BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Akhlak
-
Defenisi
akhlak secara etimologi.
Menurut pendekatan etimologi, perkataan akhlak
berasal dari bahasa Arab jama dari bentuk mufradnya “ khuluqun” yang menurut
logat di artikan: budi pekerti tingkah laku atau tabiat.[1]
Menurut etimologi, kata akhlak berasal dari bahasa Arab yang
berarti budi pekerti “ sinonimnya etika dan moral. Etika berasal dari bahasa
latin, etos yang berarti kebisaan . Moral berasal dari bahasa latin
juga, mores, yang berarti kebiasaanya.
Menurut Imam Ghazali: akhlak sifat-sifat yang
melekat didalam jiwa seseorang yang menjadikan ia dengan mudah bertindak tanpa
banyak pertimbangan lagi. Atau boleh juga dikatakan, perbuatan yang sudah
menjadi kebiasaan.[2]
Untuk mencapai tingkat kesempurnaan
dan kesucian jiwa memerlukan pendidikan dan latihan mental yang panjang.
Oleh karena itu tahap pertama teori dan amalan taswuf di formalisasikan pada
pengetahuan sikap mental dan pendisiplinan tingkah laku yang ketat. Dengan kata
lain untuk berada di hadirat Allah dan sekaligus dapat mencapai kebahagiaan
optimal supaya manusia harus lebih dulu mengidentifikasikan eksistensi dirinya
dengan
ciri-ciri keTuhanan melalui pensucian jiwa -
raga yang bermula dari pembentukan pribadi yang bermoral paripurna dan berahlak
mulia.[3]
Dari
pengertian-pengertian di atas, dapat di pahami bahwa kata ‘akhlah’
sebenarnya jamak dari kata ‘khuluqun’, artinya tindakan. Kata ‘khuluqun’
sepadang dengan kata ‘khalqun’ yang artinya kejadian dan kata ‘khaliqun’
artinya pencipta dan kata ‘makhlukun’ artinya yang di ciptakan. Dengan
demikian, rumusan teriminologis dari akhlak merupakan hubungan erat
antara khaliq dengan mahluk serta antara mahluk dengan mahluk.
(Hamzah Ya’kub,1993:11).
Defenisi-defenisi
akhlak tersebut secara substansial tanpak saling melengkapi, dan memiliki lima
ciri akhlak, yaitu:
1.
Akhlak
adalah perbuatan yang telah tertanam kuat di dalam jiwa seseorang sehingga
menjadi kepribadianya;
2.
Akuhlak
adalah perbuatan yang di lakukan denghan mudah dan tanpa pemikiran. Ini tidak
berarti bahwa saat melakukan suatu perbuatan, yang bersangkutan di dalam
keadaaan tidak sadar, hilang igatan, tidur atau gila.
3.
Akhlak
adalah perbuatan yang timbul dari diri seseorang yang mengerjakanya, tanpa ada
paksaan atau tekanan dari luar. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang di
;llakukan atas dasar kemauan, pilihan dan dasar yang bersangkutan.
4.
Akhlak
adalah perbuatan yang di lakuakn dengan sesu8ngguhnya, bukan main-main atau
karena bersandiwara.
5.
Sejarah
dengan ciri yang ke empat perbuatan akhlak ( sesungguhnya akhlak yang baik),
akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan ikhlas semata-mata karena Allah
SWT., Bukan karena ingin mendapatkan suatu pujian.[4]
Allah SWT.
Berfirman dalam AL-Qur’an Surat AL-Alaq ayat1-5:
Artinya:
“ Bacalah dengan menyebut) nama
Tuhanmu yang menciptakan; dia telh menciptakan manusia dari segumpal dearah;
bacalah dan Tuhanmulah yang maha mulia; yang mengajar (manusia) dengan pena;
dan mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.” (Q.S AL-Alaq: 1-5)[5]
Dengan ayat-ayat diatas, dapat diambil
suatu pmahaman bahwa kata “khalq” telah berbuat, telah menciptakan atau telah
mengambil keputusa untuk bertindak.
Secara termonologis akhlak adalah tindakan
(kreativitas) yang tercermin pada akhlak
Allah SWT. Yang salah satunya dinyatakan
sebagai pencipta manusia dari segumpal darah. Allah SWT. Sebagai sumber
pengetahuan yang melahirkan kecerdasan manusia, pembebasan dari kebodohan serta
peletak dasar yang paling utama di dalam pendidikan.[6]
B.
Akhlak di dalam Kehidupan Bernegara
Akhlak Islam
dalam kehidupan bernegara di landasi atas nilai ideologi, yaitu menciptakan “baladtun
tayyibatun wa rabbun ghafur”, (negri yang sejahtra dan sentosa). Dengan
membangun kemakmuran di muka bumi, Maka cita-cita kebahagiaan dalam kehidupan
dunia dan akhirat akan terwujud sesuai dengan janji Allah, hal tersebut dapat
di capai dengan iman dan amal, bermakna manusia harus mengikuti kebenaran yang
dibawa Rasulullah saw.[7]
Dan melaksanakan usaha pembangunan material spiritual, memelihara,
mengembangkan ketertiban dan ke amanan bersama sistem politik islam di dasarkan
atas tiga prinsip, tauhid, ( kemaha esaan tuhan), Risalah (
kerasulan Muhammad), dan Khalifah. Ketiga hal itu dapat di jelaskan
berikut:
1.
Tauhid, berarti hanya Tuhan hanyalah pencipta, pemeliharan dan penguasa
dari seluruh alam. Dialah yang berhak memberi perintah atau melarang.alam Pengabdian dan ketaatan hanya kepadanya.
Semua yang ada di alam ini merupakan anugrah dari tuhan, untuk di manfaatkan
didalam kehidupan manusia
2.
Risalah, berati perantara yang menerima hukum Tuhan dan akan disampaikan
kepada manusia. Apa yang di sampaikan rasul menjadi ajaran bagi ummat manusia
yang mengimaninya.
Dari awal yang di sampaikan
itulah ummat manusia menentukan suatu pola dari sistem hidup dalam islam
melaksanakan ajaran itu terwujud suatu kehidupan yang penuh dengan kedamaian,
sebagaimana yang menjadi tujuan hidup manusia itu sendiri.
3.
Khalifah, berarti wakil dari tuhan dimuka bumi untuk menjalankan ketentuan
Tuhan dengan sebenarnya, mengikuti tuntutan yang dibawa rasulullah.
Ketiga hal ini menjadi penentu bagi
terwujudnya akhalak dalam kehidupan bernegara, karena tujuan pembentukan suatu
negara sebagaimana yang tertera di dalam Al-Qur’an, ialah menegakkan,
memelihara dan mengembangkan yang ma’ruf yang dikehendaki oleh pencipta alam,
agar menghiasi kehidupan manusia di dunia, dan mencegah serta membasmi segala
yang mungkar, yaitu kejahatan-kejahatan yang dapat menciptakan kemudaratan
dalam kehidupan.[8]
Dengan mengemukakan cita-cita islam, memberikan gambaran sistem moral, yang
mengemukakan dengan tegas antara yang baik dan yang buruk. Dengan berpegang
kepada cita-cita islam dapat di rencanakan kemakmuran dalam kehidupan
bernrgara.
Penempatan akhlak sebagai landasan
pembangunan politik menjadi tuntutan cita-cita islam. Yaitu sistem politik
tetap konsisten berlandas keadilan kebenaran dan kejujuran. Sebaliknya menindas
hal-hal yang merusak moral dan peradaban kehidupan bernegara, berupa penipuan,
kepalsuan, kesaliman dan ketidak adilan lainya.
Islam meletakkan kewajiban atas negara,
sebagaimana di wajibkan atas perorangan,
agar memenuhi segala perjanjian, kontrak-kontrak dan kewajiban-kewajiban di
samping hak-haknya, dan tidak melupakan hak-hak orang atau negara.
Negara, hendaknya menggunakan kekusaan
dan otoritas luas menegakkan keadilan dan bukan melakukan kesaliman, memandang
tugas sebagai kewajiban suci dan menjalankan dengan penuh teliti, yang penting
adalah menganggap tugas sebagai amana dari Tuhan dan menggunakan kekuasaan itu
dengan kepercayaan bahwa segala sesutu akan ia pertanggung jawabkan di hadapan
tuhan.
Disamping itu, menjadi tugas yang berat
bagi bangsa untuk membela negara dari serangan pihak lain dan merebut
kemerdekan. Karena pada negeri yang merdekalah akan tercurah rahmat dan kasih
sayang. Mencintai tanah air menjadi modal bagi suksesnya pembangunan suatu
bangsa.[9]
Firman Allah dalam Al-Qur’an surah
Al-nisa” ayat 58:
Artinya: (sesungguhanya allah
memerintahkan kepada kamu agar kamu menunaikan amanat-amanat itu kepada
pemiliknya dan apabila kamu menghukum diantara manusia, agar kamu menghukum
dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepada
kamu. Sesunggunya Allah maha mendengar lagi maha melihat).[10]
C.
Hukum Akhlak di Dalam ke Hidupan Berbangsa
Adapun hukum akhlak di dalam
kehidupan berbangsa yaitu:
Ø Hukum akhlak bertumbuh dari adat kepada undang-undang, lalu berikut
pertumbuhanya sehingga sampai kepada beberapa pendirian yang berdasar kepada
buah fikiran.[11]
Ada lima asas untuk
materi muatan peraturan perundang-undangan yaitu sebagai berikut:
1.
Asas
pengayoman, yaitu setiapmateri muatan materi perundang-undangan harus berfungsi
memberikan perlindungan dalam rangka menciptakan ketentraman masyarakat.
2.
Asas
ke manusiaan, yaitu setiap materi perundang-undangan harus menceminkan
perlindungan dan penghormatan hak-hak asasi manusia serta harkat dan martabat
setiap warga negara dan penduduk indonesia secara profesional.
3.
Asas
kebangsaan, setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencrminkan
sifat dan watak bangsa indonesia yang prulalistik (kebhinekaan) dengan tetap
menjaga prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.
4.
Asas
Bhineka Tunggaln Ika,yaitu mencerminkan muatan perundang-undangan harus
memerhatikan keragaman penduduk,agama, suku, dan golongan, kondisi khusus
daerah daerah dan budaya, khusus yang menyangkut masalah-masalah sensitif
didalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara.
5.
Asas
keadilan: yaitu setiap materi perundang-undangan harus harus mencerminkan
keadilan secara profesional bagi setiap warga negara tanpa terkecuali.
Tingkah laku
manusia di batasi oleh kaidah-kaidah normatif yang berlaku didalam kehidupan
bermasyarakat dengan tujuan tercapainya kehidupan yang tertib, aman dan dami.Akan
tetapi untuk mencapai tujuan normatif tersebut diperlukan sosialisasi yang
membutuhkan waktu relatif lama, sehingga norma yang ada disepakati dan cukup
efektif didalam mengendalikan kehidupan masyarakat untuk meraih kemampuan
sosial.[12]
Antara undang-undang akhlak dan
undang-undang negara terdapat banyak perbedaan, yang terpenting ialah:
1.
Undang-undang
negara itu dapat menerima perubahan. Ia di tetapkan untuk rakyat di dalam
keadaan tertentu. Apabila keadaan itu berubah, undang-undangpun berubah pula.
Kita lihat suatu pemerintah dari suatu waktu kewaktu yang lain berpegangan
dengan undang-undang, lalu berubahya karena keadaan masyarakat menghendaki yang
demikian itu. Adapun undang-undang akhlak itu tetap tidak berubah, sedang yang
berubah adalah pendapat orang, sebagai yang kami jelaskan.
2.
Undang-undang
negara itu yang melaksanakanya ialah kekerasan lahir seperti:
Hakim,Tentara,Polisi, Penjara,. Adapun undang-undang akhlak, maka yang
melaksanakanya ialah kekuatan batin dan kekuatan jiwa.[13]
BAB III
PENUTUP
A.
SIMPULAN
Berdasarkan pembahasan di atas dapat
disimpulkan bahhwa:
A.
Pengertian akhlak.
Akhlak adalah perbuatan yang timbul dari diri seseorang yang
mengerjakanya, tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar. Perbuatan akhlak
adalah perbuatan yang di ;lakukan atas dasar kemauan, pilihan dan dasar yang
bersangkutan.
B.
Akhlak di dalam kehidupa bernegara.
Akhlak Islam dalam kehidupan
bernegara di landasi atas nilai ideologi, yaitu menciptakan “baladtun
tayyibatun wa rabbun ghafur”, (negri yang sejahtra dan sentosa). Dengan
membangun kemakmuran di muka bumi, Maka cita-cita kebahagiaan dalam kehidupan
dunia dan akhirat akan terwujud sesuai dengan janji Allah, hal tersebut dapat
di capai dengan iman dan amal, bermakna manusia harus mengikuti kebenaran yang
dibawa Rasulullah saw. Dan melaksanakan usaha pembangunan material spiritual,
memelihara, mengembangkan ketertiban dan ke amanan bersama sistem politik islam
di dasarkan atas tiga prinsip, tauhid, ( kemaha esaan tuhan), Risalah
( kerasulan Muhammad), dan Khalifah.
C.
Hukum Akhlak di Dalam ke Hidupan Berbangsa
Adapun hukum akhlak di dalam
kehidupan berbangsa yaitu:
Ø Hukum akhlak bertumbuh dari adat kepada undang-undang, lalu berikut
pertumbuhanya sehingga sampai kepada beberapa pendirian yang berdasar kepada
buah fikiran.
Ada lima asas untuk
materi muatan peraturan perundang-undangan yaitu sebagai berikut:
ü Asas pengayoman, yaitu setiapmateri muatan materi
perundang-undangan harus berfungsi memberikan perlindungan dalam rangka menciptakan
ketentraman masyarakat.
ü Asas ke manusiaan, yaitu setiap materi perundang-undangan harus
menceminkan perlindungan dan penghormatan hak-hak asasi manusia serta harkat
dan martabat setiap warga negara dan penduduk indonesia secara profesional.
ü Asas kebangsaan, setiap materi muatan peraturan perundang-undangan
harus mencrminkan sifat dan watak bangsa indonesia yang prulalistik
(kebhinekaan) dengan tetap menjaga prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.
ü Asas Bhineka Tunggaln Ika,yaitu mencerminkan muatan
perundang-undangan harus memerhatikan keragaman penduduk,agama, suku, dan
golongan, kondisi khusus daerah daerah dan budaya, khusus yang menyangkut
masalah-masalah sensitif didalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan
bernegara.
ü Asas keadilan: yaitu setiap materi perundang-undangan harus harus
mencerminkan keadilan secara profesional bagi setiap warga negara tanpa
terkecuali.
Tingkah laku
manusia di batasi oleh kaidah-kaidah normatif yang berlaku didalam kehidupan
bermasyarakat dengan tujuan tercapainya kehidupan yang tertib, aman dan
dami.Akan tetapi untuk mencapai tujuan normatif tersebut diperlukan sosialisasi
yang membutuhkan waktu relatif lama, sehingga norma yang ada disepakati dan
cukup efektif didalam mengendalikan kehidupan masyarakat untuk meraih kemampuan
sosial.
B.
SARAN
Dengan
terselesainya makalah ini, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat mendukung dari pembaca agar penyusunanan makalah selanjutnya menjadi
lebih baik. Karena makalah ini masih terdapat kesalahan baik dari segi
pengetikan maupun dari segi penyusunaan. Dan semoga penyusun dan pembaca dapat
mengerti dan memahami materi dalam makah ini tentang Akhlak di Dalam Kehidupan
Bernegara.
DAFTAR PUSTAKA
Shiddiq Arafah. Ahlak
dan Tasawuf. Cet,1; Ujung Pandang:
Rineka cipta, 1996. Zaharuddin. Pengantar
Studi Akhlak.Cet,1; Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004.
Asmaran. Pengantar Studi tasawuf.
Cet,1; Jakarta: Raja Grafindo, 2001.
Amin, Ahmad. Etika Ilmu Akhlak.Cet,1; Jakarta: Bulan
bintang,1975.
Subaeni Ahmad Beni,dkk. Ilmu Akhlak.
Cet,1; Bandung: Pustaka Setia,2010.
Ash-Shiddieqy Hasbi. Hukum Antar
Golongan. Cet,1; Jakarta: Bulan bintang, 1971.
Alqur’an dan Terjemahanya, Cet,1; Jakarta: Bintang Indonesia, 1993.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar