Selasa, 03 November 2015

Cerita hikmah dalam kehidupan: Surat Al-Qadr

Cerita hikmah dalam kehidupan:
Surat Al-Qadr
Suatu ketika di sebuah mesjid, ketika azan Maghrib berkumandang, para jamaah mulain berdatangan untuk melaksanakan kewajiban mereka sebagai seorang muslim. Akan tetapi ternyata, setelah iqomat dikumandangkan, ustaz yang biasanya menjadi imam masjid belum juga datang. Entah ada halangan apakah, para jamaah pun tidak mengetahui. Akhirnya, ditunjuklah oleh mereka seorang jamaah menjadi imam shalat menggantikan ustaz yang berhalangan hadir.
Bapak yang terpilih ini dengan penuh percaya diri menerima amanah yang diberikan padanya itu. Gayanya sangat fasih dalam mengatur shaf agar rapat dan lurus. Sebuah senyum bangga terulas di wajahnya. Setelah semuanya rapi, salat berjamaah pun dilaksanakan. Si bapak dengam lantang membaca surat Al-Qadr pada rakaat pertama.
Inna anzalnaahu fi laylatul qadr...”
“Laylatil!” bisik seorang makmun membenarkan bacaan surat imam.
Sang imam berfikir sejenak mencerna kesalahannya, lalu melanjutkan kembali bacaannya.
“Wa ma adraka ma laylatil qadr..”
“Laylatul!” lagi-lagi makmun itu membenarkan bacaan surat imam.
Merasa dirinya dikerjai makmun, akhirnya dengan wajah merah padam, bapak yang ditunjuk menjadi imam salat ini menoleh ke arah makmum. Dia berbisik dengan nada tersinggung.
Yang benar ‘til’ apa ‘tu’?! saya ‘tul kamu ‘til’, saya ‘til’ kamu ‘tul’! yang benar dong kalau memberi petunjuk!”
Alhasil si makmum yang memberi petunjuk tadi hanya bisa diam sambil melongo heran.

Hikmah cerita:
Cerita di atas mengingatkan kita untuk senantiasa memeriksa segala sesuatunya sebelum bertindak. Apa yang kita ketahui mengenai suatu hal, belum tentu benar. Boleh jadi orang lain yang lebih mengetahuinya dengan lebih tepat daripada kita. Oleh karena itu, jangan pula kita pernah merasa tersinggung begitu menerima kritik karena justru itulah salah satu ciri orang sombong, enggan menerima kritik.
Makmum tersebut tidak salah memberi petunjuk agar imam membetulkan bacaan suratnya yang keliru. Namum, si bapak yang merasa lebih senior dari makmum merasa tersinggung karena ada kesombongan dalam hatinya. Tidak tanggung0tanggung, demi mempertahankan harga diri dan kehormatan yang dianggapnya penting itu karena telah ditunjuk menjadi imam salat, ia sampai menoleh dan menegur ke arah makmum yang memberinya petunjuk.
Demikianlah cerita ini mengambarkan kelakuan orang yang sombong dalam menerima kritik.


Referensi:
Chalil komaruddin M. H. Hikmah di Balik Fenomena Kehidupan. Cet. I; Bandung: Pustaka Madani. 2007.


Tidak ada komentar: