Filsafat Patah Hati
Anda ingin tahu
bagaimana seorang mahasiswa baru jurusan filsafat menulis surat untuk seorang
gadis yang telah membuatnya patah hati? Begini:
Gua memang harus
bilang terima kasih sama kamu yang sudah ngebuat gua patah hati bahkan
berkali-kali.
Patah hati mungkin buat banyak orang
adalah hal yang menyakitkan. Tapi bagi gua itu adalah karunia tak ternilai,
sebab berarti Tuhan lagi-lagi masih memberikan anugerah cintanya.
Mengenal kamu adalah hal terindah
bagi gua, karena meskipun kamu gak sadar akan hal itu, kamu telah banyak
memberikan inspirasi terhadap hidup gua. Tak hanya di urusan cinta, tetapi
bahkan gua menemukan kembali keseimbangan dalam hidup. Gua sadar, selama ini
gua benar-benar seorang utilitarian penganut setia John Stuart Mill. Tindakan gua hanya berdasarkan
pertimbangan efektivitas dan efisiensi. Tetapi saat berhadapan dengan kamu,
rasionalitas utilitarian tak lagi bisa gua pertahankan. Pendek kata, gua
meluruh dalam emosi cinta yang gua bangun sendiri.
Tadinya gua berpikir ini adalah ilusi
yang gua ciptakan sebagai akibat ketertarikan atas kamu secara seksual. Pikiran
itu mendorong gua untuk kembali membaca psikoanalisis-nya Sigmund Freud (Three Essays on the Theory of
Sexuality). Maka sempat gua menyimpulkan bahwa satu-satunya solusi atas hal ini
adalah dengan mengungkapkan "libido" gua secara vulgar, dan
seharusnya ketika itu terungkapkan, maka pikiran gua bisa bebas dari ilusi
tentang kamu. Tapi nyatanya, kesimpulan itu salah. Ada sesuatu yang lebih dari
hanya "kepanasaran" gua terhadap kamu.
Agak sedikit
melenceng, gua jadi ingat istilah Hannah Arendt (seorang perempuan filsuf yang
pernah pacaran dengan filsuf besar Jerman, Martin Heidegger) bahwa "politik adalah seni
untuk mengabadikan diri manusia". Maka gua kembali berteori bahwa
"perjuangan" yang gua lakukan untuk mendapatkan kamu adalah bagian
dari keinginan setiap manusia untuk mengeksistensikan dirinya. Tiba-tiba gua
merasa menjadi seorang eksistensialis. Bukankah Adam adalah seorang
eksistensialis ketika ingin mendapatkan Hawa?
Sampai di
sini, gua hampir saja menemukan jawaban, bahwa kalau gua memperbanyak pola
eksistensialis semacam ini, hasrat gua terhadap kamu pasti akan semakin menipis.
Tetapi lagi-lagi model ini menemukan jalan buntu. Gua malah semakin cinta sama
kamu. Gua jadi agak frustasi dan hampir saja terdorong untuk membuang semua
teori. Namun bukankah Stephen Hawking mengatakan bahwa semua hal pasti ada
rumusnya? (Theory of Everything)
Kembali gua buka semua catatan dari
filsuf-filsuf besar dunia yang pernah gua baca buku-bukunya. Dari konsep
cartesian-nya Descartes hingga keseimbangan kosmiknya Fritjof Kapra. Dari konsep universalitasnya Kant hingga konsep dialogisnya Habermas. Dari konsep komunitariannya Robert N Bellah hingga pragmatismenya John Dewey.
Dan akhirnya... gua memang tidak
pernah bisa mendapatkan jawabannya... namun tetaplah ada filosofi di balik itu
semua. Gua menemukan sistesis dari semuanya, bahwa cinta adalah hal yang harus
terus dicari oleh manusia. Cinta bukan sebuah konsep fana yang hidup hanya pada
momen-momen romantik seperti akhir cerita buku-buku HC Andersen, tetapi lebih dari itu, cinta adalah
sebuah cita-cita yang dibangun dari pengalaman emosional dan transendental
setiap manusia.
Patah hati adalah ekses dari proses
pencarian cinta. Dan sekali lagi terima kasih Xxx... kamu telah menyingkap
sekian banyak misteri tentang cinta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar