Senin, 23 Juni 2014

PENILAIAN YANG TEPAT


Aku adalah seorang gadis berumur 25 tahun. Setelah lulus perguruan tinggi, seorang pria yang berumur 6 tahun lebih tua dariku dan bekerja di luar negeri datang melamar, padahal kami belum pernah bertemu sebelumnya. Kami hanya bertemu untuk pertama kalinya di rumah ketika ia hendak meminangku. Anehnya, kami berdua merasa ada kecocokan hati sejak pertama kali bertemu.
Proses pelamaran pun selesai dengan kesepakatan, ia akan kembali dari tempatnya bekerja setahun kemudian untuk melangsungkan akad nikah. Dalam setahun, kedekatan kami semakin intim lewat surat atau telepon.
Mendekati akhir setahun kepulangannya, ia mengeluh sakit namun ia tetap menahannya hingga kembali ke mesir. Setibanya di Mesir, ia memeriksakan diri ke beberapa dokter. Tanpa mengenal kasihan, sang dokter menyampaikan kondisi kesehatannyayang sebenarnya. Bahkan, ia menyatakan bahwa umurnya tidak akan lebih dari 6 bulan.
Mendengar ucapan dokter itu, calon suamiku menerimanya dan beelapang dada takdir tuhan yang menimpanya. Namun, ia tidak berhenti sampai di situ. Ia kemudian berobat ke dokter lain yang kemudian bisa menenangkan jiwanya. Dokter itu lalu memulai mengobati dan mengoperasinya untuk mengangkat tumor ganas yang bersarang di tubuhnya. Setelah operasi dan keluarganya mengetahui kenyataan tersebut, mereka memutuskan untuk membatalkan pinangannya. Padahal, aku masih ingin mempertahankan hubungan kami. Apalagi, ia adalah sosok pria beragama dan berakhlak mulia. Lagi pula, ia tidak bisa berbuat apa-apa terhadap takdir buruk yang menimpanya.
Aku kemudian mencoba menyarankan caclon suamiku agar terus berobat dan disinar dengan sinar radiasi. Alhamdulillah,semua proses pengobatan dijalaninya dengan selamat dan terwujud tujuannya. Namun, keluargaku kembalai bersikukuh untuk membatalkan pinangan tersebut, karena takut terjadi suatu yang tidak diinginkan. Pembicaraan di rumah kami terfokus pada hidup dan mati, serta dampak sinar radiasi tersebut terhadap kesembuhan, sedangkan aku belum mampu mengubah sikap keluargaku. Padahal, aku berkeyakinan kuat bahwa segala sesuatu terjadi hanya atas kehendak Allah. Betapa banyak orang yang sehat wal afiat meninggal dunia tiba-tiba, dan banyak orang sakit yang diprediksi tidak akan bertahan hidup lama namun mampu hidup lebih lama hingga bertemu Tuhannya di masa tua.
Akhirnya, aku tidak mampu membendung tekanan keluarga untuk mengakhiri dan membatalkan pinangan tersebut, kemudian calon suamiku kembali ke tmepat kerjanya luar negeri. Selama setahun penuh, keluarga berupaya untuk mencari calon suami baru, sedang aku masih menjalin hubungan baik dengan adik calon suamiku untuk menenangkan dirinya dan menyampaikan kepadanya tentang usahaku meluluhkan hari keluarga.
Setahun kemudian ia kembali ke Mesir, aku pun berusaha menghubungiuntuk kedua kalinya. Ia lalu berusaha maju untuk  kedua kalinya dan membuktikan kepada keluarga hasil diagnosa dan pernyataan dokter tentang  kesembuhannya. Ia  dan aku berusaha tanpa kenal lelah selama beberapa bulan hingga akhirnya keluargaku setuju menikahkan kami.
Sekian lama waktu yang terbuang tidak kami sia-siakan, kami pun melangsungkan akad nikah. setelah 15 bulan menikah, sekarang kami berada di puncak kebahagian. berkat karunia Allah, kami dapat menziarahi Baitullah dan hanya Allah yang mengetahui dalamnya cintaku kepada suami dan betapa bahagianya aku hidup bersamanya, dan begitu juga dirinya. Sekarang genap 3 tahun usia operasi yang pernah ia jalani, alhamdulillah,ia tiak pernah merasa sakit atau letih.
Aku ingin menyampaikan kepada saudaraku yang mengalami pengalaman serupa, jangan pernah menoleh ke belakang dan ragu untuk menikah. Anda harus berkta terus-terang tentang penyakit yang pernah Anda derita kepada orang yang hendak Anda lamar. Jangan pernah menyembunyikan sesuatu pun darinya. Anda cukup menjatuhkan pilhan kepada calon pasangan yang memahami agama dan berakhlak mulia, agar Anda selalu berda dalam lindungan Allah dan dapat menilai Anda dengan benar, serta tidak terzhalimi dengan hal-hal yang tidak ada kaitannya dengan Anda. Akhirnya, jangan lupa untuk memohon kepda Allah agar dikaruniai pasangan yang shalihah dan diberikan nikmat kesehatan serta kebahagian kepada semua pihak, insya Allah.

Referensi:
Muthawi Wahab Abdul. 2005. Bunga yang Hilang. Jakarta: Najla Press.



Tidak ada komentar: