Cerita Hikmah
dalam kehidupan:
Tidak Nyambung
Seorang mahasiswa ditugaskan dari
kampusnya untuk memberi penyuluhan di sebuah desa. Peserta penyuluhan adalah
penduduk yang tingkat pendidikannya rendah.bahkan, di antaranya ada yang tidak
tamat sekolah dasar dan belum lancar berbahasa Indonesia. Setengah dari peserta
penyuluhan adalah orang tua yang dianggap sepuh oleh masayarakat desa. Tema
yang diusung oleh mahasisawa ini adalah pentingnya hidup bersih. Setelah
waktunya tiba, mahasiswa ini memberikan penyuluhan dengan penuh semangat.
“Bapak-bapak, ibu-ibu, dan para
hadirin sekalian, dalam era globalisasi, era reformasi, dan era pasar bebas
ini,kualitas lingkungan menjadi prasyarat untuk menemukan apakah kita termasuk
masyarakat modern atau tradisional. Konsekuensi dari era globalisasi menuntut
masayarakat Indonesia untuk mengakses dan mncermati informasi yang datang
dariluar negeri...”
Demikianlah sebagian dari isi
penyuluhannya. Selesai penyuluhan, para peserta yang hadir saling berbisik satu
sama lai. Mereka saling bertanya tentang penyuluhan yang baru saja didengarnya.
Kemudian, salah seorang nenek berkata sambil menguap.
“Duka atuh, da si ujang teh loba
ka era.” (Tidak tahu, karena pembicaraanya banyak malu.” –“era’ dalam bahasa
sunda artinya malu).
Hikmah cerita
Berbicaralah sesuai dengan daya
tangkap orang lain. Dalam menyampaikan pesan kepada khalayak umum. Janganlah
kita menggunakan bahasa yang sulit dan tidak umum. Ibarat seorang dokter saat
ditanya oleh pasien tentang sakitnya. Lalu dokter ini menjawab dengan bahasa
kedokteran yang tidak dimengerti oleh pasien, tentu saja tidak akan memuaskan
pasien, justru akan membuatnya semakin binggung.
Referensi:
Chalil
komaruddin M. H. Hikmah di Balik Fenomena Kehidupan. Cet. I; Bandung:
Pustaka Madani. 2007.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar