BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Dalam persoalan Akhlak, manusia
sebagai makhluk berakhlak berkewajiban menunaikan dan menjaga akhlak yang baik
serta menjauhi dan meninggalkan akhlak yang buruk. Dengan demikian, dikarenakan
akhlak merupakan dimensi nilai dari Syariat Islam, maka Islam sebagai agama
yang bisa dilihat dari berbagai dimensi, sebagai keyakinan, sebagai ajaran dan
sebagai aturan. Sebagai aturan, agama berisi perintah dan larangan, ada
perintah keras (wajib) dan larangn keras (haram), ada juga perintah anjuran
(sunat) dan larangan anjuran (makruh).
Apalagi pada zaman sekarang ini,
banyak diantara kita kurang memperhatikan masalah akhlak. Disatu sisi, kita
mengutamakan tauhid yang memang merupakan perkara pokok/inti agama ini, berupaya
menelaah dan mempelajarinya, namun disisi lain dalam masalah akhlak kurang
diperhatikan.
Seharusnya, kita mengerti tauhid
sebagai sisi pokok/inti, Islam yang memang seharusnya kita utamakan, namun
tidak berarti mengabaikan perkara penyempurnaannya. Dan akhlak mempunyai
hubungan yang erat, Tauhid merupakan realisasi akhlak seorang hamba terhadap
ALLAH, dan ini merupakan pokok inti akhlak seorang hamba. Seorang yang
bertauhid dan baik akhlaknya, berarti ia adalah sebaik-baik manusia. Semakin
sempurna tauhid seseorang, maka semakin baik akhlaknya, dan sebaliknya bila
seseorang memiliki akhlak yang buruk berarti lemah tauhidnya.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang diatas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1.
Apa
pengertian akhlaq?
2.
Bagaimana akhlak yang dianjurkan dalam bermasyarakat?
3.
Akhlaq terpuji bagaimana yang akan
menjadi pondasi dalam bermasyarakat.
C.
Tujuan Penulisan
Berdasarkan
rumusan masalah diatas dapat diuraikan tujuan penulisan makalah sebagai berikut
:
1. Mengetahui pengertian akhlaq.
2. Memahami akhlaq yang dianjurkan dalam bermasyarakat.
3. Mengetahui serta memahami akhlaq terpuji yang akan
menjadi pondasi dalam bermasyarakat agar tetap harmonis.
D. Manfaat Penulisan
Makalah ini
bermanfaat untuk lebih mengetahui akhlaq apa yang harus kita aplikasikan dalam
bermasyarakat agar keharmonisannya tetap terjaga.
Seperti kita
ketahui bahwa Manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa terlepas dari orang
lain yang akan selalu berinteraksi dengan yang lainnya. Maka dari itu akhlaq
terhadap masyarakat harus tetap terjaga.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Akhlaq
Secara etimologis akhlaq berasal dari Bahasa Arab adalah bentuk
jamak dari khuluq yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku, atau
tabiat. Berakar dari khalaqa yang berarti menciptakan. Seakar dengan kata
khaliq (pencipta), makhluk (yang diciptakann) dan khalq (penciptaan).
Secara terminologis (isbtbilaban) ada beberapa definisi
tentang akhlaantaranya:
1.
Imam al-Ghazali
Akhlaq
adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan
dengan gampang dan mudah, tampa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.
2.
Ibrahim Anis
Akhlaq
adalah sifat yang tertanam dalam jiwa, yang denganya lahir macam-macam
perbuatan, baik atau buruk, tampa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan.
3.
Abdul Karim Zaidan
Akhlaq
adalah nilai-nilai dan sifat-sifat yang tertanam dalam jiwa, yang dengan
sorotan dan timbangannya seseorang dapat menilai perbuatanya baik atau buruk,
untuk kemudian memilih melakukan atau meninggalkannya.
Ketiga definisi yang dikutip di atas sepakat menyatakan bahwa
akhlaq atau khuluq itu
adalah sifat yang tertanam dalam jiwa manusia, sehingga dia akan
muncul secara sepontan bilamana yang diperlukan, tampa memerlukan
pemikiran atau pertimbangan terlebih dahulu, serta tidak memerlukan dorongan
dari luar.
Dari keterangan diatas dijelaskan bagi kita bahwa akhlaq itu
haruslah bersifat konstan, spontan, tidak temporer dan tidak memerlukan
pemikiran dan pertimbangan serta dorongan dari luar.[1]
Kita harus ingat bahwa Nabi Muhammad adalah teladan yang paling
baik.[2]
Nabi Muhammad memili akhlak yang paling sempurna yang wajib diteladani
sebagaimana salah satu tujuan diutusnya Nabi Muhammad adalah untuk
menyempurnakan akhlaq.
Demikianlah juga hadis Nabi Swa.
“Aku diutus untuk menyempurnakan perangai (budi pekerti) yang
mulia.” (HR. Ahmad).[3]
B.
Akhlak yang dianjurkan dalam Bermasyarakat
1.
Berbuat baik kepada tetangga
Tetangga adalah orang yang terdekat dengan kita. Dekat bukan karena
pertalian darah atau pertalian persaudaraan. Bahkan, tidak seagama denagn kita.
Dekat disini adalah orang yang tinggal berdekatan rumah dengan kita. Ada atsar
yang menunjukkan bahwa tetangga adalah empat puluh rumah (yang berada disekitar
rumah) dari setiap penjuru mata angin.
Agama islam telah membuat ketetapan untuk memuliakan tetangga,
tidak mengganggu dan menyusahkan mereka. Nabi Muhammad Saw. Bersabda:
Artinya:
“Barang siapa beriman kepada Allah dan kepada hari kemudian,
hendaklah dia memuliakn tetangganya”.[4]
Oleh karena itu, haram seseorang menyakiti tetangganya dengan
bentuk apapun baik perkataan maupun perbuatan. Apabila dia melakukan hal itu,
dia tidak termasuk orang yang beriamn,. Artinya, dia tidak melakukan sikap
seorang mukmin dalam masalah ini karena dia menyelisihi sikap yang benar.[5]
Seorang lelaki datang menemui Rasulullah lalu berkat, “Wahai
Rasulullah, tunjukkan kepadaku suatu amalan yang apabila aku mengerjakannya aku
akan masuk syurga.” Beleaupun berkata, “jadilah engkau orang yang muhsin (selalu
berbuat baik).” Dia bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana saya mengetahui
bahwa saya a alah orang muhsin (yang berbuat baik)?” beliau menjawab,
“Tanyalah tetanggamu, jika mereka mengatakan kamu adalah orang yang baik, kamu
adalh orang yang baik. Sebaliknya, jika mereka mengatakan kamu adalah orang
yang jelek, engkau adalah orang yang jelek.” (Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dari
Abu Hurairah).
Demikianlah islam menekankan kepada seluruh umatnya untuk selalu
berbuat baik terhadap tetangganya, baik tetangganya Islam atau kafir sekalipun.
2.
Suka menolong orang lain
Dalam hidup ini, setiap orang pasti memerlukan pertolongan orang
lain. Adakalah karena sengsara dalm hidup, penderitaan batin atau kegelisahan
jiwa, dan adakalnya karena sedih setelah mendapat berbagai musibah.
Orang mukmin akan tergerak hatinya
apabila melihat orang lain tertimpa kesusahan mereka akan menolong sesuai
dengan kemampuannya. Apabila tidak ada bantuan berupa benda, kita dapat
membantu orang tersebut dengan nasehat atau kata-kata yang dapat menghibur
hatinya. Bahkan, seaktu-waktu bantuan jasapun lebih daiharapkan daripada
bantuan lainnya.[6]
C.
Akhlaq Terpuji yang Menjadi Pondasi dalam Bermasyarakat
Akhlak terpuji (Akhlakul mahmudah) merupakan salah satu
tanda kesempurnaan iman. Tanda tersebut diaplikasikan kedalam perbuatan
sehari-hari dalam bentuk perbuatan-perbuatan yang sesuai dengan ajaran-ajaran
yang terkandung dalam Al-qur’an dan hadis.[7]
Untuk mempunyai akhlaq yang baik ada beberapa kiat-kiat yang
menyebabkannya yaitu, bahwa akhlaq itu pada dasarnya rahmat dari Allah, sifat
bawaan dan upaya-upaya untuk memperolek sifat-sifat yang baik tersebut.[8]
Untuk menjaga hubungan didalam masyarakat, perlu adanya pondasi
untuk menguatkannya yaitu akhlak terpuji, agar hubungan didalam masyarakat
tetap terjaga dan harmonis. Maka dari itu beikut ini akan disampaikan beberapa
akhlak tersebut.
1.
Taqwa
Definisi taqwa
yang paling populer adalah memelihara diri dari siksaan Allah dengan mengikuti
segala perintahnya dan menjauhi segala larangannya.
2.
Amanah dan dapat dipercaya
Sesuatu yang dipercayakan kepada seseorang, baik harta, ilmu,
rahasia atau lainnya yang wajib dipelihara atau disampaikan kepada yang berhak
menerimanya.[9]
Kewajiban memiliki sifat amanah ini ditegaskan Allah dalam
Al-Qur’an:
إِنَّ
اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الأمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا
Artinya:
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikna amanat kepada yang
berhak menerimanya.”
(Q.S. An Nisa: 58).[10]
3.
Sabar
Menurut Al Gazali, yang dinamakan “sabar” ialah meninggalkan segala
macam pekerjaan yang digerakkan oleh hawa nafsu, tetap pada pendirian agama
yang mungkin bertentangan dengan kehendak hawa nafsu, semata-mata kerena
menghendaki kebahagiaan dunia dan akhirat.
Bahwa sabar itu merupakan jihad/ perjuangna didalam menghadapi hawa
nafsu untuk kembali kepada Tuhan.[11]
Sabar terbagi menjadi tiga macam yaitu
a.
Sabar karena taat kepada Allah, artinya sabar untuk tetap
melaksanakan perintah Allah dan menjauhi segala larangannya dengan senantiasa
meningkatkan ketaqwaan kepadanya.
b.
Sabar karena maksiat, artinya bersabar diri untuk tidak melakukan
perbuatan yang dilarang agama. Untuk itu, sangat dibutuhkan kesabaran dalam
menahan hawa nafsu.
c.
Sabar karena musibah, artinya sabar pada saat ditimpa kemalangan,
ujian, serat cobaan dari Allah.[12]
4.
Syukur
Adapun arti syukur adalah keadaan seseorang mempergunakan nikmat
yang diberikan oleh Allah itu kepada kebajikan.[13]
Bentuk syukur ini ditandai dengan menggunakan segala nikmat atau rezeki karunia
Allah tersebut untuk melakukan ketaatan kepadanya dan memanfaatkannya kearah
kebajikan bukan kearah kemaksiatan atau kejahatan.
Dengan mempergunakan nikmat yang diberikan oleh Allah kehal yang
baik seperti membantu orang yang miskin, fakir atau orang yang dibawah kita.
Jadilah orang yang berakal dan berlakulah dengan sopan dihadapan
Allah dan makhluk lainya. Jangan berbuat salim terhadap mereka dengan meminta
sesuatu yang tidak mereka punyai.[14]
5.
Benar/jujur (Ash-Shidqu)
Ash-shidku merupak salah satu akhlak yang mulia ynag selalu berlaku
benar dalam perkataan dan perbuatan.
Benar dalam perkataan ialah mengatakan keadaan yang sebenarnya,
benar dalam perbuatan ialah mengerjakan sesuatu sesuai dengan petunjuk agama.[15]
6.
Menepati janji
Dalam Islam janji adalah utang, dan utang harus dibayar (ditepati).
Seprti firman Allah:
وَأَوْفُوا بِالْعَهْدِ إِنَّ الْعَهْدَ كَانَ مَسْئُولا
“Dan penuhilah janji, sesungguhnya janji itu pasti diminta
pertanggung jawaban.” (QS. Al-Isra: 34)[16]
7.
Memelihara kesucian diri
Yang dimaksu dengan memelihara kesucian
diri adalah menjaga diri daris egala tuduhan, fitnah dan memlihara kehormatan.
Upaya memlihara kesucian diri ini hendaknya dilakukan setiap hari agar diri
tetap berada dalam status kesucian. Hal ini dapat dilakukan mulai dari
memelihara hati (qalbu).[17]
8.
Pemaaf
Manusia tiada
sunyai dari khilaf dan salah. Maka apabila orang berbuat sesuatu terhadap
dirimu yang mungkin karena khilaf atau salah, maka patutlah engkau pakai sifat
lemah lembut sebagai rahmat Allah Swt. Kepadamu terhadapnya, maafkanlah
kesalahan atau kekhilafan janganlah mendendam serta mohongkanlah ampun kepada
Allah Swt untuknya, semoga ia surut dari langkahnya yang salah, lalu berbuat
baik dimasa depan sampai akhir hayatnya.[18]
BAB
III
PENUTUP
A.
Simpulan
1.
Secara
etimologis akhlaq berasal dari Bahasa Arab adalah bentuk jamak dari khuluq yang
berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku, atau tabiat.
Secara istila akhlaq adalah sifat yang tertanam dalam jiwa manusia,
sehingga dia akan muncul secara sepontan bilamana yang diperlukan, tampa
memerlukan pemikiran atau pertimbangan terlebih dahulu, serta tidak memerlukan
dorongan dari luar.
2.
Akhlak
yang dianjurkan dalam Bermasyarakat
a.
Berbuat
baik kepada tetangga.
b.
Suka
menolong orang lain.
3.
Akhlaq
Terpuji yang Menjadi Pondasi dalam Bermasyarakat
a.
Amanah
dan dapat dipercaya.
b.
Sabar.
c.
Banar/jujur.
d.
Syukur.
e.
Menepati
janji.
f.
Menjaga
kesucian diri.
g.
Pemaaf.
B.
Saran
Islam
adalah agama penyempurnah dari agama-agama sebelumnya, baik dari keyakinan,
ajaran dan aturannya. Maka dari itu sebagai ummat Islam kita patut bersyukur
karena apa yang dibutuhakn semuanya ada didalam Al-qur’an termasuk akhlak yang
baik yang jika kita ikuti akan selamat dunia dan akhirat insyaAllah.
DAFTAR PUSTAKA
Al-ghazali. Metode
Menaklukkan Jiwa: Perspektif Sufistik. Cet. II; Bandung: Karisma, 2002.
Anwar,
Rosihan. Akidah Akhlaq. Cet. I; Bandung: Pustaka Setia, 2008.
Ilyas, Yuhanar. Kuliah Akhlaq.
Cet. XII; Yogyakarta: Lembaga Pengkajian dan Pengalaman Islam, 2012.
Jailani, Syekh Abdul Qadir. Titian
Menuju Kemenangan dan Rahmat Ilahi. Cet. I; Jakarta: Pustaka Azzam, 2000.
Schimmel, Annamaria. Dan Muhammad
adalah Utusan Allah: Penghormatan Nabi Muhammad dalam Islam. Cet. VIII;
Bandung: Mizan, 2001.
Umary,
Barmawie. Materi Akhlaq, Cet. XI; Solo: Bandung, 1993.
Zahri,
Mustafa. Kunci Memahami Ilmu Tasawuf. Surabaya: Bina Ilmu, 2007.
[1]
Prof. Dr. H. Yuhanar Ilyas, Lc., M.A., Kuliah Akhlaq, (Cet. XII;
Yogyakarta: Lembaga Pengkajian dan Pengalaman Islam, 2012), h. 1-3
[2]
Annamaria Schimmel, Dan Muhammad adalah Utusan Allah: Penghormatan Nabi
Muhammad dalam Islam, (Cet. VIII;
Bandung: Mizan, 2001), h. 41
[3]
DR. Rosihon Anwar, M.g. Akidah Akhlak, (Cet. I; Bandung: Pustaka Setia,
2008), h. 206
[4]
Ibid, h. 239-240
[5]
Ibid, h. 241
[6]
Ibid, h. 21
[7]
Ibid, h. 215
[8]
Al-ghazali, Metode Menaklukkan Jiwa: perspektif Sufistik, (Cet. II;
Bandung: Karisma, 2002), h. 99
[9]
Drs. Barmawie Umary, Materi Akhlak, (Cet. XI; Solo: Ramadani, 1993), h.
44
[10]
Op. Cit, h. 226
[11]
Dr. Mustafa Zahri, Kunci Memahami Ilmu Tasawuf, (Surabaya: Bina Ilmu,
2007), h.55
[12]
Op. cit, h. 222-223
[13]
Op. cit, h. 59
[14]
Syekh Abdul Qadir Jailani, Titian Menuju Kemenangan dan Rahmat Ilahi, (Cet.
I; Jakarta: Pustaka Azzam, 2000), 163
[15]
Op. cit, h. 227
[16]
Ibid, h. 229
[17]
Ibid, h. 230
[18]
Op. cit. h. 44
Tidak ada komentar:
Posting Komentar