KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT. Karena berkat
rahmat dan hidayahnya kami bisa menyelesaikan tugas makalah dengan judul “ASAL MULA MUNCULNYA ILMU TAUHID”
Shalawat
serta salam tetap tercurah kepada Nabi besar Muhammad SAW. Yang mana beliau telah memberikan kita petunjuk
kepada jalan yang benar.
Tugas ini diberikan kepada kami sebagai
tugas mata kuliah ILMU TAUHID dan diharapkan nantinya dapat
membantu dosen pengajar dalam menyampaikan materi kuliah di ruangan.
Akhir kata, perkenankanlah kami memohon do’a restu
atas makalah ini. Dan hanya kepada Allahlah kita berlindung dan mengharapkan
taufiq serta hidayahnya.
Wallahul
Muwafieq ilaa Aqwamith Thorieq
wassalamu
‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Watampone,
15 Oktober 2013
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL
KATA PENGANTAR..................................................................................... ...... i
DAFTAR ISI................................................................................................... ...... ii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................... 1
A. Latar Belakang
Masalah............................................................................ 1
B.
Rumusan Masalah..................................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan....................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................ 3
A.
Asal Mula Munculnya Ilmu Tauhid........................................................... 3
B.
Sebab-Sebab Munculnya Ilmu Tauhid....................................................... 5
BAB III PENUTUP................................................................................................ 15
A. Kesimpulan.............................................................................................. 15
B. Saran....................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... ...... 16
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Ilmu tauhid biasanya disebut juga
ilmu kalam adalah ilmu yang berisi alasan-alasan mempertahankan
kepercayaan-kepercayaan iman dengan menggunakan dalil-dalil pikiran dan berisi
bantahan terhadap orang-orang yang menyeleweng dari kepercayaan-kepercayaan aliran
Salaf dan ahli Sunnah. Ilmu
tauhid ini juga mempunyai beberapa nama lain, yaitu ilmu kalam yang di dalamnya
mempelajari Kalam Allah, ilmu ushuluddin yang membahas tentang prinsip-prinsip
agama Islam, dan juga ilmu aqidah atau ilmu aqo’id yang membicarakan tentang
kepercayaan Islam.
Sebenarnya akidah itu hanya satu, yaitu
meyakini tentang ke-esaan Allah, dan adanya pembalasan dari yang maha ghaib.
Rasul-rasul itu diutus oleh Tuhan ialah untuk memurnikan kembali akidah yang
telah rusak dibawa oleh arus perkembangan zaman. Oleh karena tidak ada lagi
nabi sesudah Muhammad, maka ulamalah yang akan memikul tugas yang berat ini.
Kita tidak akan memahami ilmu tauhid secara
utuh, kalau tidak mempelajari asal mula munculnya ilmu tauhid serta faktor-faktor
atau sebab-sebab yang mendorong timbulnya ilmu tauhid. Sebab ilmu tauhid
sebagai ilmu yang berdiri sendiri, belum dikenal pada masa Nabi sendiri maupun
pada masa Sahabat. Maka dari itu, dalam makalah ini kami akan membahas asal
mula munculnya ilmu tauhid dan sebab-sebab munculnya ilmu tauhid, yaitu
sebagai pengantar untuk memahami ilmu tauhid secara utuh.
B.
Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah:
1.
Bagaimana asal mula munculnya ilmu tauhid ?
2.
Apa sebab-sebab munculnya ilmu tauhid ?
C.
Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah:
1.
Untuk mengetahui asal mula munculnya ilmu tauhid.
2.
Untuk mengetahui sebab-sebab munculnya ilmu tauhid.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Asal Mula Munculnya Ilmu Tauhid
sejarah dalam pendeklarasian ilmu kalam tidak luput dari sejarah perpecahan
prinsip teologi umat islam yang masih ketika itu dipicu persoalan politik dan
kedangkalan ukhuwah dalam perilaku perebutan singgasana kekuasaan,bermula dari
Peristiwa wafatnya Nabi Muhammad SAW pada tanggal 8 juni 632 M melahirkan suatu
perjuangan keagamaan dan politik dalam masyarakat islam sehingga mengakibatkan
timbulnya perpecahan di kalangan umat islam. Perpecahan ini mulai memanas sejak
Khalifah Utsman bin Affan mengambil kebijakan mengangkat anggota
keluarganya untuk menduduki posisi dalam struktur politik dan jabatan penting,
sehingga sebagian besar masyarakat islam tidak senang dengan kebijakan
tersebut. Puncaknya adalah saat Khalifah Utsman bin Affan terbunuh saat sedang
membaca Al-Qur’an dirumahnya.
Setelah
khalifah ustman terbunuh maka kembali diumumkan pergantian kekhalifahan
selanjutnya yang berpacu pada penolakan muawiyyah atas terpilihnya Ali bin abi
Thalib. Ketegangan antara keduanya mengobarkan sebuah peperangan yang disebut perang
siffin dan merupakan perang saudara pertama dalam islam yang dengan
pertempuran utama terjadi dari tanggal 26-28 Juli. Pertempuran ini terjadi di
antara dua kubu yaitu, Muawiyah bin Abu Sufyan dan Ali bin Abi Talib di tebing Sungai Furat yang kini terletak di Syria (Syam), akan tetapi
dengan kesigapan nilai ukhuwah maka peperangan ini dapat diakhiri dengan
keputusan tahkim (abitetrase), dan dalam tahkim terdapat persoalan-persoalan
yang merugikan pihak Ali bin abi Thalib karena menerima
tipu muslihat Amr bin Al-Ash utusan dari pihak Muawiyyah dalam tahkim yang
mengakibatkan misintrepetasi dari sebagian tentara Ali, karena telah memutuskan persoalan dengan tahkim sebagai
akhir dari sebuah pilihan. Hal inilah yang mengakibatkan perpecahan dari kubu
Ali bin abi thalib sehingga banyak diantara yang semula berpihak pada Ali
kemudian terpecah dan keluar dari barisan militer ali bin abi Thalib, keputusan hanya datang dari Allah dan harus kembali
pada hukum dan ketetapan Allah yang ada dalam Al-qur’an . La hukma illa
Allah (tidak ada perantara selain Allah) Hal ini tidak hanya
mempunyai implikasi politik yang tajam, tetapi juga meningkat kepada
persoalan-persoalan teologi.
B. Sebab-sebab
Munculnya Ilmu Tauhid
Ilmu
tauhid atau bisa juga disebut dengan ilmu kalam adalah sebuah ilmu yang berdiri
sendiri yang belum dikenal pada masa Nabi Muhammad SAW, maupun pada masa
Sahabat-Sahabtnya. Akan tetapi, baru dikenal pada masa berikutnya setelah
ilmu-ilmu ke-Islaman yang lain satu persatu muncul dan setelah orang banyak
membicarakan tentang kepercayaan alam ghaib (metafisika). Kita tidak akan
mendapat memahami persoalan-persoalan ilmu tauhid sebaik-baiknya kalau kita
tidak mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya ilmu tauhid
tersebut, kejadian-kejadian politis dan historis yang menyertai pertumbuhannya.
Faktor itu sebenarnya banyak, akan tetapi dapat digolongkan kepada dua bagian, yaitu faktor-faktor yang datang dari dalam (intern) dan faktor-faktor yang datang dari luar (extern), karena adanya kebudayaan-kebudayaan lain dan agama-agama yang bukan Islam.
Faktor itu sebenarnya banyak, akan tetapi dapat digolongkan kepada dua bagian, yaitu faktor-faktor yang datang dari dalam (intern) dan faktor-faktor yang datang dari luar (extern), karena adanya kebudayaan-kebudayaan lain dan agama-agama yang bukan Islam.
1. Sebab-sebab Munculnya Ilmu Tauhid dari Segi Intern
Adapun
sebab-sebab munculnya ilmu tauhid yang datang dari dalam (intern) adalah
sebagai berikut:
a. Al-Qur’an itu sendiri, di samping ajakannya ke
pada tauhid dan mempercayai ke-Nabian dan hal-hal lain yang berubungan dengan
itu, menyinggung pula golongan-golongan dan agama-agama yang pada masa Nabi
Muhammad SAW yang mempunyai kepercayaan-kepercayaan yang tidak benar. Al-Qur’an
tidak membenarkan kepercayaan mereka dan membantah alasan-alasannya, antara
lain:
b. Al-Qur’an membantah golongan yang mengingkari
agama dan adanya Tuhan dan mereka mengatakan bahwa yang menyebabkan kebinasaan
dan kerusakan
hanyalah waktu saja.Firman Allah SWT QS:Al-Jasiyah: 45:24:
(#qä9$s%ur $tB }‘Ïd žwÎ) $uZè?$uŠym $u‹÷R‘‰9$# ßNqßJtR $u‹øtwUur $tBur !$uZä3Î=ökç‰ žwÎ) ã÷d¤$!$# 4 $tBur Mçlm; y7Ï9ºx‹Î ô`ÏB AOù=Ïæ (
÷bÎ) öLèe žwÎ) tbq‘ZÝàtƒ ÇËÍÈ
Terjemahannya:
“Dan
mereka berkata: "Kehidupan Ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia
saja, kita mati dan kita hidup dan tidak ada yang akan membinasakan kita selain
masa", dan mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan tentang itu,
mereka tidak lain hanyalah menduga-duga saja.”
c. Al-Qur’an membantah golongan orang syirik yang
menyembah bintang, bulan, matahari seperti QS. Al-An’am: 6:76-78 :
$£Jn=sù £`y_ Ïmø‹n=tã ã@ø‹©9$# #uäu‘ $Y6x.öqx. (
tA$s% #x‹»yd ’În1u‘ (
!$£Jn=sù Ÿ@sùr& tA$s% Iw =Ïmé& šúüÎ=ÏùFy$# ÇÐÏÈ $£Jn=sù #uäu‘ tyJs)ø9$# $ZîΗ$t tA$s% #x‹»yd ’În1u‘ (
!$£Jn=sù Ÿ@sùr& tA$s% ûÈõs9
öN©9 ’ÎTωöku‰ ’În1u‘ žúsðqà2V{ z`ÏB ÏQöqs)ø9$# tû,Îk!!$žÒ9$# ÇÐÐÈ $£Jn=sù #uäu‘ }§ôJ¤±9$# ZpxîΗ$t tA$s% #x‹»yd ’În1u‘ !#x‹»yd çŽt9ò2r& (
!$£Jn=sù ôMn=sùr& tA$s% ÉQöqs)»tƒ ’ÎoTÎ) Öäü“Ìt $£JÏiB tbqä.ÎŽô³è@ ÇÐÑÈ
Terjemahannya:
76. Ketika malam telah gelap, Dia melihat sebuah
bintang (lalu) Dia berkata: "Inilah Tuhanku", tetapi tatkala bintang
itu tenggelam Dia berkata: "Saya tidak suka kepada yang tenggelam."
77. Kemudian tatkala Dia melihat
bulan terbit Dia berkata: "Inilah Tuhanku". tetapi setelah bulan itu
terbenam, Dia berkata: "Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk
kepadaKu, pastilah aku Termasuk orang yang sesat."
78. Kemudian tatkala ia melihat matahari terbit, Dia
berkata: "Inilah Tuhanku, ini yang lebih besar". Maka tatkala
matahari itu terbenam, Dia berkata: "Hai kaumku, Sesungguhnya aku berlepas
diri dari apa yang kamu persekutukan.
d. Golongan yang tidak percaya akan kerasulan Nabi
Muhammad SAW dan tidak percaya akan kehidupan kembali di akhirat nanti. Firman
Allah SWT berfirman: seperti QS. Al-Isra’,
17:94 dan al-Anbiya: 21:38 :
$tBur yìuZtB }¨$¨Z9$# br& (#þqãZÏB÷sムøŒÎ) æLèeuä!%y` #“y‰ßgø9$# HwÎ) br& (#þqä9$s% y]yètr& ª!$# #ZŽ|³o Zwqß™§‘ ÇÒÍÈ
Terjemahannya:
“Dan tidak ada sesuatu
yang menghalangi manusia untuk beriman tatkala datang petunjuk kepadanya,
kecuali Perkataan mereka: "Adakah Allah mengutus seorang manusia menjadi
rasuI?"
šcqä9qà)tƒur 4ÓtLtB #x‹»yd ߉ôãuqø9$# bÎ) óOçFZà2 šúüÏ%ω»|¹ ÇÌÑÈ
Terjemahannya:
“ Mereka berkata:
"Kapankah janji itu akan datang, jika kamu sekaIian adalah orang-orang
yang benar?"
e. Al-Qur’an mengharuskan kaum muslimin
mengembangkan agama dan membelanya. Kita tidak boleh memeluk agama Islam dan
mengimani segala aturan-aturannya saja tanpa berusaha mengerjakan apa yang
dapat dilakukan untuk mengembangkan agama dan mengkokohkannya di dalam jiwa
manusia. Fiman Allah SWT
berfirman: “Dia-lah yang mengutus
Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang hak agar dimenangkan-Nya
terhadap semua agama. Dan cukuplah Allah sebagai saksi.”(QS. Al-Fath: 28).
f. Golongan
yang mengatakan bahwa semua yang terjadi di dunia ini adalah dari perbuatan
Tuhan semuanya dengan tidak ada campur tangan manusia. Mereka inilah
orang-orang munafik. Fiman Allah SWT berfirman: QS.Ali Imran:
3:154 :
§NèO tAt“Rr& Nä3ø‹n=tæ .`ÏiB ω÷èt ÉdOtóø9$# ZpuZtBr& $U™$yèœR 4Óy´øótƒ Zpxÿͬ!$sÛ öNä3ZÏiB (
×pxÿͬ!$sÛur ô‰s% öNåk÷J£Jydr& öNåkߦàÿRr& šcq‘ZÝàtƒ «!$$Î uŽöxî Èd,ysø9$# £`sß Ïp§‹Î=Îg»yfø9$# (
šcqä9qà)tƒ @yd $oY©9 z`ÏB ÌøBF{$# `ÏB &äóÓx« 3 ö@è% ¨bÎ) tøBF{$# ¼ã&©#ä. ¬! 3 tbqàÿøƒä† þ’Îû NÍkŦàÿRr& $¨B Ÿw tbr߉ö6ムšs9 (
tbqä9qà)tƒ öqs9 tb%x. $oYs9 z`ÏB ÌøBF{$# ÖäóÓx« $¨B $uZù=ÏGè% $oYßg»yd 3 @è% öq©9 ÷LäêYä. ’Îû öNä3Ï?qã‹ç y—uŽy9s9 tûïÏ%©!$# |=ÏGä. ãNÎgøŠn=tæ ã@÷Fs)ø9$# 4’n<Î) öNÎgÏèÅ_$ŸÒtB (
u’Í?tFö;uŠÏ9ur ª!$# $tB ’Îû öNà2Í‘r߉߹ }ÈÅcsyJã‹Ï9ur $tB ’Îû öNä3Îqè=è% 3 ª!$#ur 7OŠÎ=tæ ÏN#x‹Î Í‘r߉Á9$# ÇÊÎÍÈ
Terjemahannya:
“Kemudian setelah kamu berdukacita, Allah
menurunkan kepada kamu keamanan (berupa) kantuk yang meliputi segolongan dari
pada kamu, sedang segolongan lagi telah dicemaskan oleh diri mereka sendiri,
mereka menyangka yang tidak benar terhadap Allah seperti sangkaan jahiliyah.”
mereka berkata: "Apakah ada bagi kita barang sesuatu (hak campur tangan)
dalam urusan ini?". Katakanlah: "Sesungguhnya urusan itu seluruhnya
di tangan Allah". mereka Menyembunyikan dalam hati mereka apa yang tidak mereka
terangkan kepadamu; mereka berkata: "Sekiranya ada bagi kita barang
sesuatu (hak campur tangan) dalam urusan ini, niscaya kita tidak akan dibunuh
(dikalahkan) di sini". Katakanlah: "Sekiranya kamu berada di rumahmu,
niscaya orang-orang yang telah ditakdirkan akan mati terbunuh itu keluar (juga)
ke tempat mereka terbunuh". dan Allah (berbuat demikian) untuk menguji apa
yang ada dalam dadamu dan untuk membersihkan apa yang ada dalam hatimu. Allah
Maha mengetahui isi hati. (QS.
Ali Imran: 154).
Allah membantah alasan-alasan mereka dan
perkataan-perkataan mereka semua dan juga memerintahkan Nabi Muhammad SAW untuk
tetap menjalankan da’wahnya sambil menghadapi alasan-alasan mereka yang tidak
percaya dengan menggunakan cara yang halus. Firman Allah SWT berfirman: “Serulah
(manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan
bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih
mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih
mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. An-Nahl: 125).
Dalam
ayat ini, sudah barang tentu membuka jalan bagi kaum muslimin untuk menemukan
alasan-alasan kebenaran ajaran-ajaran agamanya di samping menunjukkan kesalahan
golongan-golongan yang menentang kepercayaan-kepercayaan itu, dan dari kumpulan
alasan-alasan itulah berdirinya ilmu tauhid.
g. Ketika kaum muslimin selesai membuka
negara-negara baru untuk masuk Islam, mereka mulai tentram dan tenang
pikirannya, di samping melimpahnya rezeki. Di sinilah mulai mengemukakan
persoalan agama dan berusaha mempertemukan nash-nash yang kelihatannya saling
bertentangan. Keadaan ini adalah gejala umum bagi tiap-tiap agama bahkan pada
tiap-tiap masyarakat pun terdapat gejala itu. Pada mulanya agama itu hanyalah
merupakan kepercayaan-kepercayaan yang kuat dan sederhana, tidak perlu
diperselisihkan dan tidak memerlukan penyelidikan. Penganut-penganutnya
menerima bulat-bulat apa yang diajarkan agama, kemudian dianutnya dengan
sepenuh hatinya tanpa memerlukan penyelidikan dan pemilsafatan.
Setelah itu, datanglah fase penyelidikan dan pemikiran serta membicarakan soal-soal agama secara filosofis. Di sinilah kaum muslimin mulai memakai filsafat untuk memperkuat alasan-alasannya. Keadaan yang sama juga dialami oleh golongan-golongan agama lainnya seperti: Yahudi dan Nasrani.
Setelah itu, datanglah fase penyelidikan dan pemikiran serta membicarakan soal-soal agama secara filosofis. Di sinilah kaum muslimin mulai memakai filsafat untuk memperkuat alasan-alasannya. Keadaan yang sama juga dialami oleh golongan-golongan agama lainnya seperti: Yahudi dan Nasrani.
h. Masalah-Masalah Politik. Sebagai contoh, ketika
Rasulullah SAW meninggal dunia, beliau tidak mengangkat seorang pengganti dan
tidak pula menentukan cara pemilihan penggantinya. Ketika itu, antara sahabat
Muhajirin dan Anshar terdapat perselisihan, masing-masing menghendaki supaya
pengganti Rasul dari pihaknya. Di tengah kesibukan itu, Umar bin Khattab r.a
membai’at Abu Bakar r.a menjadi khalifah yang kemudian diikuti oleh
Sahabat-Sahabat lainya. Abu Bakar kemudian mengambil cara lain dengan cara
menyerahkan khilafah kepada Umar bin Khattab, Umar bin Khattab pun mengambil
cara lain lagi, yaitu dengan menyerahkan khilafah ke pada pengikutnya dan
pilihan pengikutnya itu jatuh ke pada Usman bin Affan r.a.
Sebenarnya
khilafah itu adalah soal politik. Agama tidak mengharusakan kaum muslimin untuk
mengambil bentuk khilafah tertentu, tetapi hanya memberikan dasar yang umum,
yaitu kepentingan umum. Kalau terjadi perselisihan dalam soal ini, maka
perselisihan itu adalah soal politik semata-mata. Akan tetapi, tidak demikian
halnya pada masa itu. Ditambah lagi dengan peristiwa terbunuhnya Usman bin
Affan dalam keadaan gelap. Sejak itu kaum muslimin terpecah menjadi beberapa
kelompok, yang masing-masing sebagai pihak yang benar dan hanya calon
daripadanya yang berhak menduduki pimpinan Negara. Kemudian golongan-golongan
itu menjadi golongan agama dan menemukan dalil-dalil agama untuk membelanya,
dan selanjutnya perselisihan antara mereka menjadi perselisihan agama, dan
berkisaran pada soal iman dan kafir.
Dari
sinilah mulai timbulnya persoalan besar yang selama ini banyak memenuhi
buku-buku ke-Islaman, yaitu melakukan kejahatan besar yang mula-mula
dihubungkan dengan kejadian khusus, yaitu pembunuhan terhadap Usman bin Affan,
kemudian beransur-ansur menjadi persoalan yang umum. Lepas dari persoalan siapa
orangnya yang membunuh, kemudian timbul soal-soal lainnya, seperti soal iman
dan hakikatnya, bertambah atau berkurangnya, soal imamah dan lain-lain.
2. Sebab-sebab Munculnya Ilmu Tauhid dari Segi
Extern
Adapun
sebab-sebab dari luar (extern) munculnya ilmu tauhid adalah sebagai berikut:
a. Kebanyakan di antara pemeluk-pemeluk Islam
sesudah pengalahan kota Makkah, adalah orang-orang yang sudah menganut agama
dan terdidik dan dibesarkan dalam agama itu, dan bahkan menjadi ulama-ulamanya.
Setelah mereka merasa aman dari tekanan kaum muslimin mulailah mereka mengkaji
lagi akidah-akidah mereka dan mengembangkannya di dalam akidah Islam. Karenanya
banyak kita temukan dalam kitab-kitab yang disusun oleh partai-partai atau
golongan tertentu yang kita pandang Islam, pendapat-pendapat ataupun prinsip-prinsip
yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan Islam, seperti Mazhab Tanasukh
(inkarnasi) yang sebenarnya berasal dari kaum Hindu dan seperti menetapkan
sesuatu hukum ke-Tuhanan bagi Al-Masih yang berasal dari akidah Nasrani dan
ke-Tuhanan Muhammad, Ali, Fatimah, Hasan, Husain serta mengatakan bahwa kelima
mereka itu adalah satu. Ruh yang menghinggapi mereka adalah sama. Inilah salah
satu contoh akidah Nasrani.
b. Golongan
Islam yang dulu, terutama golongan Mu’tazilah, memusatkan perhatiannya untuk
penyiaran Islam dan membantah alasan-alasan mereka yang memusuhi Islam. Mereka
tidak akan bisa menghadapi lawan-lawannya kalau mereka itu sendiri tidak
mengetahui pendapat-pendapat lawan-lawannya tersebut berserta dalil-dalilnya.
Dengan demikian, mereka harus menyelami pendapat-pendapat tersebut, dan
akhirnya Negara Islam menjadi arena perdebatan bermacam-macam pendapat dan
bermacam-macam agama, hal mana yang bisa mempengaruhi masing-masing pihak yang
bersangkutan. Salah satu seginya yang terang ialah penggunaan filsafat sebagai
senjata kaum muslim.
c. Sebagai
kelanjutan dari sebab tersebut, para Mutakallimin hendak mengimbangi
lawan-lawanya yang menggunakan filsafat, maka mereka terpaksa mempelajari
logika dan filsafat, terutama segi Ketuhanan. Karena itu, An-nazam (tokoh
Mu’tazilah) membaca buku-buku Aristoteles dan membantah beberapa pendapatnya.
Demikian pula Abul Huzail Al-Allaf ( tokoh Mu’tazilah).
Inilah sebabnya kita banyak temukan dalam kita-kitab tauhid yang berkembang sekarang yang intinya adalah filsafat Yunani. Dengan motif-motif ini, timbullah ilmu tauhid, menjadi luaslah pembahasannya dan bermacam-macamlah dimensinya, sehingga dinamailah dia juga dengan ilmu kalam.
Inilah sebabnya kita banyak temukan dalam kita-kitab tauhid yang berkembang sekarang yang intinya adalah filsafat Yunani. Dengan motif-motif ini, timbullah ilmu tauhid, menjadi luaslah pembahasannya dan bermacam-macamlah dimensinya, sehingga dinamailah dia juga dengan ilmu kalam.
Demikian faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya ilmu kalam yang
notabenenya bukanlah ilmu murni/asli ilmu Islam, namun jika dikatakan berasal
dari filsafat yunani juga tidak benar, karena sumber pembicaraannya adalah
islam dan ayat-ayat al-Qur’an juga banyak yang dijadikan dalil selain menempuh
filsafat yunani. Sebernarnya ilmu kalam adalah campuran dari ilmu keislaman dan
filsafat yunani, namun warna keislamannya lebih kuat.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan
pembahasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Sejarah munculnya ilmu kalam adalah ketika Rasulullah meninggal dunia dan
peristiwa terbunuhnya usman diman antara golongan yang satu dengan yang lain
saling mengkafirkan dan menganggap golongannya yang paling benar. dan
sumber-sunber ilmu kalam adalah dalil naqli(al-qur’an dan hadits) dan dalil
aqli (dalil fikiran).
2. Sebab-sebab timbulnya ilmu Tauhid ada dua yaitu faktor intern dan ekstern.
B.
Saran
Kita semua sudah berada d zaman
firqah (kelompok/aliran) islam, sesuai dengan anjuran Nabi kita harus mengikuti
as-Syawdzu al-‘Adhom (kelompok mayoritas).
|
DAFTAR PUSTAKA
Halimuddin, Kembali Kepada Akidah Islam, Jakarta: Rineka Cipta, 1990, cet.
I.
http://mambaulhikaminduk.blogspot.com.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar