuk kotak, tiada siapa yang ingin mengenangnya lagi. Apatah lagi jika ketika memegang jawatan itu dia telah menggunakan kedudukannya untuk mengembangkan egonya atau mengamalkan nepotisme keluarganya sendiri.
Meskipun ketika ia menjawat jawatan itu, berbuih-buih mulutnya mendakwa dirinya sebagai pemimpin sejati dan pejuang sejati, rakyat akan menguji ketulusannya, sejauh mana ia konsisten menyatakan antara kata-kata dan tindakan serta bagaimana ia benar-benar tulus memperjuangkan kepentingan rakyat terbanyak.
Bukan mengelembungkan nepotisme keluarganya dan memperkayakan dirinya sendiri ketika ia memegang kuasa dengan cara berselindung dan bertopeng disebalik jawatannya. Pemimpin jenis ini bila selesai ia melepaskan jawatannya itu rakyat tidak akan menghormatinya sebagai orang lagi.
Banyak orang mengira bahawa memegang jawatan sama dengan menjadi pemimpin. Namun, nurani rakyat akan menilai secara jujur apakah seseorang itu pemimpin sejati ataukah pemimpin oportunis yang hanya meraih peluang untuk memperkayakan diri ketika menduduki sesuatu jawatan.
Sebab itu terdapat perbezaan yang ketara antara makna kepimpinan secara abadi dan makna jawatan dalam kepimpinan yang bersifat sementara. Betapa banyak orang yang mengalami ‘post power sindrome’ dimana ketika menjadi bekas penjawat sesuatu jawatan, mereka sudah tidak dihormati rakyat manapun kerana harga diri mereka selama menjawat jawatan sesungguhnya hanyalah harga diri yang palsu. Iaitu harga diri yang diraihnya bersama jawatannya serta kekayaan yang dikumpulkannya pada kesempatan yang diperolehinya selama memegang jawatan tersebut.
Selebihnya dia sebenarnya bukan pemimpin yang sejati malah pemimpin yang hanya bersandar pada jawatan semata-mata.
Pengesahan seseorang pemimpin pada hakikatnya ialah pengesahan moral. Ertinya, ia dinobatkan oleh rakyat kerana sumbangan dan perjuangan moralnya. Mungkin secara formal dia tidak memegang jawatan seorang menteri, atau seorang ketua kampung atau seorang jeneral dalam tentera.
Ia dihargai kerana idea dan visinya untuk memperjuangkan martabat umat dan bangsanya agar bebas dari ketakutan dan tampil dengan kepercayaan terhadap diri, berpegang teguh kepada suara nurani untuk mengatakan yang benar adalah benar dan yang batil adalah batil.
Inilah yang menjadi sumber kepada kualiti kepimpinannya serta juga  sebagai sumber makna hidupnya. Dengan yang demikian itu juga membuatnya menjadi pemimpin yang benar dari segi kata maupun tindakan. Pada dirinya sarat dengan keteladanan, tidak pasrah dirayu rasuah, tidak mengalah dipujuk kolusi, tidak berkompromi untuk melakukan dusta, tidak murah mempergadai prinsip dan melacur martabat diri. Pemimpin seperti inilah yang tetap dihayati dan diterima dari generasi ke generasi sebagai pemimpin dan bukan sekadar penjawat jawatan Presiden atau Perdana Menteri. Pengesahan seorang pemimpin juga berasal dari ketulusan penerimaan rakyat terbanyak terhadap kepimpinannya. Pengesahan kepimpinan tidak boleh diganti dengan sekian banyak gelaran, ‘Datuk’, ‘Tan Sri’, ‘Tun’, ‘Datuk Seri’. Ia juga tidak boleh diganti dengan sekian longgokan kekayaan yang menggunung.Pengesahan pemimpin sejati ialah dengan warisan keteguhannya ketika terpaksa menderita dalam penjara, menjalani hukuman pembuangan, ketekunan dan kesabaran mendidik umat dan bangsa dan pengorbanan sejati dalam hal waktu, wang, tenaga, fikiran dan keringat. Semua ini dicurahkannya dengan penuh tulus, tidak menagih habuan apapun, tidak terlintas untuk mendapat sanjungan sedikitpun, malah secara konsisten ia meneruskan perjuangannya untuk melihat martabat umat terpelihara dan memperolehi redha Allah S.W.T. sebagai puncak idamannya.Tekadnya jelas untuk mengangkat potensi dari sebuah umat dan bangsa yang merdeka, tidak mahu menyerah apalagi tunduk takut kepada penjajah baik dalam apa bentuk sekalipun.Pengesahannya sebagai pemimpin sesungguhnya adalah bersumber dari rasa nurani jutaan rakyat yang mengakunya sebagai pemimpin. Mereka mengenang perjuangannya dari khazanah sejarah yang lalu hingga kini.Rakyat mengesahkan pemimpin ini kerana dia tidak pernah memikirkan dirinya sendiri atau keluarganya sendiri melainkan kerana dia berani mengorbankan hidupnya untuk kemerdekaan bangsa ini.Lain kedudukannya seorang pemimpin yang bersandarkan kepimpinannya kepada jawatan yang dipegangnya. Sebaik sahaja selesai dan tamat tempoh jawatannya tiada siapa lagi yang mahu menyapanya jauh sekali dipuja, apa lagi di –ABC- kan dengan gelaran-gelaran yang diperolehinya dahulu. Kalau dahulu pujaan yang diungkap oleh orang-orang bawahannya adalah lantaran mahu meraih habuan dan  kedudukannya.
Bila tamat sahaja jawatannya, hilanglah segala makna pada semua itu. Dalam perkataan lain kita dapati banyak pemegang jawatan sebagai pemimpin mengira bahawa jawatan rasminya itu adalah kekuasaan yang boleh dipakai untuk memperkayakan egonya sebagai caranya untuk menampilkan dirinya sebagai pemimpin. Padahal penampilannya hanyalah penampilan baju, penampilan rasmi penuh upacara kosong dan ‘gincu-gincu’ kekuasaan yang sementara sifatnya.
Namun dia mengira semua itu seolah-olah abadi dan kekal dengan hiasan kosmetik sebagai topeng untuk memperlihatkan kehebatan dan kekuasaannya. Ditonjolkanlah dirinya dengan gaya pakaian, kereta rasmi yang mewah, diiringi sederet pembantu dan pengawal, ditempatkan dirinya di barisan depan, berkerusikan kerusi empok yang lebih istimewa dari rakyat biasa, dijaga segala protokol untuk dirinya dan berpidato dengan ucapan yang penuh melambangkan otoritinya. Walhal dia tahu betul sebenarnya semua itu hanya wayang yang cuba di layarkan dihadapan rakyat seolah-olah dia benar-benar berwibawa.
Pemimpin sejati lain wataknya. Dia tidak menghiraukan sama sekali gelaran dan hiasan-hiasan semacam itu. Dikala pemimpin ‘kosmetik’ dan pemimpin ‘opotunis’ akan mengumpul segala alasan ,untuk tidak mahu bertanggungjawab terhadap krisis yang menimpa rakyat, pemimpin sejati akan berani tampil dan amat terbuka untuk mengakui dengan rendah diri kesilapannya atau amalan korup, nepotisme dan dibiarkannya semua itu berlaku dengan berleluasa dan semua krisis itu sebenarnya berasal sumber dan dirinya sebagai pemimpin.
Dalam kemelut dan dilema rakyat mencari pemimpin sejati yang diharap dapat benar-benar memperjuangkan kebenaran dan keadilan sekaligus dapat mengangkat martabat umat dan bangsa, kita harus membimbing rakyat agar dapat mengukur sang pemimpin mengenai visinya dalam melahirkan masyarakat yang lebih demokratis, yang tidak dikuasai oleh ketakutan dan dibelengui oleh kebisuan serta tidak dilumpuhkan oleh birokrasi pemimpin yang hanya sibuk menjaga protokol dan pangkat.









BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Adil adalah sifat perbuatana manusia. Menurut arti katanya “adil” artinya tidak sewenang-wenang pada diri sendiri maupun kepada pihak lain. Maksud dari ketidak sewenang-wenangnya dapat berupa keadaan :
a.    Sama (seimbang), Nilai yang tidak berbeda
b.    Tidak berat sebelah, perlakukan yang sama dan tidak pilih kasih
c.    Wajar, seperti apa adanya, tidak menyimpang, tidak lebih dan tidak kurang
d.   Patut / layak, dapat diterima karena sesuai, harmonis dan proporsional
e.    Perlakuan pada diri sendiri sama seprti perlakuan kepada pihak lain dan sebaliknya
Untuk membuat nilai-nilai ini bisa kembali menjadi pedoman dan pengamalan dalam keseharian warga negara Indonesia, maka sudah
seharusnya pemerintahan otoriter di Indonesia untuk memprogram ulang otak bangsa kita dengan suatu dokrin nilai – nilai sosial dalam kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat di negara Indonesia yang nyata- nyata sangat plural ini. Pemerintahan otoriter sangat diperlukan ketika berhadapan dengan masyarakat yang tak bermoral, tak terkendali tak mau diatur, dan merasa dirinya adalah kebenaran itu sendiri tanpa sadar bahwa mereka hidup bersama dengan orang lain. Semoga saja bangsa Indonesia tidak separah itu.

B.Saran
Berdasarkan pada uraian tersebut di atas, maka penulis mengemukakan saran-saran bahwa, Selaku bangsa indonesia yang berfalsafah Pansacila,
seharusnya untuk saling bersikap adil baik dalam kehidupan  keluarga,
Lingkungan Masyarakat dan Berbangsa. Sesuai dengan Tuntutan Sial ke-5 Pancasila, “Keadilan Bagi Seluruh Rakyat Indonesia”.
Sebagai warga negara yang taat Hukum dan mempunyai jiwa patriot, semestinya mengajak warga negara Indonesia untuk mendukung dan bersama-
Sama memperjuangkan dan menegakkan Keadilan, agar bingkai Bhineka Tuggal Ika kuat tertanam dalam diri warga negara Indonesia yang majemuk ini

DAFTAR PUSTAKA
*      http://madinah_siti,blogspot.com
*      http://bella0107.blogspot.com
*      hhtp://pujiamu.blogspot.com
*      hhtp://suaramuhajirin.blogspot.com
hhtp://www.dakwatuna.com

Tidak ada komentar: