Selasa, 03 November 2015

Cerita hikmah dalam kehidupan: Kecerdikan Seorang Napi

Cerita hikmah dalam kehidupan:
Kecerdikan Seorang Napi
Di sebuah desa, hiduplah seorang bapak tua yang memiliki sawah luas. Ia tidak lagi sanggup untuk mengurus sawahnya karena usianya sudah lanjut dan tenaganya melemah. Saat tengah malam dan ditemani hujan rintik, ia menulis surat kepada putranya yang tengah mendekam di dalam penjara.
“Anakku, betapa Bapak sangat kesepian di rumah. Ibumusudah lama pergi untuk selama-lamanya. Kini engkau, putraku satu-satunya, telah berulah pada negara hingga ditangkap dan dimasukkan ke penjara. Bapak sedih sekali. Bapak akan mengurus sawah, tetapi tenaga Bapak sudah tidak kuat lagi. Di usia tua ini, bagaimana mungkin Bapak bisa mengcangkul sawah? Akh, andai saja engkau ada disini, tentunya kau dapat memabantu Bapak mencangkul dan mengurus sawah. Bapak rindu sekali padamu...”
Setelah selesai menulis, surat itu pun dilayangkan kepada putranya yang tengah dipenjara. Sebelum surat itu diberikan, diperiksa dulu isinya oleh sipir penjara. Setelah dicermati tidak ada hal yang ganjil, surat itu disampaikan. Sang anak yang memperoleh surat dari bapaknya merasa sangat terharu. Saaat itu juga ia menulis surat balasan untuk bapaknya di desa.
“Bapak, saya minta maaf karena telah membuat Bapak tinggal sendirian di rumah. Saya pun rindu pada bapak. Harapan saya agar Bapak selalu mendoakan saya. Mengenai sawah kita, jangan dicangkul dulu karena di dalamnya masih ada senjata-senjata yang ditimbun oleh kaum pemberontak untuk melawan negara. Saya khawatir kalau bapak cangkul sekarang, Bapak pun dapat turut ditangkap karena dituduh ikut terlibat menimbun senjata. Itu saja pesan saya. Satu lagi, walaupun saya berada di dalam penjara, tetapi bakti saya sebagai seorang anak tidak akan pernah dapat dibatasi oleh apa pun juga.”
Begitulah ia menjawab surat bapaknya. Lagi-lagi, sebelum dilayangkan, surat ini diperiksa terlebih dahulu oleh sipir penjara. Betapa terkejutnya sipir penjara begitu membaca isi surat yang menyatakan bahwa di sawah bapak ini terdapat senjata. Kontan, saat itu juga, sipir penjara melapor kepada atasannya. Surat itu disita dan dalam waktu singkat puluhan polisi disebar ke desa mengarah sawah bapak ini. Semua sawahnya dicangkul tanpa ada satu petak pun yang diabaikan guna mencari senjata yang dimaksud. Namun aneh, mereka tetap tidak menemukan senjata sedalam apa pun mencangkul. Akhirnya, polisi-polisi ini pulang ke markas dengan tangan hampa.
Bapak yang putranya dipenjara ini heran melihat ada rombongan polisi datang dan langsung mengcangkul sawahnya. Akhirnya, ia kembali menulis surat kepada putranya.
“Aneh, sungguh aneh! Pagi-pagi sekali puluhan polisi mendatangi sawah kita sambil membawa cangkul.  Dengan semangat, mereka mencangkuli seluruh sawah tanpa minta izin terlebih dahulu pada bapak. Bapak jadi heran, apa tujuan mereke?”
Surat ini dilayangkan dan seperti biasa diperiksa oleh sipir penjara. Setelah dicermati tidak ada hal yang aneh, surat ini disampaikan kepada putra si bapak. Membaca surat ini, sang anak terkekeh0kekeh. Lalu ia membalas surat bapaknya.
“Bapak, seperti yang saya katakan sebelumnya, walaupun berada dalam penjara, namun bakti saya sebagai anak tidak akan terhalang oleh apa pun. Bapak tidak usah pusing memikirkan ulah puluhan polisi itu. Sekarag bapak tidak usah bingung tentang sawah kita. Bukankah sawahnya kini sudah gembur dicangkuli oleh puluhan polisi yang datang itu?” sekarang Bapak tinggal menanam saja benih yang bapak inginkan. Nah, saya ucapkan selamat menanam!”

Hikmh cerita
Allah telah mengaruniakan kepada kita potensi akal. Akal inilah yang kemudian membedakan manusia dengan manusia. Binatang tidak diberikan potensi akal sehingga hanya hidup dengan naluri dan hawa nafsu. Namun, manusia mempunyai akal sehingga dapat mengurus diri menjadi lebih baik.
Karunia Allah berupa akal ini hendaknya dimanfaatkan sebaik mungkin. Seperti kisah tersebut yang menceritakan upaya seorang anak berbakti kepada orang tua dengan akalnya. Berbakti kepada orangtua adalah kewajiban dari Allah kepada setiap anak. Alangkah indahnya jika karunia Allah ini dimanfaatkan untuk menjadikan diri semakin taat dan semakin mengenal Allah swt.


Referensi:
Chalil komaruddin M. H. Hikmah di Balik Fenomena Kehidupan. Cet. I; Bandung: Pustaka Madani. 2007.

 Cerita hikmah dalam kehidupan:
Kecerdikan Seorang Napi
Di sebuah desa, hiduplah seorang bapak tua yang memiliki sawah luas. Ia tidak lagi sanggup untuk mengurus sawahnya karena usianya sudah lanjut dan tenaganya melemah. Saat tengah malam dan ditemani hujan rintik, ia menulis surat kepada putranya yang tengah mendekam di dalam penjara.
“Anakku, betapa Bapak sangat kesepian di rumah. Ibumusudah lama pergi untuk selama-lamanya. Kini engkau, putraku satu-satunya, telah berulah pada negara hingga ditangkap dan dimasukkan ke penjara. Bapak sedih sekali. Bapak akan mengurus sawah, tetapi tenaga Bapak sudah tidak kuat lagi. Di usia tua ini, bagaimana mungkin Bapak bisa mengcangkul sawah? Akh, andai saja engkau ada disini, tentunya kau dapat memabantu Bapak mencangkul dan mengurus sawah. Bapak rindu sekali padamu...”
Setelah selesai menulis, surat itu pun dilayangkan kepada putranya yang tengah dipenjara. Sebelum surat itu diberikan, diperiksa dulu isinya oleh sipir penjara. Setelah dicermati tidak ada hal yang ganjil, surat itu disampaikan. Sang anak yang memperoleh surat dari bapaknya merasa sangat terharu. Saaat itu juga ia menulis surat balasan untuk bapaknya di desa.
“Bapak, saya minta maaf karena telah membuat Bapak tinggal sendirian di rumah. Saya pun rindu pada bapak. Harapan saya agar Bapak selalu mendoakan saya. Mengenai sawah kita, jangan dicangkul dulu karena di dalamnya masih ada senjata-senjata yang ditimbun oleh kaum pemberontak untuk melawan negara. Saya khawatir kalau bapak cangkul sekarang, Bapak pun dapat turut ditangkap karena dituduh ikut terlibat menimbun senjata. Itu saja pesan saya. Satu lagi, walaupun saya berada di dalam penjara, tetapi bakti saya sebagai seorang anak tidak akan pernah dapat dibatasi oleh apa pun juga.”
Begitulah ia menjawab surat bapaknya. Lagi-lagi, sebelum dilayangkan, surat ini diperiksa terlebih dahulu oleh sipir penjara. Betapa terkejutnya sipir penjara begitu membaca isi surat yang menyatakan bahwa di sawah bapak ini terdapat senjata. Kontan, saat itu juga, sipir penjara melapor kepada atasannya. Surat itu disita dan dalam waktu singkat puluhan polisi disebar ke desa mengarah sawah bapak ini. Semua sawahnya dicangkul tanpa ada satu petak pun yang diabaikan guna mencari senjata yang dimaksud. Namun aneh, mereka tetap tidak menemukan senjata sedalam apa pun mencangkul. Akhirnya, polisi-polisi ini pulang ke markas dengan tangan hampa.
Bapak yang putranya dipenjara ini heran melihat ada rombongan polisi datang dan langsung mengcangkul sawahnya. Akhirnya, ia kembali menulis surat kepada putranya.
“Aneh, sungguh aneh! Pagi-pagi sekali puluhan polisi mendatangi sawah kita sambil membawa cangkul.  Dengan semangat, mereka mencangkuli seluruh sawah tanpa minta izin terlebih dahulu pada bapak. Bapak jadi heran, apa tujuan mereke?”
Surat ini dilayangkan dan seperti biasa diperiksa oleh sipir penjara. Setelah dicermati tidak ada hal yang aneh, surat ini disampaikan kepada putra si bapak. Membaca surat ini, sang anak terkekeh0kekeh. Lalu ia membalas surat bapaknya.
“Bapak, seperti yang saya katakan sebelumnya, walaupun berada dalam penjara, namun bakti saya sebagai anak tidak akan terhalang oleh apa pun. Bapak tidak usah pusing memikirkan ulah puluhan polisi itu. Sekarag bapak tidak usah bingung tentang sawah kita. Bukankah sawahnya kini sudah gembur dicangkuli oleh puluhan polisi yang datang itu?” sekarang Bapak tinggal menanam saja benih yang bapak inginkan. Nah, saya ucapkan selamat menanam!”

Hikmh cerita
Allah telah mengaruniakan kepada kita potensi akal. Akal inilah yang kemudian membedakan manusia dengan manusia. Binatang tidak diberikan potensi akal sehingga hanya hidup dengan naluri dan hawa nafsu. Namun, manusia mempunyai akal sehingga dapat mengurus diri menjadi lebih baik.
Karunia Allah berupa akal ini hendaknya dimanfaatkan sebaik mungkin. Seperti kisah tersebut yang menceritakan upaya seorang anak berbakti kepada orang tua dengan akalnya. Berbakti kepada orangtua adalah kewajiban dari Allah kepada setiap anak. Alangkah indahnya jika karunia Allah ini dimanfaatkan untuk menjadikan diri semakin taat dan semakin mengenal Allah swt.


Referensi:
Chalil komaruddin M. H. Hikmah di Balik Fenomena Kehidupan. Cet. I; Bandung: Pustaka Madani. 2007.

Tidak ada komentar: