Selasa, 10 November 2015

MAKALAH: akhlak dalam kehidupan bernegara


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Akhlak
-          Defenisi akhlak secara etimologi.
 Menurut pendekatan etimologi, perkataan akhlak berasal dari bahasa Arab jama dari bentuk mufradnya “ khuluqun” yang menurut logat di artikan: budi pekerti tingkah laku atau tabiat.[1]
Menurut etimologi, kata akhlak berasal dari bahasa Arab yang berarti budi pekerti “ sinonimnya etika dan moral. Etika berasal dari bahasa latin, etos yang berarti kebisaan . Moral berasal dari bahasa latin juga, mores, yang berarti kebiasaanya.
 Menurut Imam Ghazali: akhlak sifat-sifat yang melekat didalam jiwa seseorang yang menjadikan ia dengan mudah bertindak tanpa banyak pertimbangan lagi. Atau boleh juga dikatakan, perbuatan yang sudah menjadi kebiasaan.[2]
Untuk mencapai tingkat kesempurnaan  dan kesucian jiwa memerlukan pendidikan dan latihan mental yang panjang. Oleh karena itu tahap pertama teori dan amalan taswuf di formalisasikan pada pengetahuan sikap mental dan pendisiplinan tingkah laku yang ketat. Dengan kata lain untuk berada di hadirat Allah dan sekaligus dapat mencapai kebahagiaan optimal supaya manusia harus lebih dulu mengidentifikasikan eksistensi dirinya dengan




 ciri-ciri keTuhanan melalui pensucian jiwa - raga yang bermula dari pembentukan pribadi yang bermoral paripurna dan berahlak mulia.[3]
Dari pengertian-pengertian di atas, dapat di pahami bahwa kata ‘akhlah’ sebenarnya jamak dari kata ‘khuluqun’, artinya tindakan. Kata ‘khuluqun’ sepadang dengan kata ‘khalqun’ yang artinya kejadian dan kata ‘khaliqun’ artinya pencipta dan kata ‘makhlukun’ artinya yang di ciptakan. Dengan demikian, rumusan teriminologis dari akhlak merupakan hubungan erat antara khaliq dengan mahluk serta antara mahluk dengan mahluk.
 (Hamzah Ya’kub,1993:11).
Defenisi-defenisi akhlak tersebut secara substansial tanpak saling melengkapi, dan memiliki lima ciri akhlak, yaitu:
1.      Akhlak adalah perbuatan yang telah tertanam kuat di dalam jiwa seseorang sehingga menjadi kepribadianya;
2.      Akuhlak adalah perbuatan yang di lakukan denghan mudah dan tanpa pemikiran. Ini tidak berarti bahwa saat melakukan suatu perbuatan, yang bersangkutan di dalam keadaaan tidak sadar, hilang igatan, tidur atau gila.
3.      Akhlak adalah perbuatan yang timbul dari diri seseorang yang mengerjakanya, tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang di ;llakukan atas dasar kemauan, pilihan dan dasar yang bersangkutan.
4.      Akhlak adalah perbuatan yang di lakuakn dengan sesu8ngguhnya, bukan main-main atau karena bersandiwara.


5.      Sejarah dengan ciri yang ke empat perbuatan akhlak ( sesungguhnya akhlak yang baik), akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan ikhlas semata-mata karena Allah SWT., Bukan karena ingin mendapatkan suatu pujian.[4]
Allah SWT. Berfirman dalam AL-Qur’an Surat AL-Alaq ayat1-5:







Artinya:
        “ Bacalah dengan menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan; dia telh menciptakan manusia dari segumpal dearah; bacalah dan Tuhanmulah yang maha mulia; yang mengajar (manusia) dengan pena; dan mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.” (Q.S AL-Alaq: 1-5)[5]
       Dengan ayat-ayat diatas, dapat diambil suatu pmahaman bahwa kata “khalq” telah berbuat, telah menciptakan atau telah mengambil keputusa untuk bertindak.





 Secara termonologis akhlak adalah tindakan (kreativitas)  yang tercermin pada akhlak Allah SWT. Yang salah satunya dinyatakan  sebagai pencipta manusia dari segumpal darah. Allah SWT. Sebagai sumber pengetahuan yang melahirkan kecerdasan manusia, pembebasan dari kebodohan serta peletak dasar yang paling utama di dalam pendidikan.[6]

B.     Akhlak di dalam Kehidupan Bernegara
Akhlak Islam dalam kehidupan bernegara di landasi atas nilai ideologi, yaitu menciptakan “baladtun tayyibatun wa rabbun ghafur”, (negri yang sejahtra dan sentosa). Dengan membangun kemakmuran di muka bumi, Maka cita-cita kebahagiaan dalam kehidupan dunia dan akhirat akan terwujud sesuai dengan janji Allah, hal tersebut dapat di capai dengan iman dan amal, bermakna manusia harus mengikuti kebenaran yang dibawa Rasulullah saw.[7] Dan melaksanakan usaha pembangunan material spiritual, memelihara, mengembangkan ketertiban dan ke amanan bersama sistem politik islam di dasarkan atas tiga prinsip, tauhid, ( kemaha esaan tuhan), Risalah ( kerasulan Muhammad), dan Khalifah. Ketiga hal itu dapat di jelaskan berikut:
1.      Tauhid, berarti hanya Tuhan hanyalah pencipta, pemeliharan dan penguasa dari seluruh alam. Dialah yang berhak memberi perintah atau melarang.alam  Pengabdian dan ketaatan hanya kepadanya. Semua yang ada di alam ini merupakan anugrah dari tuhan, untuk di manfaatkan didalam kehidupan manusia
2.      Risalah, berati perantara yang menerima hukum Tuhan dan akan disampaikan kepada manusia. Apa yang di sampaikan rasul menjadi ajaran bagi ummat manusia yang mengimaninya.

 Dari awal yang di sampaikan itulah ummat manusia menentukan suatu pola dari sistem hidup dalam islam melaksanakan ajaran itu terwujud suatu kehidupan yang penuh dengan kedamaian, sebagaimana yang menjadi tujuan hidup manusia itu sendiri.
3.      Khalifah, berarti wakil dari tuhan dimuka bumi untuk menjalankan ketentuan Tuhan dengan sebenarnya, mengikuti tuntutan yang dibawa rasulullah.
        Ketiga hal ini menjadi penentu bagi terwujudnya akhalak dalam kehidupan bernegara, karena tujuan pembentukan suatu negara sebagaimana yang tertera di dalam Al-Qur’an, ialah menegakkan, memelihara dan mengembangkan yang ma’ruf yang dikehendaki oleh pencipta alam, agar menghiasi kehidupan manusia di dunia, dan mencegah serta membasmi segala yang mungkar, yaitu kejahatan-kejahatan yang dapat menciptakan kemudaratan dalam kehidupan.[8]
       Dengan mengemukakan cita-cita  islam, memberikan gambaran sistem moral, yang mengemukakan dengan tegas antara yang baik dan yang buruk. Dengan berpegang kepada cita-cita islam dapat di rencanakan kemakmuran dalam kehidupan bernrgara.
       Penempatan akhlak sebagai landasan pembangunan politik menjadi tuntutan cita-cita islam. Yaitu sistem politik tetap konsisten berlandas keadilan kebenaran dan kejujuran. Sebaliknya menindas hal-hal yang merusak moral dan peradaban kehidupan bernegara, berupa penipuan, kepalsuan, kesaliman dan ketidak adilan lainya.
       Islam meletakkan kewajiban atas negara, sebagaimana di wajibkan  atas perorangan, agar memenuhi segala perjanjian, kontrak-kontrak dan kewajiban-kewajiban di samping hak-haknya, dan tidak melupakan hak-hak orang atau negara.

       Negara, hendaknya menggunakan kekusaan dan otoritas luas menegakkan keadilan dan bukan melakukan kesaliman, memandang tugas sebagai kewajiban suci dan menjalankan dengan penuh teliti, yang penting adalah menganggap tugas sebagai amana dari Tuhan dan menggunakan kekuasaan itu dengan kepercayaan bahwa segala sesutu akan ia pertanggung jawabkan di hadapan tuhan.
       Disamping itu, menjadi tugas yang berat bagi bangsa untuk membela negara dari serangan pihak lain dan merebut kemerdekan. Karena pada negeri yang merdekalah akan tercurah rahmat dan kasih sayang. Mencintai tanah air menjadi modal bagi suksesnya pembangunan suatu bangsa.[9]
       Firman Allah dalam Al-Qur’an surah Al-nisa”  ayat 58:







       Artinya: (sesungguhanya allah memerintahkan kepada kamu agar kamu menunaikan amanat-amanat itu kepada pemiliknya dan apabila kamu menghukum diantara manusia, agar kamu menghukum dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepada kamu. Sesunggunya Allah maha mendengar lagi maha melihat).[10]



C.    Hukum Akhlak di Dalam ke Hidupan Berbangsa
Adapun hukum akhlak di dalam kehidupan berbangsa yaitu:
Ø  Hukum akhlak bertumbuh dari adat kepada undang-undang, lalu berikut pertumbuhanya sehingga sampai kepada beberapa pendirian yang berdasar kepada buah fikiran.[11]
       Ada lima asas untuk materi muatan peraturan perundang-undangan yaitu sebagai berikut:
1.      Asas pengayoman, yaitu setiapmateri muatan materi perundang-undangan harus berfungsi memberikan perlindungan dalam rangka menciptakan ketentraman masyarakat.
2.      Asas ke manusiaan, yaitu setiap materi perundang-undangan harus menceminkan perlindungan dan penghormatan hak-hak asasi manusia serta harkat dan martabat setiap warga negara dan penduduk indonesia secara profesional.
3.      Asas kebangsaan, setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencrminkan sifat dan watak bangsa indonesia yang prulalistik (kebhinekaan) dengan tetap menjaga prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.
4.      Asas Bhineka Tunggaln Ika,yaitu mencerminkan muatan perundang-undangan harus memerhatikan keragaman penduduk,agama, suku, dan golongan, kondisi khusus daerah daerah dan budaya, khusus yang menyangkut masalah-masalah sensitif didalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara.


5.      Asas keadilan: yaitu setiap materi perundang-undangan harus harus mencerminkan keadilan secara profesional bagi setiap warga negara tanpa terkecuali.
Tingkah laku manusia di batasi oleh kaidah-kaidah normatif yang berlaku didalam kehidupan bermasyarakat dengan tujuan tercapainya kehidupan yang tertib, aman dan dami.Akan tetapi untuk mencapai tujuan normatif tersebut diperlukan sosialisasi yang membutuhkan waktu relatif lama, sehingga norma yang ada disepakati dan cukup efektif didalam mengendalikan kehidupan masyarakat untuk meraih kemampuan sosial.[12]
        Antara undang-undang akhlak dan undang-undang negara terdapat banyak perbedaan, yang terpenting ialah:
1.      Undang-undang negara itu dapat menerima perubahan. Ia di tetapkan untuk rakyat di dalam keadaan tertentu. Apabila keadaan itu berubah, undang-undangpun berubah pula. Kita lihat suatu pemerintah dari suatu waktu kewaktu yang lain berpegangan dengan undang-undang, lalu berubahya karena keadaan masyarakat menghendaki yang demikian itu. Adapun undang-undang akhlak itu tetap tidak berubah, sedang yang berubah adalah pendapat orang, sebagai yang kami jelaskan.
2.      Undang-undang negara itu yang melaksanakanya ialah kekerasan lahir seperti: Hakim,Tentara,Polisi, Penjara,. Adapun undang-undang akhlak, maka yang melaksanakanya ialah kekuatan batin dan kekuatan jiwa.[13]



      


BAB III
PENUTUP
A.    SIMPULAN
Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahhwa:
A.    Pengertian akhlak.
Akhlak adalah perbuatan yang timbul dari diri seseorang yang mengerjakanya, tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang di ;lakukan atas dasar kemauan, pilihan dan dasar yang bersangkutan.
B.     Akhlak di dalam kehidupa bernegara.
 Akhlak Islam dalam kehidupan bernegara di landasi atas nilai ideologi, yaitu menciptakan “baladtun tayyibatun wa rabbun ghafur”, (negri yang sejahtra dan sentosa). Dengan membangun kemakmuran di muka bumi, Maka cita-cita kebahagiaan dalam kehidupan dunia dan akhirat akan terwujud sesuai dengan janji Allah, hal tersebut dapat di capai dengan iman dan amal, bermakna manusia harus mengikuti kebenaran yang dibawa Rasulullah saw. Dan melaksanakan usaha pembangunan material spiritual, memelihara, mengembangkan ketertiban dan ke amanan bersama sistem politik islam di dasarkan atas tiga prinsip, tauhid, ( kemaha esaan tuhan), Risalah ( kerasulan Muhammad), dan Khalifah.

C.    Hukum Akhlak di Dalam ke Hidupan Berbangsa
Adapun hukum akhlak di dalam kehidupan berbangsa yaitu:
Ø  Hukum akhlak bertumbuh dari adat kepada undang-undang, lalu berikut pertumbuhanya sehingga sampai kepada beberapa pendirian yang berdasar kepada buah fikiran.
       Ada lima asas untuk materi muatan peraturan perundang-undangan yaitu sebagai berikut:
ü  Asas pengayoman, yaitu setiapmateri muatan materi perundang-undangan harus berfungsi memberikan perlindungan dalam rangka menciptakan ketentraman masyarakat.
ü  Asas ke manusiaan, yaitu setiap materi perundang-undangan harus menceminkan perlindungan dan penghormatan hak-hak asasi manusia serta harkat dan martabat setiap warga negara dan penduduk indonesia secara profesional.
ü  Asas kebangsaan, setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencrminkan sifat dan watak bangsa indonesia yang prulalistik (kebhinekaan) dengan tetap menjaga prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.
ü  Asas Bhineka Tunggaln Ika,yaitu mencerminkan muatan perundang-undangan harus memerhatikan keragaman penduduk,agama, suku, dan golongan, kondisi khusus daerah daerah dan budaya, khusus yang menyangkut masalah-masalah sensitif didalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara.
ü  Asas keadilan: yaitu setiap materi perundang-undangan harus harus mencerminkan keadilan secara profesional bagi setiap warga negara tanpa terkecuali.


Tingkah laku manusia di batasi oleh kaidah-kaidah normatif yang berlaku didalam kehidupan bermasyarakat dengan tujuan tercapainya kehidupan yang tertib, aman dan dami.Akan tetapi untuk mencapai tujuan normatif tersebut diperlukan sosialisasi yang membutuhkan waktu relatif lama, sehingga norma yang ada disepakati dan cukup efektif didalam mengendalikan kehidupan masyarakat untuk meraih kemampuan sosial.
B.     SARAN
Dengan terselesainya makalah ini, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat mendukung dari pembaca agar penyusunanan makalah selanjutnya menjadi lebih baik. Karena makalah ini masih terdapat kesalahan baik dari segi pengetikan maupun dari segi penyusunaan. Dan semoga penyusun dan pembaca dapat mengerti dan memahami materi dalam makah ini tentang Akhlak di Dalam Kehidupan Bernegara.










DAFTAR PUSTAKA
       Shiddiq Arafah. Ahlak dan Tasawuf. Cet,1; Ujung Pandang:  Rineka cipta, 1996.                              Zaharuddin. Pengantar Studi Akhlak.Cet,1; Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004.
       Asmaran. Pengantar Studi tasawuf. Cet,1; Jakarta: Raja Grafindo, 2001.
       Amin, Ahmad. Etika  Ilmu Akhlak.Cet,1; Jakarta: Bulan bintang,1975.
       Subaeni Ahmad Beni,dkk. Ilmu Akhlak. Cet,1; Bandung: Pustaka Setia,2010.
       Ash-Shiddieqy Hasbi. Hukum Antar Golongan. Cet,1; Jakarta: Bulan bintang, 1971.
      Alqur’an dan Terjemahanya, Cet,1;  Jakarta: Bintang Indonesia, 1993.
      





       [1]  Zaharuddin dkk, Pengantar Studi Akhlak, (cet,1; Jakarta:2004), h.1
         [2]   Op.cit, h. 37
       [3] Asmaran, Pemgantar Studi tasauf , (cet.1 Jakarta, Raja Grafindo persada) h. 55
       [4]  Beni Ahmad Subaeni, dkk. Ilmu Akhlak, cet.2; Bandung: Pustaka setia,2012)h.15
       [5]  Alqur’an dan Terjemahanya, (Cet,1;Jakarta: Bintabg Indonesia,1993), h. 597
       [6]  Beni Ahmad Subaeni  Opcit,h.15
       [7] Arafah siddiq, Nurul Faudi, Akhlak dan Tasawuf, (cet.1; Ujung Pandang: 1996) h.63
       [8] Ibid, h. 64
       [9] Ibid, h.65
      [10] Alqur’an dan Terjemahanya,(Cet.1; Jakarta, 1993) hal.87
       [11] Ahmad, Amin. Etika Ilmu Akhlak,( cet,1; Jakarta Bulan Bintang, 1975) h.132
       [12] Beni Ahmad Subaeni, Op.Cit h.42
       [13]Amad amin, OP.Cit h. 139

Tidak ada komentar: