Aku adalah seorang gadis berumur 25 tahun. Setelah lulus perguruan tinggi, seorang pria yang berumur 6 tahun lebih tua dariku dan bekerja di luar negeri datang melamar, padahal kami belum pernah bertemu sebelumnya. Kami hanya bertemu untuk pertama kalinya di rumah ketika ia hendak meminangku. Anehnya, kami berdua merasa ada kecocokan hati sejak pertama kali bertemu.
Proses
pelamaran pun selesai dengan kesepakatan, ia akan kembali dari tempatnya
bekerja setahun kemudian untuk melangsungkan akad nikah. Dalam setahun,
kedekatan kami semakin intim lewat surat atau telepon.
Mendekati
akhir setahun kepulangannya, ia mengeluh sakit namun ia tetap menahannya hingga
kembali ke mesir. Setibanya di Mesir, ia memeriksakan diri ke beberapa dokter.
Tanpa mengenal kasihan, sang dokter menyampaikan kondisi kesehatannyayang
sebenarnya. Bahkan, ia menyatakan bahwa umurnya tidak akan lebih dari 6 bulan.
Mendengar
ucapan dokter itu, calon suamiku menerimanya dan beelapang dada takdir tuhan
yang menimpanya. Namun, ia tidak berhenti sampai di situ. Ia kemudian berobat
ke dokter lain yang kemudian bisa menenangkan jiwanya. Dokter itu lalu memulai
mengobati dan mengoperasinya untuk mengangkat tumor ganas yang bersarang di
tubuhnya. Setelah operasi dan keluarganya mengetahui kenyataan tersebut, mereka
memutuskan untuk membatalkan pinangannya. Padahal, aku masih ingin
mempertahankan hubungan kami. Apalagi, ia adalah sosok pria beragama dan
berakhlak mulia. Lagi pula, ia tidak bisa berbuat apa-apa terhadap takdir buruk
yang menimpanya.
Aku kemudian
mencoba menyarankan caclon suamiku agar terus berobat dan disinar dengan sinar
radiasi. Alhamdulillah,semua proses pengobatan dijalaninya dengan
selamat dan terwujud tujuannya. Namun, keluargaku kembalai bersikukuh untuk membatalkan
pinangan tersebut, karena takut terjadi suatu yang tidak diinginkan.
Pembicaraan di rumah kami terfokus pada hidup dan mati, serta dampak sinar
radiasi tersebut terhadap kesembuhan, sedangkan aku belum mampu mengubah sikap
keluargaku. Padahal, aku berkeyakinan kuat bahwa segala sesuatu terjadi hanya
atas kehendak Allah. Betapa banyak orang yang sehat wal afiat meninggal dunia
tiba-tiba, dan banyak orang sakit yang diprediksi tidak akan bertahan hidup
lama namun mampu hidup lebih lama hingga bertemu Tuhannya di masa tua.
Akhirnya, aku
tidak mampu membendung tekanan keluarga untuk mengakhiri dan membatalkan
pinangan tersebut, kemudian calon suamiku kembali ke tmepat kerjanya luar
negeri. Selama setahun penuh, keluarga berupaya untuk mencari calon suami baru,
sedang aku masih menjalin hubungan baik dengan adik calon suamiku untuk
menenangkan dirinya dan menyampaikan kepadanya tentang usahaku meluluhkan hari
keluarga.
Setahun
kemudian ia kembali ke Mesir, aku pun berusaha menghubungiuntuk kedua kalinya.
Ia lalu berusaha maju untuk kedua
kalinya dan membuktikan kepada keluarga hasil diagnosa dan pernyataan dokter
tentang kesembuhannya. Ia dan aku berusaha tanpa kenal lelah selama
beberapa bulan hingga akhirnya keluargaku setuju menikahkan kami.
Sekian lama
waktu yang terbuang tidak kami sia-siakan, kami pun melangsungkan akad nikah.
setelah 15 bulan menikah, sekarang kami berada di puncak kebahagian. berkat
karunia Allah, kami dapat menziarahi Baitullah dan hanya Allah yang mengetahui
dalamnya cintaku kepada suami dan betapa bahagianya aku hidup bersamanya, dan
begitu juga dirinya. Sekarang genap 3 tahun usia operasi yang pernah ia jalani,
alhamdulillah,ia tiak pernah merasa sakit atau letih.
Aku ingin
menyampaikan kepada saudaraku yang mengalami pengalaman serupa, jangan pernah
menoleh ke belakang dan ragu untuk menikah. Anda harus berkta terus-terang
tentang penyakit yang pernah Anda derita kepada orang yang hendak Anda lamar.
Jangan pernah menyembunyikan sesuatu pun darinya. Anda cukup menjatuhkan pilhan
kepada calon pasangan yang memahami agama dan berakhlak mulia, agar Anda selalu
berda dalam lindungan Allah dan dapat menilai Anda dengan benar, serta tidak
terzhalimi dengan hal-hal yang tidak ada kaitannya dengan Anda. Akhirnya,
jangan lupa untuk memohon kepda Allah agar dikaruniai pasangan yang shalihah
dan diberikan nikmat kesehatan serta kebahagian kepada semua pihak, insya
Allah.
Referensi:
Muthawi Wahab Abdul. 2005.
Bunga yang Hilang. Jakarta: Najla Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar