Senin, 23 Maret 2015

asal usul dan pengertian tasawuf



KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa melimpahkan rahmat dan ridho-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah  mata kuliah Ushul Fiqh yang berjudul “Asal Usul dan Pengertian Tasawuf.
Shalawat serta salam tetap tercurah kepada Nabi besar Muhammad SAW. Yang mana beliau telah memberikan kita petunjuk kepada jalan yang benar.
Tak lupa, kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu selaku Dosen kami dalam pembelajaran mata kuliah Akhlak Tasawuf, juga kepada semua teman-teman yang telah memberikan dukungan kepada kami dalam menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari jika dalam menyusun makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, dengan hati yang terbuka kritik serta saran yang konstruktif  guna kesempurnaan makalah ini.
Demikian makalah ini kami susun, apabila ada kata-kata yang kurang berkenan dan banyak terdapat kekurangan, kami mohon maaf yang sebesar-besarnya. Dan hanya kepada Allah-lah kita berlindung dan mengharapkan taufiq serta hidayahnya. Amin Ya Rabbal Almin....
Wallahul Muwafieq ilaa Aqwamith Thorieq
 Wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Watampone, 21 Oktober 2014

Penyusun

DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL                                                                                            
KATA PENGANTAR                                                                                             i
DAFTAR ISI                                                                                                             ii
BAB I PENDAHULUAN                                                                                        1
A.    Latar Belakang Masalah                                                                                  1
B.     Rumusan Masalah                                                                                           1
C.     Tujuan Penulisan                                                                                             2
D.    Manfaat Penulisan                                                                                           2
BAB II PEMBAHASAN                                                                                          3
A.    Asal Usul Tasawuf                                                                                          3
B.     Pengertian Tasawuf                                                                                         7
BAB III PENUTUP                                                                                                  12
A.    Simpulan                                                                                                         12
B.     Saran                                                                                                               13
DAFTAR ISI                                                                                                            






BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Tidak diragukan lagi bahwa setiap langkah mendapatkan ilmu pengetahuan, pasti melalui sesuatu cara tertentu. Cara tertentu dalam dunia ilmu disebut metode. Metode menurut Senn merupakan suatu prosedur atau cara mengetahui sesuatu yang mempunyai langkah-langkah sistematis. Dari hal lahirlah ilmu membicarakan tentang metode yang disebut metodologi. Yakni suatu pengkajian dalam mempelajari peraturan-peraturan dalam metode tersebut. Metodologi ini secara filsafati termasuk di dalamnya apa yang dinamakan epistemologi.
Tasawuf sebagai aspek esoterik Islam, secara epistemologik dalam memperoleh kebenaran dan ilmu memakai intuisi, atau dalam istilah teknisnya memakai dzauq dan wujdan. Apabila intuisi dari pertimbangan tanpa mengambil jalan berfikir logis berdasarkan fakta yang timbul dari sumber yang tidak dikenal atau belum diselidiki, maka dalam tasawuf perolehan intuisi itu tidak terjadi serta merta, tetapi melalui proses panjang dengan apa yang disebut dengan mujahadah dan riyadlah serta tafakur dan tadabbur. Yakni suatu upaya yang pencerahan hati nurani agar bisa menangkap cahaya kebenaran.
Namun dengan demikian, kita terlebih dahulu membahas asal usul tasawuf itu serta perngertiannya, agar kita lebih bisa lebih mengerti hakikat tasawuf tersebut.
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana asal usul tasawuf?

2.      Apa pengertian tasawuf?
C.    Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui asal usul tasawuf.
2.      Untuk mengetahui pengertian tasawuf.
D.    Manfaat Penulisan
Dengan pembahasan tentang tasawuf baik dari segi asal usulnya maupun pengertiannya kita dapat memahami hakikat tasawuf tersebut.















BAB II
PEMBAHASAN
A.    Asal Usul Tasawuf
Tasawwuf berasal dari kata Tasawwufa, Yatasawwufu, Tasawwufan, yang artinya “Ilmu Rohani”, Yang Tersembunyi, yang didalam Al-quran disimpulkan oleh Allah dengan kata “Shuhufan”, Artinya Kumpulan (Keseluruhan) Shuhuf[1].
Sebagian kalangan berpendapat bahwa tasawuf berasal dari akar kata ash-shafa, atau ash-shaff al-awwal, atau dari shuffah masjid Nabawi, namun semua ini dikritik karena tidak didukung oleh kaidah-kaidah bahasa.
Kelompok kedua menyatakan bahwa tasawuf berasal dari akar kata Yunani, sophia. Pendapat ini ditantang karena memberikan peluang bagi kalangan kontrak tasawuf untuk menyatakan bahwa tasawuf islam terpengaruh oleh kebudayaan asing hingga soal penamaan sekalipun.
Kelompok ketiga menunjuk kata ash- shuf (baju wol) sebagai akar kata tasawuf, namun pendapat ini di tantang karena kaum sufi tidak identik dengan busana ini, dan pendapat tersebut juga mengurangi nilai kaum sufi di mata kalangan lain karena terkesan hanya memperhatikan penampilan luar minus batin.
Berikut ini kami paparkan sikap sejumlah sejarawan tasawuf islam terhadap kedua masalah ini agar kita dapat mengilah dan memilih pendapat yang tertua dan tershahih diantara pendapat-pendapat tersebut.

Al-Kalabadzi (w.380 H.) menangani masalah ini dengan pendekatan baru, yakni dengan meminjam analisis linguistik (kebahasaan) yang digunakan oleh para ahli bahasa. Ia mengatakan: “Jika kata sufi diambil dari kata as-shafa (murni) dan ash-shafwah (terpilih) maka nisbatnya adalah shafawi. Jikaa disandarkan pada kata ash-shaff (barisan pertama) atau shuffah(serambi masjid) maka nisbatnya adalah shaffi atau shuffi.boleh-boleh saja terjadi pertukaran posisi wawu dengan fa pada kata ash-shafawi menjadi shufi atau penambahan wawu pada kata shaffi atau shuffi menjadi shufi karena faktor popularitas kata tersebut di tengah masyarakat. Adapun yang paling tepat dari segi bahasa adalah jika merujukkannya pada akar kata ash-shuf (bulu domba).semua pengertian ini berarti penyingkiran diri dari keduniaan, keberpalingan diri darinya, kepergian dari tanah air, dan pengembaraan.
Dari paparan al-kalabadzi ini dapat diambil benang merah bahwa kemungkinan penambahan huruf atau pemindahan posisi huruf pada kata shufi jika dinisbatkan pada salah satu akar kata di atas karena faktor kepopuleran suatu kata bisa diterima, sebab hal ini sudah ma’ruf di kalangan ahli sharf dan mereka sebut sebagai al-qalb al-makani (pertukaran posisi).
Al-Biruni tampil berbeda dari para pendahulunya dengan menyatakan bahwa kata shufi diambil dari bahsa Yunani “sophia” yang berarti kebijaksanaan. Ia mengatakan : “Di antara filsuf yunani kuno ada yang berpendapat bahwa wujud hakiki berasal dari satu prima kausa karena dia tidak membutuhkan siapa-siapa sementara yang lain membutuhkan, dan apa yang membutuhkan yang lain dalam wujud maka wujudnya seperti imaginasi yang tidak nyata sehingga wujud sejati

hanya satu. Inilah pendapat kaum sophia, ahli hikmah (kebijaksanaan) sehingga yang mencintai kebijaksanaan disebut failasuf (filosof).
Imam al-Qusyairi ingin menghentikan perdebatan mengenai akar kata tasawuf dengan mengatakan bahwa kata shufi tidak perlu dicari derivasi katanya sebab ia sudah menjadi seperti ‘alam (nama diri) bagi kelompok ini mengatakan bahwa “Istilah ini sudah melekat pada kelompok ini sehingga individunya disebut shufi, sementara kelompoknya disebut shufiyyah, sementara orang yang berusaha mencapai kesana disebut mutashawwif  dan kelompoknya disebut mutashawwifah. Tidak ada qiyas atau isytiqaq yang mendukung penamaan ini dari segi bahasa, dan yang paling tepat adalah istilah ini sudah menjadi laqab (julukan). Adapun pendapat sebagian kalangan bahwa ia berasal dari kata ash-shuf (baju dari bulu domba), dimana orang memakai baju berbahan bulu domba disebut tashawwafa, sebagaimana halnya orang yang memakai baju gamis (qamish) disebut sebagai taqammasha, pendapat ini tertolak karena kaum shufi tidak diiedentik dengan pemakaian baju yang berbahan bulu domba. Jika dinisbatkan pada shuffah masjid rasulullah SAW maka nisbat kata ini seharusnya bukan shufi tetapi shuffi. Orang yang menyatakan tasawuf berasal dari kata ash-shafa (kesucian) juga jauh dari aspek bahasa. Terkait pendapat sebagian kalangan yang mengembalikannya pada akar kata ash-shaff al-awwal  (shaf pertama) seolah-olah mereka berada di shaf pertama dengan hati mereka, maknanya memang

benar, namun keliru dari segi bahasa. Pendek kata golongan ini (kaum sufi) jauh lebih terkenal daripada upaya pendefinisian mereka dengan qiyas maupun derivasi kata[2].
Ada yang mengatakan bahwa kata tasawuf berasal dari kata safa, artinya suci, bersih atau murni. Memang, jika dilihat dari segi niat maupun tujuan dari setiap tindakan dan ibadah kaum sufi maka jelas bahwa semua itu dilakukan dengan niat suci untuk memberaihkan jiwa dalam mengabdi kepada Allah swt. ada lagi yang mengatakan bahwa tasawuf berasal dari kata saff, artinya shaf atau baris. Mereka dinamakan sebagai para sufi, demikian menurut pendapat ini, karena berda pada baris (shaff) pertama didepan Allah karena besarnya keinginan mereka akan dia, kecenderungan hati mereka terhadapnya dan tinggalnya bagian-bagian  rahasia dalam diri mereka di hadapannya. Akan tetapi istilah sufi mengacuh pada kata shaff, maka bentuk seharusnya menjadi saffi, bukan sufi[3].
Demikian sikap para sejarawan tasawuf dalam masalah ini yang bisa disimpulkan bahwa sebagian besar bahwa mereka cenderung merujukan kata tasawuf pada akar kata ash-shuf (bulu domba) sehingga nisbat kata shuffi juga berasal dari sana. Pendapat mereka ini benar dan sesuai dengan kaidah bahasa[4].

B.     Pengertian Tasawuf
Pada masa Nabi saw dan khulafaur rasyidin ra., sebutan atau istilah tasawuf tidak pernah dikenal. Para pengikut Nabi Saw, diberi panggilan sahabat, dan pada masa berikutnya, yaitu pada masa sahabat, orang-orang muslim yang tidak berjumpa dengan beliau, disebut tabi’in dan seterusnya disebut tabi’it tabi’in. Istilah tasawuf baru dipakai pada pertengahan abad II Hijriyah, dan pertam kali oleh Abu Hasyim al-Kufy (w.250 H.) dengan meletakkan ash-shufi di belakang namanya, meskipun sebelum itu telah ada ahli yang mendahuluinya dalam zuhud, wara’, tawakkal, dan dalam mahabbah.
Secara etimologis, para ahli berselisih tentang asal kata tasawuf. Sebagian menyatakan berasal dari “ shuffah” artinya emper masjid Nabawi yang didiami oleh sebagian sahabat Anshar. Ada pula yang mengatakan berasal dari “shaff”, artinya barisan. Seterusnya ada yang mengatakan berasal dari “shafa”, artinya bersih/jernih, dan masih ada lagi yang mengatakan berasal dari kata “Shufanah”, sebutan nama kayu yang bertahan tumbuh dipadang pasir, terakhir ada yang mengatakan berasal dari bahasa Yunani “theosofi”, artinya ilmu ketuhanan. Namun yang terakhir ini tidak disetujui oleh H.A.R. Gibb. Dia cenderung kata tasawuf berasal dari Shuf (bulu domba), dan orang yang berpakaian bulu domba disebut “mutashawwaif”, perilakunya disebut tasawuf. Hal tersebut ada latar belakang tersendiri, yakni pakaian tersebut dipengaruhi oleh kristen, katanya, ‘asal mula pakaian ini bukannya seragam, akan tetapi suatu tanda penebus dosa perseorangan, sebagaimana dilambangkan pada pakaian Isa.

Berikut ini dasar-dasar dan alasan-alasan yang memperkuat beberapa pendapat tersebut. Dasar tasawuf berasal dari “shuf” adalah adanya beberapa riwayat di antaranya: “Anas meriwayatkan bahwa Rasulullah saw mendatangi undangan hamba sahaya, naik Himar dan memakai pakaian bulu domba”.
Sebagai dasar tasawuf berasal dari kata “Shaf” ialah karena ahli tasawuf itu berada pada barisan (shaf) pertama di sisi Allah Swt. Hal tersebut telah menjadi cita-cita yang tinggi dan kesungguhan mereka dalam mengharap Allah dnegan sepenuh hati. Sebagai dasar tasawuf berasal dari “shuffah” adalah hadits Mauqu dari Abu Hurairah yang artinya sebagai berikut: “Sesungguhnya aku telah melihat Ahl Shuffah sama menjalankan shalat dengan memakai satu pakaian yang sempit, sebagian ada yang tidak mencapai dua lututnya, maka apabila dia rukuk, sahabat yang lain memeganginya, karena takut auratnya terlihat”[5].
Ada pula yang mengambil istilah tasawuf dari perkataan: shaffatul Masjidi artinya serambi Mesjid. Istilah ini dihubungkan dengan suatu tempat di Mesjid Nabi yang didiami oleh sekelompok para sahabat Nabi yang sangat fakir dan tidak mempunyai tempat tinggal yang dikenal dengan Ahli Suffah. Mereka adalah orang yang menyediakan seluruh waktunya untuk berjihad dan berda’wah serta meninggalkan usaha-usaha yang bersifat duniawi[6].
Secara terminologis pun,tasawuf diartikan secara variatif oleh para sarjana. DR. Ibrahim Basyuni mengklasifikasikan  menjadi tiga, yakni definisi yang menitik

beratkan pada al-Bidayah (tasawuf dalam tataran elementer), al-Mujahadah (tasawuf dalam tataran intermediate), dan al-Madzaqat ( tasawuf dalam tataran advance).
Definisi dari sudut al-Bidayah, antara lain dikemukakan oleh Ma’ruf al-Karkhy (w. 200 H), bahwa tasawuf adalah: “Mencari yang hakikat, dan putus asa terhadap apa yang ada di tangan makhluk. Barang siapa yang belum bersungguh-sungguh dengan kefakiran, maka berarti belum sesungguh-sungguh dalam bertasawuf”.
Dari sisi al-Mujahadah, tasawuf berkisar pada perhiasan diri dengan apa yang baik menurut lingkungan (al-ma’ruf), maupun menurut agama yang bersifat normatif (al-Khair). Oleh sebab itu Abu Muhammad al-Jariri mengartikan tasawuf dengan: “Masuk ke dalam akhlak yang mulia dan keluar dari semua akhlak yang hina”.
Pengertian tasawuf pada sisi al-madzaqat, tasawuf diartikanndan dititkberatkan pada rasa serta kesatuan dengan yang Mutlak, sebagaimana dikatakan oleh Ruwaim bahwa tasawuf itu ialah: “Menjelaskan jiwa terhadap kehendak Allah SWT”[7].
Secara umum kata Dr. Ibrahim Hilal : tasawuf itu adalah memilih jalan hidup secara zuhud, menjauhkan diri dari perhiasaan hidup dalam segala bentuknya. Tasawuf itu adalah bermacam-macam ibadat, wirid dan lapar, berjaga diwaktu malam dengan membanyakkan sholat dan wirid, sehingga lemahlah unsur jasmaniah dalam diri seorang dan semakin kuatlah unsur rohaniahnya. Tasawuf itu adalah menundukkan jasmani dan rohani dengan jalan yang disebutkan sebagai usaha

mencapai hakikat kesempurnaan rohani dan mengenai dzat Tuhan dengan segala kesempurnaanya. Inilah yang mereka gambarkan dengan mengenal hakikat[8].
Dengan pengertian seperti itu, maka dapat dikatakan, bahwa tasawuf adalah bagian ajaran islam, karena ia membina akhlak manusia (sebagaimana Islam juga diturunkan dalam rangka membina akhlak umat manusia) di atas bumi ini, agar tercapai kebahagian dan kesempurnaan hidup lahir dan batin, dunia dan akhirat. Oleh karena itu, siapa pun boleh menyandang predikat mutasawwif sepanjang berbudi pekerti tinggi, sanggup menderita lapar dan dahaga, bila memperoleh oleh rizki tidak lekat di dalam hatinya, dan begitu seterusnya. Yang pada pokoknya sifat-sifat mulia, dan terhindar dari sifat-sifat tercela. Hal inilah yang dikehendaki dalam tasawuf yang sebenarnya[9].
Dari perspektif lingistik (ilmu kebahasaan) tasawuf berasal dari kata shuf. Kalangan orientalis barat mempersepsi tasawuf sebagai mistisisme, dan dalam islam populer juga disebut dengan sufisme.
Walaupun secara subtansial istilah-istilah itu tidak mempunyai hubungan yang sama, tetapi secara metodologis, istilah mistisisme tersebut mengandung ajaran yang menyatakan bahwa “kenyataan” yang sesungguhnya adalah spirit (roh) dan lebih menekankan bahwa ada kontak langsung katanya menjadi pertikaian ahli loghat

atau bahasa, yaitu: pertama, shafa yang berarti suci bersih, ibarat kaca. Kedua, dari kata shuf  yang berarti bulu binatang, karena orang yang memasuki tasawuf memakai pakaian yang berasal dari bulu binatang, dan mereka tidak menyukai pakaian yang indah-indah. Ketiga, bersal dari kata shuffah, yang diasosiasikan kepada segolongan sahabat nabi yang menyisihkan dirinya di salah satu tempat terpencil di samping masjid nabi. Keempat,  berasal dari kata shufarah, yaitu sebangsa kayu mersik tumbuh di padang pasir Arab. Kelima, dari theosofie, yang berarti ilmu ketuhanan yang kemudian diucapkan dengan lidah orang arab sehingga berubah menjadi zaman akhir ini dan oleh para ahli yang menganggap sufi bukan berasal dari bahasa arab, tetapi dari bahasa Yunani yang di Arabkan[10].
Tasawuf merupakan salah satu dimensi spritual dari ajarab Islam. Kaum orintalis menyebutnya sufisme atau mistisme; suatu istilah yang sebenarnya tidak tepat, karena istilah itu tidak menggambarkan hakekat tasawuf yang sebenarnya.
Tasawuf  berasal dari kata suf artinya kain yang dibuat dari wool. Karena para penganut tasawuf pada masa dulu hanya mau menggunakan pakaian dari bulu binatang, atau kain wol yang kasar. Bukan wol halus seperti sekarang. Kain kasar itu menggambarkan kesederhanaan dan kemiskinan. Kaum sufi sebagai golongan yang hidup sederhana dan miskin, tetapi berhati suci dan mulia[11].

BAB III
PENUTUP
A.    Simpulan
1.    Tasawwuf berasal dari kata Tasawwufa, Yatasawwufu, Tasawwufan, yang artinya “Ilmu Rohani”, Yang Tersembunyi, yang didalam Al-quran disimpulkan oleh Allah dengan kata “Shuhufan”, Artinya Kumpulan (Keseluruhan) Shuhuf. Sebagian kalangan berpendapat bahwa tasawuf berasal dari akar kata ash-shafa, atau ash-shaff al-awwal, atau dari shuffah masjid Nabawi, namun semua ini dikritik karena tidak didukung oleh kaidah-kaidah bahasa. Kelompok kedua menyatakan bahwa tasawuf berasal dari akar kata Yunani, sophia. Pendapat ini ditantang karena memberikan peluang bagi kalangan kontrak tasawuf untuk menyatakan bahwa tasawuf islam terpengaruh oleh kebudayaan asing hingga soal penamaan sekalipun. Kelompok ketiga menunjuk kata ash- shuf (baju wol) sebagai akar kata tasawuf, namun pendapat ini di tantang karena kaum sufi tidak identik dengan busana ini, dan pendapat tersebut juga mengurangi nilai kaum sufi di mata kalangan lain karena terkesan hanya memperhatikan penampilan luar minus batin.
2.    para ahli berselisih tentang asal kata tasawuf. Sebagian menyatakan berasal dari “ shuffah” artinya emper masjid Nabawi yang didiami oleh sebagian sahabat Anshar. Ada pula yang mengatakan berasal dari “shaff”, artinya barisan. Seterusnya ada yang mengatakan berasal dari “shafa”, artinya

bersih/jernih, dan masih ada lagi yang mengatakan berasal dari kata “Shufanah”, sebutan nama kayu yang bertahan tumbuh dipadang pasir.
B.     Saran
Deengan makalah ini wawasan kita tentang tasawuf bertambah lebih luas serta kita amalkan ilmu yang kita dapat kepada manusia yang lain.

















DAFTAR PUSTAKA
Af Suryana Toto, Alba Cecep, dkk. Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi. Cet. II; Bandung: Tiga Mutiara. 1997.
As Asmara. Pengantar Studi Tasawuf. Cet. II; Jakarta: PT. RajaGrafindo Persanda. 1996.
Benduara Andi. Al-Hikmah: Wasiat Sepanjang Zaman. Watampone: Fastabiqul Ma’erifat. 2010.
Hajjaj Fauqi Muhammad. Tasawuf Islam dan Akhlak. Cet. II; Jakarta: Amzah, 2013.
Masyharuddin, Syukur Amin. Intelektualisme Tasawuf: Studi Intelektualisme Tasawuf Al-Ghazali. Cet. II; Semarang: Lembkota. 2012.
Sanusi Ihsan, Selamat Kasmuri. Akhlak Tasawuf; Upaya Meraih Kehalusan Budi dan Kedekatan Ilahi. Cet. I; Jakarta: Kalam Mulia. 2012.
Proyek Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Institut Agama Islam Negeri Sumatera Utara 1981/1982. Pengantar Ilmu Tasawuf. 1983.



[1] Andi Bedduara, Al-Hikmah; Wasiat Sepanjang Zaman ( Watampone: Fastabiqul Ma’erifat, 2010), h. 3
[2]Muhammad Fauqi Hajjaj, Tasawuf Islam dan Akhlak ( Cet. II; Jakarta: Amzah, 2013), h. 12-17
[3]Asmara As, Pengantar Studi Tasawuf ( Cet. II; Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1996), h. 42-44
[4]Ibid.
[5] Amin Syukur, Masyharuddin, Intelektualisme Tasawuf;Studi Intelektualisme Tasawuf Al-Ghazali (Cet. II; Semarang: Lembkota, 2012), h. 11-13
[6] Proyek Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Institut Agama Islam Negeri Sumatera Utara 1981/1982. Pengantar Ilmu Tasawuf (1983), h. 9-10
[7] Ibid., 14-16
[8] Ibid., h. 11
[9] Ibid., h. 16-17
[10] Ihsan Sanusi, Kasmuri Selamat, Akhlak Tasawuf; Upaya Meraih Kehalusan Budi dan Kedekatan Ilahi (Cet. I; Jakarta: Kalam Mulia, 2012), h. 79-80
[11]Af Suryana Toto A., Alba Cecep, dkk, Pendidikan Agama Islam; untuk Perguruan Tinggi (Cet. II; Bandung: Tiga Mutiara, 2012), h. 77-78

Tidak ada komentar: