Senin, 23 Maret 2015

definisi puasa, dalil,hikmah dan keutamaan



KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa melimpahkan rahmat dan ridho-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah  mata kuliah Hadits Tarbawi yang berjudul “Puasa.
Shalawat serta salam tetap tercurah kepada Nabi besar Muhammad SAW. Yang mana beliau telah memberikan kita petunjuk kepada jalan yang benar.
Tak lupa, kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak selaku Dosen kami dalam pembelajaran mata kuliah Hadits Tarbawi, juga kepada semua teman-teman yang telah memberikan dukungan kepada kami dalam menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari jika dalam menyusun makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, dengan hati yang terbuka kritik serta saran yang konstruktif  guna kesempurnaan makalah ini.
Demikian makalah ini kami susun, apabila ada kata-kata yang kurang berkenan dan banyak terdapat kekurangan, kami mohon maaf yang sebesar-besarnya. Dan hanya kepada Allah-lah kita berlindung dan mengharapkan taufiq serta hidayahnya. Amin Ya Rabbal Almin....
Wallahul Muwafieq ilaa Aqwamith Thorieq
 Wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Watampone,    Oktober 2014

Penyusun

DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL
KATA PENGANTAR                                                                                        ii
DAFTAR ISI                                                                                                        iii
BAB I PENDAHULUAN                                                                                    1
A.    Latar Belakang Masalah                                                                             1
B.     Rumusan Masalah                                                                                      1
C.     Tujuan Penulisan                                                                                        2
D.    Manfaat Penulisan                                                                                      2
BAB II PEMBAHASAN                                                                                     3
A.    Definisi Puasa                                                                                             3
B.     Dasar Hukum Puasa                                                                                   6
C.     Keutamaan dan Hikmah Puasa                                                                  8
BAB III PENUTUP                                                                                             13
A.    Simpulan                                                                                                     13
B.     Saran                                                                                                           13
DAFTAR PUSTAKA


BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang Masalah
Puasa merupakan satu bentuk ketaatan kepada Allah swt. puasa menjadi salah satu rukun agama, karena puasa merupakan salah satu jenis ibadah yang paling kuat dan sarana terbaik dalam proses pendidikan. Informasi tentang ini dapat kita peroleh dari Al-Quran. Seorang Mukmin, dengan puasanya akan diberi pahala yang luas dan tidak terbatas. Sebab, puasa itu dapat diperuntuhkan bagi Allah swt. yang kedermawaan-Nya sangat luas. Menurut Muhammad Abdul, puasa sudah dikenal masyarakat sebelum islam, baik masyarakat beragama atau penyembah berhala. Ia sudah dikenal Mesir Kuno, Yunani, Romawi, dan para penyembah Dewa di India.
Puasa merupakan perintah Allah swt yang harus kita jalani dengan baik. Jangan jadikan puasa hanya sebagai ajang melepas kewajiban tetapi tanamkanlah dalam diri kita bahwa hal itu sebagai kebutuhan kita yang akan kita raih kenikmatan di dunia maupun di akhirat.
Kita tidak akan memahami tentang puasa kalau kita tidak mengetahui definisi puasa, dasar hukum puasa, dan keutamaan atau hikmah puasa tersebut.
B.  Rumusan masalah
1.      Apa Definisi Puasa tersebut ?
2.      Apa Dasar hukum Puasa tersebut ?
3.      Bagaimana Keutamaan dan Hikmah puasa tersebut ?

C.    Tujuan  Penulisan
1.      Untuk mengetahui definisi puasa itu sendiri.
2.      Untuk mengetahui dasar hukum puasa.
3.      Untuk mengetahui keutamaan dan hikmah puasa.
D.    Manfaat Penulisan
Dengan materi puasa ini kita dapat lebih meningkatkan ketakwaan kepada Allah swt. serta dapat kita aplikasikan nilai-nilai yang terkandung dalam puasa tersebut.














BAB II
PEMBAHASAN
A.  Definisi Puasa
Shiyam menurut lughah, ialah menahan diri[1]. Dalam pengertian lain, puasa secara bahasa adalah terjemahan dari bahasa Arab, shaum, ia memiliki arti dasar imsak ‘an al-kalam wa al kaff ala syaiin “menahan sesuatu” atau meninggalkannya”, “tidak melakukannya”. Al-Quran menggambarkan pengertian ini melalui lisan Nabi Zakariya ‘alaihi as-salam:
اِنِّيْ نَذَرْتُ لِلرَّحْمَنِ صَوْمًا فَلَنْ اُكَلَّمَ الْيَوْمَ اِنْسِيَّا {مَرْيَمَ: 26}.
“Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan yang Maha Pemurah, maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusia pun pada hari ini”.  (QS.Maryam: 26).
Ar-Raghib dalam Mufradat al-Quran berkata: “Shaum adalah menahan melakukan sesuatu, baik makan, berbicara, atau berjalan”. Oleh karena itu, kuda yang tidak mau bergerak atau berjalan dikatakan Shiyam. Sedangkan Al-Baidhawi mengartikan Shaum sebagai “imsak ‘an al-kalam ma’a as-shiyam ‘an as-syahawat az-zauziyyah wa as-syarab wa at-tha’am”. Menurut Abu Ubaidah yang mengutip beberapa ahli bahasa, bahwa setiap orang yang menahan dari makan, berbicara dan berjalan adalah orang yang berpuasa[2]. Atau menahan diri dari makan, minum, dan

ijma’ dari terbit fajar sampai terbenam matahari, karena mengharap pahala Allah swt[3].
Allah swt. Memerintahkan para muslimin yang telah sampai umur serta sanggup, baik laki-laki maupun perempuan, baik tua maupun muda, mengerjakan puasa di bulan Ramadhan yang dipandang sebagai bulan latihan jiwa manusia[4].
Adapun menurut syara’, puasa berarti menahan diri dari hal-hal yang membatalkannya dengan niat yang dilakukan oleh orang bersangkutan pada siang hari, mulai terbit fajar sampai terbenam matahari. Dengan kata lain, puasa adalah menahan diri dari perbuatan yang berupa dua macam syahwat (syahwat perut dan syahwat kemaluan). Serta menahan diri dari segala sesuatu agar tidak masuk perut, seperti obat atau sejenisnya. Hal itu dilakukan pada waktu yang telah ditentukan, yaitu semenjak terbit fajar kedua (fajar shadiq) sampai terbenam matahari, oleh orang tertentu yang berhak melakukannya, yaitu orang Muslim, berakal, tidak sedang haid, dan tidak sedang nifas. Puasa harus dilakukan dengan niat; yakni bertekad dalm hati untuk mewujudkan perbuatan itu secara pasti, tidak ragu-ragu. Tujuan niat adalah membedakan antara perbuatan ibadah dan perbuatan yang telah menjadi kebiasaan[5].
Shaum menurut istilah  adalah menahan dari aktivitas makan, minum dan mendekati wanita sejak fajar sampai Maghrib dengan penuh keikhlasan kepada Allah,

serta mempersiapkan diri untuk senantiasa bertakwa dan mengendalikan keinginan syahwat[6].


















B.  Dasar Hukum Puasa
Puasa Ramadhan diwajibkan pada bulan Sya’ban tahun kedua Hijrah. Nabi Muhammad SAW mengerjakan puasa Ramadhan hanya sebanyak sembilan kali, delapan kali dikerjakan selama sebulan kurang (29 hari), sedangkan yang genap 30 hari hanya sekali.
1.      Al-Quran
يَاَيُّهَا الَّذِيْنَ اَمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ. {الْبَقَرَة: 183}
“hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa (yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu” (QS. Al-Baqarah:183).
2.      As-Sunnah
بُنِيَ اْلاِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ:شَهَادَةُاَنْ لَااِلَهَ اِلَّااللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ وَاِقَامُ الصَّلَاةِ وَاِيْتَاءُالذَّكَاةِ وَصَوْمُ رَمَضَانَ وحِخُّ الْبَيْتِ مَنِ اِسْتَطَاعَ اِلَيْهِ سَبِيْلَا.
“Islam dibangun atas lima dasar: bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah, Muhammad sebagai hamba dan Rasul-Nya, melaksanakan shalat, memberikan zakat, puasa Ramadhan dan menunaikan haji d baitullah”. (HR.Muslim).
3.      Ijma
Kaum muslim dari semua mazhab dan golongan sejak periode Nabi saw hingga hari ini telah sepakat atas wajibnya puasa Ramadhan, yakni  fardhu aini atas

tiap-tiap muslim mukallaf tanpa kecuali, baik jaman dahulu, sekarang, atau masa yang akan datang[7].



















C.    Keutamaan dan Hikmah Puasa
Di balik ibadah yang diwajibkan kepada manusia, pasti ada hikmah dan manfaat. Hanya saja hikmah tersebut kadang dapat diketahui dan kadang tidak diketahui. Begitu pula dengan ibadah puasa, para ilmuwan, baik dalam bidang agama, akhlak maupun terapan, seperti kedokteran, telah berupaya menafsirkan hikmah tersebut. Penafsiran mereka dapat saja sesuai, namun sebaliknya dapat juga tidak sesuai dengan yang dituju dan dimaksud oleh Sang Pembuat Hukum, Allah SWT. Namun, yang jelas, Allah telah menggambarkan hikmah puasa ini dalam firman-Nya:
وَاَنْ تَصُوْ مُوْا خَيْرٌ لَّكُمْ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ. {الْبَقَرَة: 184}.
“Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui” (QS.Al-Baqarah:184).
Di antara hikmah dan keutamaan puasa adalah sebagai berikut[8]:
1.      Menumbuhkan Kesamaan Status Sosial antara Orang Fakir dan Orang Kaya
Puasa, khususnya Ramadhan, mendidik umat bahwa status mereka adalah sama di hadapan Tuhan. Orang kaya, walaupun dia mampu untuk membeli makanan dan apa saja yang dibutuhkannya, tetapi dia tidak dapat seenaknya menyalahi perintah Tuhan. Dengan puasa, perintah dan larangan bersifat menyeluruh, sehingga orang-orang kaya dan mampu akan merasakan apa yang diderita oleh orang-orang fakir dan miskin, Ibn Qasyyim pernah berkata: “puasa dapat mengingatkan orang-orang kaya akan penderitaan dan kelaparan yang dilanda orang-orang miskin”.

2.      Mengajarkan Keteraturan dan Kedisiplinan, Sabar, dan Penuh Rasa Sayang serta Cinta
Puasa mendidik umat disiplin terhadap berbagai peraturan. Bagaimana kedudukan dan pangkat seseorang, dia harus tunduk pada peraturan yang berlaku. Sejak terbit fajar sampai terbenanm matahari, umat dididik untuk disiplin berbakti hanya kepada Allah. Walaupun dia dapat saja makan dan minum, bahkan berhubungan seks tanpa diketahui oleh orang lain, tetapi puasa mengajarkan dia kejujuran dan pengabdian sepenuhnya hanya kepada Allah.
Puasa juga mendidik umat untuk memiliki sifat sabar. Menurut hadits nabi, As-Shaum nisfu as-Shabr. Sabar di sini dalam berbagai bidang; sabar dalam beribadah, tidak tergoda oleh sifat-sifat buruk dan menjauhi kemaksiatan. “As-Shiyam junnah wa huwa hisnun min husun al-mukmin” (puasa adalah perisai, dia menjadi salah satu pelindung orang Mukmin). (HR.Thabrani).
Selain itu, puasa juga menumbuhkan sifat sayang dan cinta sesama manusia. Puasa mengajak manusia pada tarahhum, muwasah, dan ta’athuf antar individu. Nabi pernah bersabda: man fatthara shaiman... dan seterusnya. Puasa menuntun umat memiliki solidaritas sosial, peka terhadap apa yang terjadi pada saudaranya, sehingga dia mau mengulurkan tangan membantu saudaranya yang kesusahan, menghibur saudaranya yang sedih, memberikan harapan kepada yang putus asa.

3.      Menyehatkan Badan
Penelitian kedokteran menetapkan bahwa berlebih-lebihan dalam mengonsumsi makanan bisa berakibat fatal. Karena makanan yang berlebihan itu akan menyebabkan berbagai penyakit, seperti jantung dan pembuluh darah. Tak ada jalan lain untuk mengantisipasi penyakit tersebut adalah dengan menghadang penyebab dan gejala-gejalanya. Lapar pada saat tertentu menjadi keharusan, agar proses pencernaan bagian dalam tubuh dapat bergerak membasmi sel-sel berbahaya. Dengan begitu, fisik menjadi normal kembali setelah terjadinya pembentukan sel-sel baru dan yang sehat dan kuat.
Puasa dapat memberi ruang terbuka bagi perut dan usus untuk menyaring makanan. Kekosongan keduanya dapat meredahkan aktivitas-aktivitas yang menyebabkan kotoran dan racun. Kondisi seperti ini mampu memberi ruang yang tetap untuk mengobati luka-luka dengan adanya selaput lendir. Kemudian daya seraf itu terhenti dari usus. Pada akhirnya asaam amonia tidak sampai jantung, glukosa atau zat garam.
Penemuan medis telah membuktikan bahwa puasa dapat menyembuhkan penyakit jantung, kencing manis, penyakit kulit, dan mengurangi kadar kolestrol. Penemuan-penemuan inilah yang disyaratkan oleh nabi muhammad saw dalam sabdanya:
صَوْمُوْا تَصِحُوْا.
“berpuasalah kamu, niscaya kalian akan sehat”.

4.      Menekan dan Mengendalikan Nafsu Seks
Sudah menjadi kesepakatan ulama bahwa gharizah jinsiyyah atau naluri seksual termaksud senjata setan yang paling berbahaya dalam membujuk dan menjerumuskan manusia. Maka dengan puasa yang penuh keteraturan akan dapat menurunkan tensi seks secara baik. Oleh karena itu, nabi Muhammad saw. menganjurkan kepada pemuda yang belum mampu menikah agar puasa sebagai obat dan peredam tensi seksual.
يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ البَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَاِنَّهُ اَغَضُّ لِلبَصَرِ وَاَحْصَنُ لِلفَرْجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَاِنَّهُ لَهُ وِجَاءُ.
“Wahai para pemuda barang siapa di antara kalian yang mampu menikah maka menikahlah dikarenakan dengan menikah dapat menunduhkan pandangan dan menjaga kemaluan dan barang siapa yang tidak bisa menikah maka baginya untuk berpuasa hal itu sebagai tameng baginya.
5.      Mewujudkan Penghambaan Sejati kepada Allah
Hal yang paling penting dari hikmah puasa terlepas dari faedah-faedah diatas adalah mewujudkan penghambaan dan ketakwaan manusia kepada Allah swt. hal ini sangat jelas tertera dalam fiman Allah dalam penghujung ayat 183 surah Al-Baqarah: “la’lakum tattaqum” (agar kalian bertakwa). Orang yang berpuasa dengan niat ingin sehat saja, maka dia tidak disebut beribadah kepada Allah. Tetapi jika dia niat puasa dengan niat karena Allah dan

sekaligus ingin sehat, maka dia akan meraih dua keuntungan; keuntungan pahala beribadah dan keuntungan mendapatkan kesehatan.




















BAB III
PENUTUP
A.  Simpulan
1.    Shiyam menurut lughah, ialah menahan diri. Sedangkan menurut istilah puasa adalah menahan dari aktivitas makan, minum dan mendekati wanita sejak fajar sampai Maghrib dengan penuh keikhlasan kepada Allah, serta mempersiapkan diri untuk senantiasa bertakwa dan mengendalikan keinginan syahwat.
2.      Dasar hukum puasa;
a.       Al-Quran.
b.      As-Sunnah.
c.       Ijma.
3.      Keutamaan dan hikmah puasa:
a.       Menumbuhkan kesamaan status sosial antara fakir dan orang kaya.
b.      Mengajarkan keteraturan dan kedisiplinan, sabar, dan penuh rasa sayang dan cinta.
c.       Menyehatkan badan.
d.      Menekan dan mengendalikan nafsu seks.
e.       Mewujudkan penghambaan sejati kepada Allah.
B.     Saran
Semoga dengan eksistensi makalah ini dapat di jadikan sebagai rujukan dan menambah pengetahuan kita tentang puasa.

DAFTAR PUSTAKA
Al-Zuhayly Wahbah. Puasa dan Itikaf. Cet. II. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 1996.
Hasbiyallah. Fiqh dan Ushul Fiqh. Cet. I. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2013.
Shiddieqy Ash Hasbi Muhammad Teungku. Kuliah Ibadah: Ibadah Ditinjau dari Segi Hukum dan Hikmah. Cet. I. Semarang: PT Pustaka Rizki Putra. 2000.



[1] Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Kuliah Ibadah; Ibadah Ditinjau dari Segi Hukum dan Hikmah (Cet. I; Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2000), h. 201
[2] Hasbiyallah, Fiqh dan Ushul Fiqh; Metode Istinbath dan Istidlal (Cet. I; Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2013), h.215
[3] Ibid.
[4] Ibid.
[5] Wahbah Al-Zuhayly, Puasa dan Itikaf ( Cet. II; Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1996), h. 84
[6] Ibid, h. 216.
[7] Ibid, h.221.
[8] Ibid, 218.

Tidak ada komentar: