Selasa, 10 November 2015

makalah: tentang pelaksanaan haji

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Haji merupakan salah satu rukun Islam yang wajib dilakukan bagi setiap muslim yang telah mampu, yaitu mampu fisik dan finansial. Sebagai seorang muslim, sudah seharusnya melaksanakan rukun Islam yang kelima jika ia mampu melaksanakannya.
Haji terdiri atas beberapa syarat dan rukun sehingga ibadah tersebut dapat terlaksana. Setiap muslim yang akan melaksanakan rukun Islam yang kelima ini hendaknya mengetahui syarat dan rukun tersebut agar dalam pelaksanaannya nanti dapat berjalan dengan baik tanpa ada rintangan.
Sudah menjadi kewajiban untuk melaksanakan ibadah haji bagi setiap muslim yang telah mampu. Namun pada kenyataannya masih banyak orang yang sudah mampu namun tidak melaksanakan kewajiban tersebut. Hal ini bisa disebabkan karena ketidaksadaran pada diri sendiri untuk menunaikan kewajiban sebagai hamba Allah SWT. Banyak yang telah mengimani atau meyakini  akan kewajiban ini, namun belum melaksanakannya, mereka hanya menjadikan rukun Islam sebagai teori tanpa adanya praktek.
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana pengertian dan kewajiban melaksanakan haji?
2.      Bagaimana syarat, rukun, tata cara pelaksanaan, dan macam-macam haji?
3.      Apa hal-hal yang dilarang dalam ihram dan nilai pendidikan haji?
C.    Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui pengertian dan kewajiban melaksanakan haji.
2.      Untuk mengetahui syarat, rukun, tata cara pelaksanaan, dan macam-macam haji.
3.      Untuk mengetahui hal-hal yang dilarang dalam ihram dan nilai pendidikan haji.
D.    Manfaat Penulisan
1.      Makalah ini bermanfaat kepada mahasiswa maupun dosen sebagai acuan dalam mempelajari materi haji.
2.      Bermanfaat kepada muslim agar mengetahui dan memahami ketentuan dalam pelaksanaan ibadah haji.
3.      Dapat dijadikan tambahan materi yang khusus membahas rukun Islam yang kelima.



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian dan Kewajiban Melaksanakan Haji
1.      Pengertian Haji
Haji secara lughowi (etimologis) berasal dari bahasa Arab al-hajj; berarti tujuan, maksud, dan menyengaja untuk perbuatan yang besar dan agung. Selain itu al-hajj mengandung arti mengunjungi atau mendatangi. Makna ini sejalan dengan aktivitas ibadah haji di mana umat Islam dari berbagai negara mengunjungi dan mendatangi Baitullah (Ka’bah) pada musim haji karena tempat ini dianggap mulia dan agung[1].
Menurut syara’, haji menuju ke baitullah atau menghadap Allah untuk mengerjakan seluruh rukun dan persyaratan haji yang telah ditentukan oleh syariat Islam. Dalam arti lain haji adalah sengaja mengunjungi kabah atau baitullah untuk mengerjakan beberapa amal ibadah dengan syarat-syarat tertentu, yakni mengerjakan thawaf, sa’i, wukuf di Arafah, dan manasik haji lainnya dengan mengikuti tuntunan Rasulullah SAW. Melaksanakan haji hukumnya wajib satu kali seumur hidup bagi muslim dan muslimah yang sudah baligh dan mampu di perjalanan (istitha’ah)[2].
Haji dalam arti berkunjung ke suatu tempat tertentu untuk tujuan ibadah, dikenal oleh umat manusia melalui tuntunan agama-agama, khususnya di belahan Timur dunia kita ini. Ibadah ini diharapkan dapat mengantar  manusia kepada pengenalan jati diri, membersihkan, dan menyucikan diri mereka. Itulah agaknya yang menjadi sebab mengapa  ajaran agama dalam kaitannya dengan ibadah haji menganjurkan pelakunya untuk memulainya dengan mandi[3].
2.      Kewajiban Melaksanakan Haji
Haji diwajibkan kepada orang yang memiliki kemampuan materi dan fisik di perjalanan. Kewajiban hanya untuk satu kali seumur hidup, sebagaimana disebutkan dalam al-Qur’an surat Ali Imran ayat 97:



Terjemahannya:
“Di sana terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim, barangsiapa memasukinya (baitullah itu) amanlah dia. Dan (di antara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke baitullah, yaitu bagi orang-orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana. Barang siapa mengingkari (kewajiban) haji maka ketahuilah bahwa Allah Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu) dari seluruh alam”[4].
Melaksanakan kewajiban haji harus disegerakan, terutama bagi yang telah memiliki kemampuan materi dan fisiknya masih kuat, karena kewajiban haji hanya
satu kali seumur hidup. Dalam hadis yang diterima Ibnu Abbas, Rasulullah SAW. telah bersabda[5]:


Artinya:
“Dari Ibnu Abbas, Nabi SAW. telah bersabda: segerakanlah kamu mengerjakan
haji karena  sesungguhya seseorang tidak akan menyadari datangnya suatu halangan yang akan merintanginya”. (H.R. Ahmad)

B.     Syarat , Rukun, Tata Cara Pelaksanaan, dan Macam-macam Haji
1.      Syarat-syarat haji[6]
a.       Orang-orang yang beragama Islam
b.      Orang-orang yang telah baligh (mukallaf)
c.       Sehat akal dan pikiran
d.      Merdeka (bukan hamba sahaya)
e.       Istitha’ah, orang-orang yang mampu secara materil dalam melakukan perjalanan haji, memiliki bekal yang cukup di perjalanan, sehat jasmani dan rohani, dan menguasai manasik atau ada yang membimbingnya
2.      Rukun-rukun haji adalah sebagai berikut[7]:
a. Niat ihram
Niat ihram dilakukan dalam bulan haji, tidak boleh di luar bulan-bulan
itu. Bulan-bulan haji ialah Syawal, Dzulqaidah, dan 10 Dzulhijjah. Ihram adalah berniat memulai mengerjakan haji atau umrah karena semua amal harus diniatkan
b.Tawaf
Tawaf adalah mengelilingi kabah dengan syarat-syarat sebagai berikut:
1). Menutup aurat
2). Suci dari hadas
3). Kabah berada di sebelah kiri yang sedang tawaf
4). Permulaan tawaf dari Hajar Aswad
5). Tawaf dilakukan sebanyak tujuh kali putaran
c. Wukuf di Arafah
Wukuf di Arafah dilaksanakan pada tanggal 9 Dzulhijjah.
d.                   Sa’i antara Shafa dan Marwah
Sa’i ialah berjalan antara Shafa dan Marwah
e. Tahallul
Tahallul dilakukan dengan cara mengambil beberapa helai rambut, lalu memotongnya dengan gunting.
3.      Tata Cara Pelaksanaan Haji
Kafiyah atau tata cara pelaksanaan haji adalah sebagai berikut[8].
a.  Ihram
Pada tanggal 8 Dzulhijjah yang disebut “Yaumul Tarwiyyah” bagi yang
melaksanakan tamattu, setelah mandi memakai wangi-wangian dan kain ihram dengan miqat dari tempat masing-masing di Mekah, kemudian mengucapkan Ihlah haji, yaitu membaca ”Allahuumma hajjan atau labbaika hajjan”. Dilanjutkan membaca talbiyah sebagaimana ketika berihram untuk melaksanakan umrah.
b. Mabit di Mina
Pada tanggal 8 Dzulhijjah, kemudian berangkat ke Mina dan mabit (menginap) di sana untuk melaksanakan shalat zhuhur, ashar, maghrib, isya’, dan subuh dengan jama’ dan qasar.
c.  Wukuf di Arafah
Pokok dari ibadah haji adalah wukuf di Arafah. Pada tanggal 9 Dzulhijjah, setelah terbit matahari, jamaah berangkat menuju Arafah. Dalam perjalanan menuju Arafah ini, jamaah haji tetap ber-talbiyah atau bertakbir dan jika memungkinkan, singgah di Namirah. Setelah matahari tergelincir, jamaah haji mendengarkan khotbah Arafah, kemudian dikumandangkan azan qamat, lalu shalat zhuhur dan ashar dijama’ dan diqasar tanpa shalat apa-apa di antara dua shalat itu. Setelah shalat, berdoa dengan mengangkat kedua tangan. Apabila wukuf jatuhnya pada hari Jumat, tetap dilakukan shalat zhuhur dengan cara dijama’ dengan ashar.
d.                   Mabit di Muzdalifah
Setelah matahari terbenam, para jamaah haji meninggalkan Arafah menuju Muzdalifah untuk mabit sampai subuh, sementara shalat maghrib dan isya’
dijama’ takhir di Muzdalifah.
e.  Melontar Jumrah Aqabah (Kubra)
f.  Pada waktu dhuha tanggal 10 Dzulhijjah di Mina, jamaah haji melaksanakan lontar jumrah aqabah, dengan cara berdiri menghadap ke jumrah tersebut. Posisi kiblat berada di sebelah kiri jamaah haji kemudian melontar jumrah dengan batu kerikil sebanyak tujuh kali.
g. Tahallul Awal (Asghar)
Jamaah haji tahallul dengan cara “taqshir” (menggunting beberapa helai rambut) atau lebih utama dengan “tahliq” (dengan menggundul kepala). Bagi wanita cukup dengan taqshir. Setelah tahallul awal ini, jamaah haji bebas dari larangan pada waktu ihram, kecuali hubungan suami istri.
h.Hadyu (Qurban)
Bagi mereka yang melaksanakan haji tamattu dan qiran wajib menyembelih hadyu. Perbedaannya adalah yang qiran membawa binatang dari rumah, sementara yang tamattu menyembelihnya di Mekah. Penyembelihan hadyu dilaksanakan pada Yaumun Nahri (tanggal 10 Dzulhijjah) dan jika tidak bisa dilasanakan pada hari nahar, bisa dilakukan pada Ayyamu Tasyriq (tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah)
i.  Thawaf  Ifadah (Tahallul Tsani)
Pada hari nahar, setelah melontar jumrah aqabah dan menyembelih hadyu, maka jamaah haji pergi ke Mekah untuk melaksanakan thawaf ifadah.
j.  Melempar Tiga Jumrah
Pada tanggal 11 Dzulhijjah, setelah zhuhur, jamaah melempar 3 jumrah (ula, wusta, aqabah), masing-masing dengan 7 batu kerikil.
k. Nafar Awal dan Nafar Tsani
Pada tanggal 12 Dzulhijjah , jamaah haji melempar 3 jumrah seperti yang dilakukan pada tanggal 11 Dzulhijjah. Waktunya juga sama yaitu setelah zhuhur hingga maghrib.
l.  Thawaf Wada’
Sebelum meninggalkan Mekah, jamaah haji dianjurkan untuk melakukan thawaf wada’ (perpisahan). Caranya, sama dengan thawaf ifhadah dilakukan tujuh putaran, tanpa lari-lari kecil, tanpa shalat dua rakaat di maqam Ibrahim, dan tanpa sa’i. Nabi SAW. bersabda:

Artinya:
“Janganlah salah seorang pulang sebelum mengakhiri urusan (hajinya) dengan (thawaf wada’)di Baitullah”. (H.R. Muslim)
4.      Macam-macam Haji
Macam-macam haji sebagai berikut[9]:
a.  Ifrad
Kata ifrad berarti menyendiri. Pelaksanaan ibdah haji disebut ifrad apabila seseorang bermaksud menyendirikan, baik menyendirikan ibadah haji maupun umrah, tidak melakukan keduanya sekaligus. Jadi umrah sebagai ibadah sunat saja. Dalam pelaksanaannya, ibadah yang pertama  dilakukan adalah ibadah haji hingga selesai, kemudian baru ibadah umrah sampai selesai.
b. Tamattu’,
Kata tamattu’ berarti bersenang-senang atau bersantai-santai. Bila dikaitkan dengan ibadah haji, tamattu’ ialah melaksanakan ihram untuk melaksanakan umrah di bulan-bulan haji. Setelah seluruh amalan umrah selesai, langsung mengerjakan ibadah haji. Dinamakan haji tamattu’, karena melakukan dua ibadah (haji dan umrah) di bulan-bulan haji dalam tahun yang sama tanpa kembali ke negeri asalnya  terlebiih dahulu.
c. Qiran
Kata qiran dapat diartikan dengan menyertakan atau menghubungkan. Adapun dalam terminologi fikih, haji qiran ialah pelaksanaan ibadah haji dan umrah sekaligus dan dengan satu niat.

C.    Hal-hal yang Dilarang dalam Ihram dan Nilai Pendidikan Haji
1.      Hal-hal yang Dilarang dalam Ihram
Perbuatan yang dilarang ketika ihram adalah sebagai berikut[10]:
a.       Berkata kotor dan cabul
b.      Meminang dan menikahkan orang lain
c.       Berburu binatang darat
d.      Tidak boleh berbaju, bercelana, bersorban, berkaus kaki, dan bersepatu menutup mata kaki (baik laki-laki maupun perempuan)
e.       Wanita yang sedang ihram dilarang memakai sarung tangan dan penutup muka
f.       Memakai wangi-wangian, kecuali yang pakai sebelum ihram
g.      Mengganggu pepohonan yang ada di Mekah dan Madinah

2.      Nilai Pendidikan Haji
a.       Pembeda antara seseorang atau sekelompok dengan lainnya
b.      Setiap peserta haji menyadari bahwa manusia bukan hanya materi semata-mata dan bukan pula birahi
c.       Seorang yang melakukan ibadah haji larut dan berbaur bersama manusia-manusia lain, serta memberi kesan kebersamaan menuju satu tujuan yang sama yakni berada dalam lingkungan Allah SWT
d.      Mencapai kehidupan harus dengan usaha yang dimulai dengan kesucian dan ketegaran
e.       Keharusan memelihara jiwa, harta dan kehormatan orang lain, dan larangan melakukan penindasan atau pemerasan terhadap kaum lemah baik di bidang ekonomi maupun fisik


BAB III
PENUTUP
A.    Simpulan
1.      Haji adalah mengunjungi atau mendatangi. Makna ini sejalan dengan aktivitas ibadah haji di mana umat Islam dari berbagai negara mengunjungi dan mendatangi Baitullah (Ka’bah) pada musim haji karena tempat ini dianggap mulia dan agung. Kewajiban melaksanakan ibadah haji dijelaskan dalam Q. S. Ali Imran ayat 97.
2.      Dalam pelaksanaan ibadah haji telah ditentukan syarat, rukun, tata capa pelaksanaan, dan macam-macam haji.
3.      Ada beberapa hal yang dilarang dalam ihram seperti berkata kotor dan cabul, meminang, dan menikahkan orang lain, berburu binatang darat, dan lain-lain. Dan salah satu nilai pendidikan haji adalah eharusan memelihara jiwa, harta dan kehormatan orang lain, dan larangan melakukan penindasan atau pemerasan terhadap kaum lemah baik di bidang ekonomi maupun fisik.
B.     Saran
Haji adalah rukun Islam yang terakhir dan merupakan kewajiban yang ditujukan bagi setiap muslim yang mampu secara fisik dan finansial. Sebelum melaksanakan ibadah haji maka sudah seharusnya mulai dari sekarang mempelajari tata cara pelaksanaan ibadah tersebut. Selain itu bagi muslim yang sudah mampu, jangan menunda-nunda untuk menunaikan kewajiban ibadah yang telah disyariatkan dalam Islam.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Munawar, H. Said Agil Husin.  Fikih Haji: Menuntun Jama’ah Mencapai Haji Mabrur. Jakarta: Ciputat Press, 2003.

Departemen Agama Republik Indonesia. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Surabaya: Mahkota, 2002.

Hamid, Abdul dan Beni Ahmad Saebani. Fiqh Ibadah: Refleksi Ketundukan Hamba Allah kepada al-Khaliq Perspektif al-Qur’an dan as-Sunnah. Bandung: Pustaka Setia, 2009.

Shihab, M. Quraish. Haji bersama M. Quraish Shihab. Bandung: Mizan, 1999.





[1] H. Said Agil Husin al-Munawar, Fikih Haji: Menuntun Jama’ah Mencapai Haji Mabrur, (Cet. I; Jakarta: Ciputat Press, 2003), h. 1
[2] Abdul Hamid dan Beni Ahmad Saebani, Fiqh Ibadah: Refleksi Ketundukan Hamba Allah kepada al-Khaliq Perspektif al-Qur’an dan as-Sunnah, (Cet. I; Bandung: Pustaka Setia, 2009), h. 247
[3] M. Quraish Shihab, Haji bersama M. Quraish Shihab, (Cet. II; Bandung: Mizan, 1999),  h. 83 
[4] Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (T. cet. Surabaya: Mahkota, 2002), h. 78
[5] Abdul Hamid dan Beni Ahmad Saebani, op. cit., h. 248
[6] Abdul Hamid dan Beni Ahmad Saebani, op. cit., h. 249
[7] Ibid.
[8] Abdul Hamid dan Beni Ahmad Saebani, op. cit., h. 260
[9] H. Said Agil Husin al-Munawar, op. cit., h. 44
[10] Abdul Hamid dan Beni Ahmad Saebani, op. cit., h. 270

Tidak ada komentar: