BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Pendidikan Islam menjadi salah satu isu penting dalam
setiap pembahasan yang menyangkut kehidupan umat Islam. Itulah sebabnya
berbagai pertemuan Ilmiah baik yang berskala lokal sampai internasionalmengenai
pendidikan Islam sudah sekian banyak dilaksanakan. Dalam konteks nasional,
bahkan isu itu mengemuka secara inheren setiap kali muncul permasalahan dalam
pendidikan nasional. Ketika orientasi dan tujuan pendidikan di Indonesia
dibicarakan, masalah pendidikan Islam pasti menjadi salah satu topik bahasan
yang cukup dominan[1].
Mengapa kenyataan di atas selalu muncul, hal ini tidak
akan terlepas dari berbagai faktor yang melatarinya. Pertama-tama tentu
berhubungan dengan fakta bahwa pendidikan Islam di Indonesia memiliki sejarahnya
yang sangat panjang. Selama sekian abad pendidikan Islam merupakan satu-satunya
lembaga pendidikan yang ada di Indonesia, sebelum penjajah Belanda
memperkenalkan sistem pendidikan modern sekitar abad ke-19. Lembaga-lembaga
pendidikan seperi surau, majelis taklim, pesantren, dan madrasah sudah diterima
dan memiliki basisnya sendiri sangat kuat dalam kehidupan bangsa Indonesia[2].
Faktor lain adalah berkaitan dengan kegairahan umat
Islam Indonesia sendiri yang mulai menyadari untuk bangkit, berusaha
mengaktualisasikan semua ajaran Islam dalam institusi keagamaannya, termasuk
pendidikan, dalam rangka
membangun
masa depan Indonesia yang lebih baik dengan dilandasi oleh nilai-nilai religius
dan moral yang kuat. Oleh karena itu, sekarang pendidikan Islam bukan lagi
merupakan second choice, tetapi justru merupakan first choice[3].
Dalam konteks keluarga, pendidikan Islam merupakan
kedudukan yang sangat urgensi dalam lingkungan keluarga dalam perkembangan
anak-anak untuk menjadi manusia yang berpribadi dan berguna bagi masyarakat.
Oleh karena itu, untuk mengetahui secara luas pembelajaran pendidikan Islam
dalam lingkugan keluarga maka kita terlebih dahulu mengetahui urgensi
pendidikan dalam lingkungan keluarga dan petunjuk-petunjuk pendidikan dalam
lingkungan keluarga.
B.
Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah
dari latar belakang di atas:
1. Bagaimana urgensi pendidikan dalam
lingkungan keluarga?
2. Apa petunjuk-petunjuk penting
dalam pendidikan dalam lingkungan keluarga?
C.
Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan
makalah ini:
1. Untuk mengetahui urgensi
pendidikan dalam lingkungan keluraga.
2. Untuk mengetahui
petunjuk-petunjuk dalam pendidikan dalam
lingkungan keluraga.
D.
Manfaat Penulisan
Dengan
pembelajaran pendidikan Islam dalam lingkungan keluarga akan menjadikan
anak-anak bisa berkembang dan memahami norma-norma serta nilai-nilai dalam
kehidupan sehari-hari terutama dalam hal pendidikan agamis.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Urgensi Pendidikan dalam Lingkungan keluarga
Telah kita ketahui bahwa tugas keluarga dalam mendidik
anak-anaknya sudah sangat berat dan harus dibantu oleh sekolah. Tetapi, kita
harus ingat bahwa tidak semua anak sedari kecilnya sudah menjadi tanggungan
sekolah. Janganlah kita salah tafsir bahwa anak-anak yang sudah tanggung jawab
sekolah. Telah dikatakan bahwa kewajiban sekolah adalah membantu keluarga dalam
mendidik anak-anak[4].
Tanggung jawab yang mendapat perhatian besar dalam
pendidikan keluarga adalah orang tua terhadap anak-anaknya yang berwenang
memberikan pengarahan, pengajaran, dan pendidikan. Orang tua memiliki hubungan
terdekat dengan anak-anaknya dan mewariskan karakter tertentu sehingga orang
tua wajib meluruskan sifat-sifat anaknya yang buruk menurut nilai-nilai yang
berlaku. Kaitannya dengan hal tersebut, dalam ajaran islam, adalah orang tua
wajib menyuruh dan mendidik anak-anaknya untuk mendirikan shalat[5].
Pendidikan dalam Keluarga
adalah tanggung jawab orang tua, dengan peran Ibu lebih banyak. Karena Ayah
biasanya pergi bekerja dan kurang ada di rumah, maka hubungan Ibu dan anak
lebih menonjol. Meskipun peran Ayah juga amat penting, terutama sebagai
tauladan dan pemberi pedoman. Kalau anak sudah mendekat dewasa peran Ayah
sebagai penasehat juga penting, karena dapat
memberikan aspek berbeda dari yang diberikan Ibu. Oleh karena
hubungan Ayah dan anak terbatas waktunya, terutama di hari kerja, maka Ayah
harus mengusahakan agar pada hari libur memberikan waktu lebih banyak untuk
bersama dengan anak[6].
Sistem pendidikan yang baik harus menunjukkan tatanan
konseptual proses pendidikan dalm keluarga sebagai realisasi tanggung jawab
orang tua terhadap pendidikan anaknya, antara lain aspek-aspek pendidik yang sangat
penting untuk diperhatikan oleh orang tua dalam mendidik anknya. Aspek-aspek
yang dimaksudkan adalah aspek pendidikan ibadah, pokok-pokok ajaran
berperilaku, dan pendidikan yang meningkatkan kecerdasan intelektual,
emosional, dan spiritual anak[7].
Semua hal di atas merupakan
tanggung jawab orang tua terhadap anak. Dalam keluarga, anak mendapat perawatan
dan bimbingan dalam rangka pembentukan sifat dan kepribadiannya. Yang perlu
diperhatikan adalah, anak merupakan peniru yang baik. Mereka melihat bagaimana
lingkungan sekitarnya bersikap, dan kemudian tanpa sadar menirunya. Oleh karena
itu, penanaman nilai-nilai positif sejak dini sangat diperlukan[8].
Pokok-pokok pendidikan yang baik dalm keluarga harus
membantu anak-anak memahami posisi dan perannya masing-masing, membantu
anak-anak mengenal dan memahami norma-norma kehidupan yang layak diaplikasikan[9].
Demikianlah, tidak dapat disangkal lagi betapa urgensiya
pendidikan dalam lingkungan keluarga bagi perkembangan anak-anak menjadi
manusia yang berpribadi dan berguna bagi masyarakat. Tentang urgensinya
pendidikan dalam lingkungan keluarga itu telah dinyatakan oleh banyak ahli
didik dari zaman yang telah dahulu[10].
Comenius (1592-1670),
seorang ahli didaktik yang terbesar, dalam buku Didaktica Magna, di
samping mengemukakan asas-asas didaktiknya yang sampai sekarang masih
dipertahankan kebenarannya, juga menekankan betapa urgensinya pendidikan
keluarga itu bagi anak-anak yang sedang berkembang. Dalam uraiannya tentang
tingkatan-tingkatan sekolah yang dilalui oleh anak sampai tingkatan
kedewasaannya, ia menegaskan bahwa tingkatan permulaan bagi pendidikan
anak-anak dilakukan di dalam keluarga yang disebut scola-materna (sekolah
ibu). Untuk tingkatan ini ditulisnya sebuah buku penuntun, yaitu Informatorium.
Di dalamnya diutarakan bagaimana orang-orang tua harus mendidik anak-anaknya
dengan bijaksana, untuk memuliakan Tuhan dan untuk keselamatan jiwa
anak-anaknya[11].
J.J. Rousseau
(1712-1778), sebagai salah seorang pelopor ilmu jiwa anak, mengutarakan pula
betapa pentingnya pendidikan keluarga itu. ia mengajurkan agar pendidikan
anak-anak disesuaikan dengan tiap-tiap masa perkembangannya sedari kecilnya.
Dalam buku, yang diberi judul Emile, dijelaskannya pendidikan-pendidikan
manakah yang perlu diberikan kepada anak-anak mengingat masa-masa
perkembangannya anak itu.
Perlu kita ketahui bahwa dasar pendidikan menurut
Rousseau ialah alam anak-anak yang belum rusak; anak-anak harus dididik sesuai
dengan alamnya. Kata-kata Rosseau yang penting dan selalu menjadi pedoman bagi
kaum pendidik ialah anak itu bukanlah orang dewasa dalam bentuk kecil.
Pikiran, perasaan, keinginan dan kemampuan anak itu berbeda dengan kemampuan
orang dewasa[12].
Adapun beberapa petunjuk yang penting dan perlu
diperhatikan oleh para pendidik ialah:
a.
Usahakan
suasana yang baik dalam lingkungan keluarga
Hal ini terutama bergantung pada bapak dan ibu sebagai
pengatur keluarga. Dasar dari pendidikan keluarga ialah perasaan
cinta-mencintai. Kita hendaknya selalu berusaha agar di dalam limgkungan
keluarga selalu terdapat tolong-menolong, kasih sayang antara anggota-anggota
keluarga, dan harus diliputi suasana kegembiraan dan ketentraman.
Perlu diingatkan di sini bahwa kesenangan dan
ketentraman keluarga itu tidak hanya bergantung kepada banyak sedikitnya harta
benda yang dipunyai atau yang dapat diusahakan oleh keluarga itu.
Di dalam suatu keluarga yang baik selalu akan terdapat
kejujuran , kesetiaan, keteguhan hati, kesabaran,kerajinan, kerapian, dan
kebersihan di antara anggota-anggota keluarganya.
b.
Tiap-tiap
anggota keluarga hendaklah belajar berpegang pada hak dan tugas kewajiban
masing-masing.
Hal ini terutama menurut kedudukan dan umurnya
masing-masing. Tidak mungkin seorang anak kecil akan sama hak maupun
kewajibannya dengan anak yang sudah besar. Orang tua harus berusaha agar
anak-anaknya sedikit demi sedikit secara berangsur-angsur tahu akan
kewajibannya sebagai anggota
keluarga.
Untuk ini, anak-anak perlu dibiasakan melakukan pekerjaan-pekerjaan seperti
mengenakan pakaian sendiri, mandi, makan, tidur pada waktunya, mengasuh adik,
membantu ibun dan ayah, pekerjaan membereskan, dan mengatur kebersihan rumah
tangga.
Jika tiap-tiap anggota keluarga sudah tahu dan
menjalankan tugas kewajibannya masing-masing menurut aturan-aturan yang berlaku
dalam keluarga itu, akan terjelmalah ketertiban dan kesenanngan serta
ketentraman dalam keluarga itu.
c.
Orang
tua serta orang dewasa lainnya dalam keluarga itu hendaklah mengetahui tabiat
dan watak anak-anak.
Hal ini mudah diusahakan karena orang-orang tualah
yang setiap hari bergaul dan bermain dengan anak-anaknya. Dari pergaulan dan
dari ikut serta bermain dengan anak-anak, orang tua dapat mengetahui bagaimana
sifat-sifat dan tabiat anak-anaknya masing-masing. Pengetahuan ini sungguh
merupakan harta yang tak ternilai harganya untuk mendidik anak-anak ke arah
kedewasaan. Seorang pendidik akan dapat lebih berhasil usahanya jika ia dapat
mengetahui siapa dia.
Lagi pula, adanya pengetahuan orang tua tentang watak
anak-anaknya dan adanya saling mengetahui tabiat masing-masing akan dapat
menghindarkan perselisihan dan mendatangkan kerukunan serta ketentraman dalam
keluarga.
d.
Hindarkan
segala sesuatu yang dapat merusak pertumbuhan jiwa anak-anak.
Orang tua tidak boleh sering mengejek atau mengecilkan
hati anak-anak. Besarkan hati anak-anak itu dalam segala usahanya yang baik.
Pujilah
mereka,
anjurkan kepada mereka bahwa apa yang dapat dikerjakan orang lain, dia pun
dapat mengerjakannya. Janganlah selalu melarang atau menegur jika memang tidak
perlu. Lebih bijaksana jika larangan-larangan itu diganti dengan suruhan.
Sebagai contoh, jangan mengatakan: “Tolonglah, Nak, simpankan pisau itu di atas
meja, tentu kamu pandai menyimpannya, bukan?” dan sebagainya.
e.
Biarkanlah
anak-anak bergaul dengan teman-temannya di luar lingkungan keluarga.
Masih ada beberapa orang tua yang merasa khawatir
anak-anaknya akan mendapat pengaruh buruk dari teman-temannya. Ini sungguh
keliru. Anak-anak adalah calon manusia dewasa yang akan hidup dalam masyarakat
yang bermacam-macam corak ragamnya. Pergaulan dengan teman-teman sebaya penting
sekali bagi pertumbuhan jiwa anak-anak, terutama pertumbuhan perasaan sosialnya
dan pertumbuhan wataknya.
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
1.
Urgensi
pendidikan dalam lingkungan kelurga itu sangat membantu dalam perkembangan anak-anak menjadi manusia
yang berpribadi dan berguna bagi masyarakat.
2. Petunjuk-Petunjuk Penting Dalam
Pendidikan Dalam Lingkungan Keluarga:
a.
Biarkanlah
anak-anak bergaul dengan teman-temannya di luar lingkungan keluarga.
b.
Tiap-tiap
anggota keluarga hendaklah belajar berpegang pada hak dan tugas kewajiban
masing-masing.
c.
Orang
tua serta orang dewasa lainnya dalam keluarga itu hendaklah mengetahui tabiat
dan watak anak-anak.
d.
Hindarkan
segala sesuatu yang dapat merusak pertumbuhan jiwa anak-anak.
e.
Biarkanlah
anak-anak bergaul dengan teman-temannya di luar lingkungan keluarga.
B.
Saran
Semoga
dengan eksistensi makalah ini dapat membuat pembaca menjadi lebih memahami
pendidikan dalam lingkungan keluarga dan menambah cakrawala khasanah
pengetahuan Anda.
DAFTAR PUSTAKA
Hasbullah. Otonomi
Pendidikan:Kebijakan Otonomi Daerah dan Implikasinya Terhadap Penyelenggaraan
Pendidikan. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. 2006.
Purwanto
M.Ngalim. Ilmu Pendidikan Teoretis dan Praktis. Cet. XV; Jakarta: PT
Remaja Rosdakarya. 2003.
Salahuddin
Anas. Filsafat Pendidikan. Cet. II; Bandung: CV Pustaka Setia. 2011.
[1]
Hasbullah, Otonomi Pendidikan: Kebijakan Otonomi Daerah dan Implikasinya (Jakarta:
PT. RajagGrafindo Persada, 2006), h. 147
[2] Ibid.
[3] Ibid.
[4] M.
Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teorotis dan Praktis (Cet. XV; Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya, 2003), h. 78-79
[5]
Anas Salahuddin, Filsafat Pendidikan (Cet. II; Bandung: CV. Pustaka
Setia, 2011), h. 213-214
[7] Ibid.
[9] Ibid.
[10]
Loc. Cit.
[11]
Loc. Cit.
[12]
Loc. Cit.
[13] Of.
Cit., h. 86.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar