BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Ijtihad merupakan upaya untuk menggali suatu
hukum yang sudah ada pada zaman Rasulullah SAW. Hingga dalam perkembangannya,
ijtihad dilakukan oleh para sahabat, tabi’in serta masa-masa selanjutnya hingga
sekarang ini. Meskipun pada periode tertentu apa yang kita kenal dengan taqlid,
ijtihad tidak diperbolehkan, tetapi pada masa periode tertentu pula dalam (
kebangkitan atau pembaharuan ), ijtihad mulai dibuka kembali.
Sekarang, banyak ditemui perbedaan-perbedaan
madzab dalam hukum islam yang itu disebabkan dari ijtihad. Dengan ijtihat pula,
syarat Islam menjadi tidak bisu, dalam menghadapi problematika kehidupan yang
semakin kompleks.
Sesungguhnya ijtihad adalah suatu cara untuk
mengetahui hukum sesuatu melalui dalil-dalil agama yaitu Al-Qur’an dan Al-
Hadits dengan jalan istimbat. Adapun mujtahid itu ialah ahli fiqih yang
menghabiskan atau menerahkan seluruh kesanggupannya untuk memperoleh
persangkaan kuat terhadap sesuatu hukum Agama.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa pengertian
Ijtuhad?
2.
Apa
macam-macam Ijtihad?
3.
Bagaimana
cara berijtihad?
C.
Tujuan
Penelitia
1.
Mahasiswa
harus mengetahui pengertian Ijtihad.
2.
Mahasiswa
harus mengetahui macam-macam Ijtihad.
3.
Mahasiswa
harus mengetahui cara berijtihad.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Ijtihad
Ijtihad berasal dari kata “ jahda” artinya “ al- masyaqqah “ ( sulit
atau berat, susah atau sukar ). [1]Di
dalam surah An- Nahl ayat 38, Allah berfirman:
Artinya:
“ Mereka bersumpah dengan nama Allah dengan sumpahnya
yang sungguh-sungguh, Allah tidak akan membangkitkan orang yang mati. (tidak
demikian), bahkan ( pasti Allah akan membangkitkannya ), sebagai suatu janji
yang benar dari Allah, kebanyakan manusia tiada mengetahui.” ( Q.S.
An-Nahl:38).[2]
Secara istilah ijtihad adalah pengerahan
semua kesanggupan dan kekuatan untuk memperoleh segala yang di tuju hingga
sampai kepada puncak tujuan. Menurut rachmat syafi’i, secara etimologi kata
ijtihad artinya kesulitan dan kesusuahan ( al-masyaqqah ), juga di artikan
dengan kesanggupan dan kemampuan ( ath-thaqat ).
Kata “ jahda “ yang selanjutnya
menjadi ijtihad, diartikan sebagai pekerjaan yang dilakukan dengan
sungguh-sungguh dan mengerahkan semua tenaganya. Pekerjaan yang dilakukan
sangat berat dan sukar, sehingga membutuhkan kekuatan maksimal. Ijtihad itu
sendiri adalah mashdar dari fi’il madi yang asalnya “ ijtahada “. Ijtihad itu
adalah usaha maksimal untuk mendapatkan sesuatu. Jika tidak sungguh-sungguh
tidak dapat di sebut ijtihat, melainkan tafkir, berfikir biasa yang sederhana.
Ijtihad berarti menggunakan seluruh
kesanggupan berfikir untuk menetapkan hukum syara dengan jalan mengeluarkan
hukum dari kitab dan sunnah. Orang yang melakukan ijtihad mujtahid yaitu ahli
fikih yang menghabiskan seluruh kesanggupannya untuk memperoleh persangkaan
kuat ( dzan ) terhadap suatu hukum agama dengan jalan istinbat dari Al-qur’an
dan As-Sunnah.
Kebenaran hasil ijtihad tidak
bersifat mutlak, melainkan dzanniyah
( persangkaan kuat kepada benar ). Oleh karena itu, mungkin saja antara
satu mujtahid dengan mujtahid yang lain hasilnya berbedah.hal ini disebabkan
perbedaan pengalaman, ilmu serta adat kebiasaan yang berpengaruh kepada hasil
ijtihad mereka. Bahkan bisa saja ijtihad di suatu tempat berbeda dengan hasil
ijtihad di tempat lain, karena seorang mujtahid tidak terlepas dari lingkungan
budayanya dan pada akhirnya berpengaruh kepada hasil ijtihadnya. Demikian pula
hasil ijtihad yang dilakukan pada suatu waktu dapat berbeda dengan hasil yang
didapatkan pada waktu yang lain.
B.
Macam-Macam
Ijtihad.
1.
Ijma
Ijma artinya kesepakatan yakni kesepakatan para ulam dalam
menetapkan suatu hukum, hukum dalam agama berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits
dalam suatu perkara yang terjadi. Adalah keputusan bersama yang dilakukan oleh
para ulam dengan cara ijtihad untuk kemudian dirundingkan dan disepakati. Hasil
dari ijma adalah fatwa, yaitu keputusan bersama para ulam dan ahli agamayang
berwenang untuk diikuti seluruh umat. Contohnya adalah fatwa, yaitu keputusan
bersama para ulama dan ahli agama yang berwenang untuk diikuti seluruh umat.
2.
Qiyas
Qiyas artinya menggabungkan atau menyamakan
artinya menetapkan suatu hukum suatu perkara yang baru yang belum ada pada masa
sebelumnya namun memiliki kesamaan dalah sebab, manfaat, bahaya dan berbagai
aspek dengan perkara terdahulu sehingga dihukumi sama. Dalam Islam, Ijma dan
Qiyas sifatnya darurat, bila memang terdapat hal hal yang ternyata belum
ditetapkan pada masa-masa sebelumnya.
3. Istihsan.
Istihsan yaitu tindakan menganalogikan suatu
perkara di masyarakat terhadap perkara yang ada sebelumnya. Contohnya, menurut
aturan syarak, kita dilarang jual beli yang barangnya belum ada saat terjadi
akad. Akan tetapi menurut istihsan, syarak memberikan rukhsah ( kemudahan atau
keringanan ) bahwa jaul beli diperbolehkan dengan pembayaran diawal, sedangkan
barangnya dikirim kemudian.
4.
Maslahah murshalah
Maslahah
murshalah adalah tindakan masalah yang tidak ada naskhnya dengan pertimbangan
kepentingan hidup manusia berdasarkan prinsip menarik manfaat dan menghindari
kemudharatan.
5. Istishab
Istishab adalah tindakan menetapkan berlakunya
suatu ketetapan sampai ada alasan yang bisa mengubahnya. Contohnya, seseorang
yang ragu-ragu apakah ia sudah berwudhu atau belum. Di saat seperti ini, ia
harus berpegang atau yakin kepada keadaan sebelum berwudhu sehingga ia harus
berwudhu kembali karena shalat tidak sah bila tidak berwudhu.
6. Urf
Urf adalah tindakan menentukan masih bolehnya
suatu adat-istiadat dan kebiasaan masyarakat setempat selama kegiatan tersebut
tidak bertentangan dengan aturan-aturan prinsipal dalam Alquran dan Hadis.
Contohnya dalah dalam hal jual beli. Si pembeli menyerahkan uang sebagai
pembayaran atas barang yang telah diambilnya tanpa mengadakan ijab kabul karena
harga telah dimaklumi bersama antara penjual dan pembeli.
Adapun ditinjau dari segi jumlah yang
melakukan ijtihad atau mujtahid, ijtihat dapat dibagi dua yaitu:
1.
Ijtihad
Fardhi adalah ijtihad yang dilakukan seorang mujtahid secara pribadi ijtihad
yang dilakukan seorang eatau beberapa orang untuk menemukan hukum syara dari suatu
peristiwa hukum yang belum diketahui ketentuan hukumnya. Dimasa lau ijtihad
model ini yang paling banyak dilakukan, sebagaimana yang dilakukan oleh para
mashab yang empat.
2.
Ijtihad
jama’i atai Ijma adalah ijtihad yang dilakukan oleh para mujtahid secara
berkelompok atau ijtihad yang di lakukan seluruh mujtahid untuk menemukan hukum
syara peristiwa yang terjadi, dimnan ijtihad ini menghasilkan kesepakatan
bersama. Ijtihad model inilah yang disebut dengan ijma al-ulama.
Adapun ijtihad di tinjau dari metodenya
sebagaimana yang dirumuskan Ad-Duwailibi, ijtihad dapat dibagi tiga macam:
1.
Al-Ijtihad
Al Bayani, yaitu suatu kegiatan ijtihad yang bertujuan untuk menjelasakan
hukum-hukum syara yang terdapat dalam nash Al-Quran dan Sunnah.
2.
Al-Ijtihad
Al Qiyasi, yaitu kegiatan ijtihad untuk menetapkan hukum-hukum syara atas
peristiwa-peristiwa hukum yang tidak ada nash Al-Quran maupun hadisnya, dengan
cara mengqiyaskannya kepada hukum-hukum syara yang ada nashnya.
3.
Al-Ijtihad
Istishlahi, yaitu suatu kegiatan ijtihad untuk mendapatkan hukum syara atas
peristiwa-peristiwa yang tidak ada nashnya baik dari Al-Quran maupun Sunnah,
melalui cara penalaran berdasarkan prinsip Al- Istishlah (kemaslahatan).[3]
C.
Syarat-Syarat
Berijtihad
Menurut Prof. Satria Efendi M. Zein,
bahwa ada beberapa syarat yang harus dilakuan seorang mujtahid yaitu :
1.
Menegerti
dengan makana-makna yang dikandung oleh ayat-ayat hukum dalam Al-Quran baik
secara bahasa maupun secara istilah.
2.
Mengetahui
tentang hadis-hadis hukum baik seacara bahasa maupun dalam pemakaian syara.
3.
Mengetahi
mana ayat atau hadis di Mansuf (telah dinyatakan tidak berlaku lagi Allah dan
Rasul-Nya), dan mana ayat atau hadis menaskh atau sebagai penggantinya.
Pengetahuan seperti ini di perlukan, agar seorang mujtahid tidak mengambil kesimpulan
dari ayat atau hadis yang sudah dinyatakan sudah tidak berlaku lagi.
4.
Menpunyai
pengetahuan tentang masalah-masalah yang sudah terjadi ijma tentang hukumnya
dan mengetahui tempat-tempatnya. Pengetahuan ini diperlukan agar seorang
mujtahid dalam ijtihadnya tidak menyalahi hukum yang telah di sepakati oleh
para ulama.
5.
Mengetahui
tentang selak belu Qiyas.
6.
Mengetahui
bahasa Arab serta ilmu-ilmu bantu yang berhubungan dengannya.
7.
Menguasai
ilmu ushul fiqh.
8.
Mengetahui
tujuan syariat.[4]
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
Dari
pembahasan diatas maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
1.
Ijtihad
berasal dari kata “ jahda” artinya “ al- masyaqqah “ ( sulit atau berat, susah
atau sukar).
Ijtihad
berarti menggunakan seluruh kesanggupan berfikir untuk menetapkan hukum syara
dengan jalan mengeluarkan hukum dari kitab dan sunnah. Orang yang melakukan
ijtihad mujtahid yaitu ahli fikih yang menghabiskan seluruh kesanggupannya
untuk memperoleh persangkaan kuat ( dzan ) terhadap suatu hukum agama dengan
jalan istinbat dari Al-qur’an dan As-Sunnah.
2.
Macam-Macam
Ijtihad.
a.
Ijma
b.
Qiyas.
c.
Istihsan.
d.
Maslahah murshalah.
e.
Istishab
f.
Urf
3.
Syarat-syarat
Berijtihad
a)
Menegerti
dengan makana-makna yang dikandung oleh ayat-ayat hukum dalam Al-Quran baik secara
bahasa maupun secara istilah.
b)
Mengetahui
tentang hadis-hadis hukum baik seacara bahasa maupun dalam pemakaian syara.
c)
Mengetahi
mana ayat atau hadis di Mansuf (telah dinyatakan tidak berlaku lagi Allah dan
Rasul-Nya), dan mana ayat atau hadis menaskh atau sebagai penggantinya.
Pengetahuan seperti ini di perlukan, agar seorang mujtahid tidak mengambil
kesimpulan dari ayat atau hadis yang sudah dinyatakan sudah tidak berlaku lagi.
d)
Menpunyai
pengetahuan tentang masalah-masalah yang sudah terjadi ijma tentang hukumnya
dan mengetahui tempat-tempatnya. Pengetahuan ini diperlukan agar seorang
mujtahid dalam ijtihadnya tidak menyalahi hukum yang telah di sepakati oleh
para ulama.
e)
Mengetahui
tentang selak belu Qiyas.
f)
Mengetahui
bahasa Arab serta ilmu-ilmu bantu yang berhubungan dengannya.
g)
Menguasai
ilmu ushul fiqh.
h)
Mengetahui
tujuan syariat.
B.
Saran
Demikian makalah
ijtihad dalam mata kulia ushul fiqh yang tentunya masih jauh dari kesempurnaan.
Kami sadar bahwa ini merupakan proses dalam menempuh pelajaran, untuk itu kami
mengharapkan kritik serta saran yang membangun demi kesempurnaan hasil dari
diskusi kami. Harapan kami semoga dapat dijadikan suatu ilmu yang bermanfaat
bagi kita semua. Amin.
DAFTAR
PUSTAKA
Beni Ahmad, Saebani. Ilmu Ushul Figh. Bandung: CV Pustaka
Setia, 2009
Quran Syanil. Al-qur;an dan Terjemahan. Bandung: Yasmina,
2013
Dahlan Abdulrahman. Ushul Figh. Jakarta: Amzah, 2012
Mardani. Ushul Figh. Jakarta: PT Raja Grafindo: 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar