KATA PENGANTAR
Puji
syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa melimpahkan
rahmat dan ridho-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah mata kuliah Bahasa Indonesia yang
berjudul “Kalimat Tunggal.”
Shalawat serta salam tetap tercurah kepada Nabi besar
Muhammad SAW. Yang mana
beliau telah memberikan kita petunjuk kepada jalan yang benar.
Tak
lupa, kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu selaku Dosen kami dalam
pembelajaran mata kuliah bahasa Indonesia, juga kepada semua teman-teman yang
telah memberikan dukungan kepada kami dalam menyelesaikan makalah ini.
Harapan
terdalam kami, semoga penyusunan makalah ini bisa bermanfaat bagi kita semua
serta menjadi tambahan informasi mengenai
“Kalimat Tunggal” bagi para pembaca.
Kami
menyadari jika dalam menyusun makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, dengan hati yang terbuka kritik serta saran yang konstruktif guna
kesempurnaan makalah ini.
Demikian
makalah ini kami susun, apabila ada kata-kata yang kurang berkenan dan banyak
terdapat kekurangan, kami mohon maaf yang sebesar-besarnya. Dan hanya kepada Allahlah kita berlindung dan
mengharapkan taufiq serta hidayahnya. Amin Ya Rabbal Almin....
Wallahul
Muwafieq ilaa Aqwamith Thorieq
Wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Watampone,
04 April 2014
Penyusun
DAFTAR
ISI
HALAMAN
SAMPUL
KATA
PENGANTAR.......................................................................................................... ...... i
DAFTAR
ISI......................................................................................................................... ...... ii
BAB I
PENDAHULUAN..................................................................................................... ...... 1
A.
Latar Belakang Masalah...................................................................................................... 1
B.
Rumusan Masalah............................................................................................................... 2
C.
Tujuan Penulisan................................................................................................................. 2
BAB
II PEMBAHASAN...................................................................................................... ...... 3
A.
Pengertian Kalimat Tunggal................................................................................................. 3
B.
Pola-pola Pembentukan Kalimat
Tunggal............................................................................. 3
C.
Perluasan Kalimat Tunggal.................................................................................................. 9
BAB
III PENUTUP.............................................................................................................. ...... 11
A.
Kesimpulan......................................................................................................................... 11
B.
Saran.................................................................................................................................. 11
DAFTAR
PUSTAKA............................................................................................................ ...... 12
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bahasa Indonesia adalah bahasa yang
terpenting di kawasan republik kita. Pentingnya peranan bahasa itu antara lain
bersumber pada ikrar ketiga Sumpah Pemuda 1928 yang berbunyi: “Kami putra
dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia” dan pada
Undang-Undang Dasar kita yang di dalamnya tercantum pasal khusus yang
menyatakan bahwa “Bahasa negara ialah bahasa Indonesia”. Namun, di
samping itu masih ada beberapa alasan lain mengapa bahasa Indonesia menduduki
tempat yang terkemuka di antara beratus-ratus Bahasa Nusantara yang
masing-masing amat penting bagi penuturnya sebagai bahasa Ibu.
Kalimat adalah bagian terkecil ujuran
atau teks (wacana) yang mengungkapkan pikiran yang utuh secara ketatabahasaan.
Dalam wujud lisan kalimat diiringi oleh alunan titinda, disela oleh jeda,
diakhiri oleh intonasi selesai, dan diikuti oleh kesenyapan yang memustahilkan
adanya perpaduan atau asimilasi bunyi. Dalam wujud tulisan berhuruf Latin,
kalimat dimulai dengan huruf Kapital dan diakhiri dengan tanda titik, tanda
tanya, atau tanda seru; dan sementara itu disertakan pula di dalamnya berbagai
tanda baca yang berupa spasi atau ruang kosong, koma, titik koma, titik dua,
dan atau sepasang garis pendek yang mengapit bentuk tertentu. Tanda titik (.),
tanda tanya (?), dan tanda seru (!) sepadan dengan intonasi selesai, sedangkan
tanda baca lainya sepadan dengan jeda. Adapun kesenyapan diwujudkan sebagai
ruang kosong setelah tanda titik, tanda tanya, dan tanda perintah dan ruang
kosong sebelum huruf kapital permulaan.
Alunan titik nada, pada kebanyakan hal, tidak ada padamnya dalam bentuk
tertulis.
Sekurang-kurangnya kalimat dalam ragam
resmi, baik lisan maupun tertulis, harus memiliki subjek (S) dan predikat (P).
Kalau tidak memiliki unsur subjek dan unsur predikat,
pernyataan itu bukanlah kalimat. Deretan kata yang seperti
itu hanya dapat disebut sebagai frasa. Inilah yang membedakan kalimat
dengan frasa.
Kita tidak akan memahami tentang
kalimat tunggal, kalau kita tidak mempelajari pengertian kalimat tunggal,
pola-pola pembentukan kalimat tunggal dan perluasan kalimat tunggal, yaitu
sebagai pengantar untuk memahami kalimat tunggal secara sempurna.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari latar
belakang masalah di atas:
1. Apa pengertian kalimat tunggal ?
2. Bagaimana pola-pola pembentukan kalimat tunggal ?
3. Bagaimana cara memperluas kalimat tunggal ?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian kalimat tunggal.
2. Untuk mengetahui pola-pola pembentukan kalimat tunggal.
3. Untuk mengetahui cara memperluas kalimat tunggal.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kalimat Tunggal
Kalimat tunggal adalah yang terdiri
atas satu klausa. Hal itu berarti bahwa konstituen untuk tiap unsur kalimat
seperti subjek dan predikat hanyalah satu atau merupakan satu kesatuan. Dalam kalimat
tunggal tentu saja terdapat semua unsur inti yang diperlukan. Di samping itu,
tidak mustahil ada unsur yang bukan inti seperti keterangan tempat, waktu, dan
alat. Dengan demikian , maka kalimat tunggal tidak selalu dalam wujud yang
pendek, tetapi dapat pula dalam wujud yang panjang. Pada hakikatnya, kalau
dilihat dari unsur-unsurnya, kalimat-kalimat yang panjang-panjang dalam bahasa
Indonesia dapat dikembalikan kepada kalimat-kalimat dasar yang sederhana.
Kalimat-kalimat tunggal yang sederhana itu terdiri atas satu subjek dan satu
predikat. Sehubungan dengan itu, kalimat-kalimat yang panjang itu dapat pula
ditelusuri pola-pola pembentukannya. Pola-pola itulah yang dimaksud dengan pola
kalimat dasar.
B. Pola-pola Pembentukan Kalimat Tunggal
1. Kalimat Berpredikat Nominal
Dalam bahasa Indonesia, ada jenis
kalimat yang berpredikatnya terdiri atas nomina (termasuk Pronomina) atau frasa
nominal. Dengan demikian, kedua nomina atau frasa nominal yang sejajarkan dapat
membentuk kalimat asalkan syarat untuk subjek dan predikat terpenuhi. Syarat
untuk kedua unsur itu penting karena tidak dipenuhi, nomina tadi tidak akan
membentuk kalimat. Perhatikan contoh berikut!
1. Buku cetakan Bandung itu ....
2. Buku itu cetakan Bandung....
Urutan kata seperti pada nomor (1)
membentuk satu frasa dan bukan berupa kalimat karena cetakan Bandung itu merupakan
pewatas bukan predikat. Sebaliknya, urutan pada nomor (2) membentuk
kalimat karena penanda batas frasa itu memisahkan kalimat menjadi dua frasa
nominal dengan cetakan bandung sebagai predikat. Kalimat yang predikatnya
nominal, kerap kali dinamakan kalimat persamaan atau kalimat ekuatif. Kalimat
ekuatif nominal, frasa nominal yang pertama itu subjek, sedangkan yang kedua
predikat. Akan tetapi, jika frasa nominal pertama dibubuhi partikel-lah,
frasa nominal pertama itu predikat, sedangkan frasa nominal kedua menjadi
subjek. Perhatikan contoh berikut!
1. a. Dia guru saya.
b. Dialah guru saya.
2. a. Orang itu pencurinya.
b. orang itulah pencurinya.
Pada contoh (1a) dan (2a) subjek
tiap-tiap contoh tersebut adalah dia dan orang itu. pada contoh
(1b) dan (2b) justru sebaliknya, dialah dan orang itulah tidak
lagi berfungsi sebagai subjek, tetapi sebagai predikat. Hal itu disebabkan oleh
kenyataan bahwa dalam struktur bahasa Indonesia, secara keseluruhan, partikel-lah
umumnya menandai predikat.
2. Kalimat Berpredikat Verbal
Seperti kita ketahui, bahwa ada
bermacam-macam verba yang tiap-tiap verba memengaruhi jenis kalimat yang
menggunakannya. Kita mengenal adanya verba taktransitif, semitransitif, dan
transitif. Verba transitif dibagi lagi menjadi ekatransitif (atau
monotransitif) dan dwitransitif. Akan tetapi, kalimat yang berpredikat verba
hanya dibagi menjadi tiga macam, yaitu
a. kalimat taktransitif
Kalimat yang tidak berobjek dan tidak
berpelengkap hanya memiliki dua unsur fungsi wajib, yakni subjek dan predikat.
Pada umumnya, urutan katanya adalah subjek-predikat. sebagai contoh:
1. a. Bu camat sedang berbelanja.
b. pak Halim belum datang.
c. Mereka mendarat (di tanah yang tidak sehat).
d. Dia berjalan (dengan tongkat).
e. kami (biasanya) berenang (hari Minggu pagi).
f. padinya menguning.
Berdasarkan contoh tersebut tampak pula
bahwa verba yang berfungsi sebagai predikat dalam tipe kalimat itu ada yang
berprefiks ber- ada pula yang berprefiks meng-. Dari segi
sematisnya, verba tersebut ada yang bermakna inheren proses (seperti menguning)
dan banyak pula yang bermakna inheren perbuatan (seperti berbelanja,
datang, dan mendarat). Karena predikat dalam kalimat tidak berobjek dan
tidak berpelengkap itu adalah verba taktransitif, kalimat seperti itu dinamakan
kalimat taktransitif.
b. Kalimat Ekatransitif
Kalimat yang berobjek dan tidak
berpelengkap mempunyai tiga unsur wajib, yakni subjek, predikat, dan objek.
Predikat dalam kalimat ekatransitif adalah verba yang digolongkan dalam
kelompok verba ekatransitif. Karena itu, kalimat seperti itu disebut pula
kalimat ekatransitif. Dari segi makna, semua verba ekatransitif memiliki makna inheren
perbuatan. Berikut ini adalah
beberapa contoh kalimat ekatransitif.
1. a. Pemerintah akan memasok semua kebutuhan lebaran.
b. Presiden merestui pembentukan panitia pemilihan
umum.
Verba predikat pada tiap-tiap kalimat
tersebut adalah akan memasak, merestui. Disebelah kiri tiap-tiap verba
itu berdiri subjeknya dan di sebelah kanan objeknya. Dalam kalimat aktif urutan
kata dalam kalimat ekatransitif adalah subjek, predikat, dan objek.
c. Kalimat Dwitransitif
Telah kita ketahui, bahwa ada verba
transitif dalam bahasa Indonesia yang secara semantis mengungkapkan hubungan
tiga maujud. Dalam bentuk aktif, tiap-tiap maujud itu merupakan subjek, objek,
dan pelengkap. Verba itu dinamakan verba dwitransitif. Perhatikan kalimat
berikut!
1)
a. Ida sedang mencari pekerjaan.
b. Ida sedang mencarikan pekerjaan.
c. Ida sedang mencarikan adiknya pekerjaan.
Dari kalimat (1a) kita ketahui
bahwa yang memerlukan pekerjaan adalah Ida. Dengan ditambahkannya sufiks-kan
pada verba dalam kalimat (1b), kita rasakan adanya perbedaan makna,
yaitu yang melakukan perbuatan “mencari” memang Ida, tetapi
pekerjaan itu bukan untuk dia sendiri, meskipun tidak disebut siapa orangnya.
Pada kalimat (1c), orang itu secara eksplisit disebutkan , yakni
adiknya. Pada kalimat (1c), kita lihat ada dua nomina yang terletak di
belakang verba dalam predikat. kedua nomina itu berfungsi sebagai objek dan
pelengkap.
3. Kalimat Berpredikat
Adjektival
Predikat kalimat dalam bahasa Indonesia
dapat pula berupa adjektival atau frasa adjektival seperti terlihat pada contoh
berikut.
1. a. Ayahnya sakit.
b. Pernyataan orang itu benar.
c. Alasan para pengunjuk rasa agak aneh.
Pada ketiga contoh tersebut, tiap-tiap
subjek kalimatnya adalah ayahnya, pernyataan orang itu, dan para
pengunjuk rasa, sedangkan predikatnya adalah sakit, benar, dan agak
aneh. Kalimat yang predikatnya adjektival sering juga dinamakan kalimat
statif. Kalimat statif kadang-kadang memanfaatkan verba adalah untuk
memisahkan subjek dan predikatnya. Hal itu dilakukan apabila subjek, predikat,
atau kedua-duanya panjang. Perhatikan contoh berikut!
1. a. Pernyataan kedua gabungan koperasi itu adalah tidak
benar.
2. b. Gerakan badannya pada tarian yang pertama adalah
anggun dan mempesona.
4. kalimat Berpredikat Numeral
Selain macam-macam kalimat yang predikatnya
berupa frasa verbal, adjektival, dan nominal yang telah dibicarakan , ada pula
kalimat dalam bahasa Indonesia yang predikatnya berupa frasa numeral, seperti
yang tampak contoh berikut.
1.
a. Anaknya banyak.
b. Uangnya
hanya sedikit.
2.
a. Istrinya dua (orang)
b. Lebar sungai
itu lebih dari dua ratus meter.
Pada contoh tersebut tampak bahwa
predikat yang berupa numeralia (kata bilangan) tidak tentu (banyak dan sedikit) tidak dapat diikuti kata
penggolong, sedangkan predikat yang berupa numeralia tentu dapat diikuti
penggolong, seperti orang pada contoh (2a) dan wajib diikuti
ukuran seperti meter contoh (2b).
5. Kalimat Berpredikat Frasa
Preposisional
Predikat kalimat dalam bahasa Indonesia dapat pula
berupa frasa preposisional. perhatikan contoh berikut!
1.
a. Ibu sedang ke
pasar.
b. Mereka ke rumah
kemarin.
2.
a. Ayah di dalam
kamar.
b. Anak itu sedang
di sekolah.
Perlu dicatat, bahwa tidak semua
preposisi dapat menjadi predikat kalimat. Kalimat-kalimat berikut terasa
janggal bila tidak disertai verba.
1. a. * Ia dengan ibunya.
b. * Rumah makan sepanjang malam.
c. * Pembicaraan mengenai reformasi.
d. * Buku itu kepada saya.
C. Perluasan Kalimat Tunggal
Kalimat
1, mahasiswa berdiskusi dapat diperluas menjadi kalimat.
Mahasiswa semester III sedang
berdiskusi di aula.
S P
K
Perluasan kalimat itu adalah hasil
perluasan subjek mahasiswa dengan semester III. Perluasan
predikat berdiskusi dengan sedang, dengan menambah keterangan
tempat di akhir kalimat.
Kalimat 2, yaitu “Rustam
peneliti” dapat di perluas menjadi
Rutam, anak Pak Camat, adalah seorang
peneliti.
S P
Dalam kalimat 2 ini, antara subjek dan
predikat dapat disimpulkan disisipkan kata adalah sebagai pengantar
predikat.
Memperluas kalimat tunggal tidak hanya
terbatas seperti contoh di atas. Tidak tertutup kemungkinan kalimat tunggal
seperti itu diperluas menjadi dua puluh kata atau lebih.
Pemerluas kalimat itu, antara lain,
terdiri atas
1. Keterangan tempat, seperti di sini, dalam ruangan tertutup ,
lewat Yogyakarta, dalam republik itu,
dan sekeliling kota;
2. Keterangan waktu, seperti setiap hari, pada pukul 19.00,
tahun depan, kemarin sore, dan minggu kedua bulan ini;
3. Keterangan alat, seperti dengan linggis, dengan undang-undang
itu, dengan sendok dan garpu, dengan wesel pos, dan dengan cek;
4. Keterangan modalitas, seperti harus, barangkali, seyogyanya,
sesungguhnya, dan sepatutya;
5. Keterangan cara, seperti dengan hati-hati, seenaknya saja,
selekas mungkin, dan dengan tergesa-gesa;
6. Keterangan aspek, seperti akan, sedang, sudah dan telah;
7. Keterangan tujuan, seperti agar bahagia, supaya tertib, untuk
anaknya, dan bagi kita;
8. Keterangan sebab, seperti karena tekun, sebab berkuasa, dan
lantaran panik;
9. Frasa yang, seperti mahasiswa yang IP-nya 3 ke atas, para atlet
yang sudah menyelesaikan latihan, dan pemimpin yang memperhatikan
rakyatnya;
10. Keterangan aposisi, yaitu keterangan yang sifatnya saling
menggantikan, seperti penerima Kalpataru, Abdul Rozak, atau Gubernur
DKI Jakarta, Fauzi Bowo.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.
Kalimat tunggal adalah
kalimat yang terdiri atas satu subjek dan satu predikat. Hal itu berarti, bahwa
konstituen untuk setiap unsur kalimat, seperti subjek dan predikat, tetap
merupakan satu kesatuan.
2.
Pola pembentukan kalimat
tunggal dapat dibedakan menjadi lima bagian, yaitu kalimat (1) kalimat
yang predikatnya nominal/benda (KB+KK), kalimat (2) kalimat yang
predikatnya verbal/kerja (KB+KK), kalimat (3) kalimat yang predikatnya
adjektival/sifat (KB+KS), kalimat (4) kalimat yang predikatnya
numeral/bilangan (KB+Kbil), dan kalimat yang predikatnya preposisi/kata depan
(KB+Kdep).
Kalimat yang
predikatnya verbal/kerja dapat dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu verba
transitif, verba ekatransitif, dan verba dwitransitif.
3.
Perluasan kalimat tunggal
dapat dilakukan dengan mengembangkan subjek inti dan predikat inti kalimat.
Subjek inti kalimat dapat diperluas dengan atributif (keterangan) dan aposisi (keterangan
pengganti).
B. Saran
Dengan makalah yang kami buat, semoga
dapat membantu dalam proses belajar mengajar dalam ruangan dengan mata kuliah
bahasa Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin Zainal, Tasai Amran. 2008. Cermat Berbahasa
Indonesia. Jakarta: Akademika Pressido.
Depertemen Pendidikan dan kebudayaan. 1997. Tata
Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Balai Pustaka.
Putrayasa Bagus Ida. 2006. Tata Kalimat Bahasa
Indonesia. Bandung: PT Refika Aditama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar