BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Pelayana pendidikan bagi anak yang berkesulitan belajar yang tidak didasarkan atas landasan bahwa teoretik
yang dapat diandalkan mungkin bukan hanya tidak efektif dan efisien untuk
mencapai tujuan tetapi juga menimbulkan kerugian bagi anak. Sebagai contoh,
guru mengetahui bahwa motivasi dapat
meningkatkan prestasi belajar anak. Tetapi, tidak banyak guru yang
mengetahui bagaimana membangkitkan motivasi belajar anak. Dalam kelas yang
siswanya memiliki kemampuan heterogen misalnya, mungkin guru akan menciptakan
interaksi belajar yang kompetiif karena ia beranggapan bahwa kompetisi dapat
meningkatkan motivasi yang pada gilirannya juga meningkatkan prestasi belajar
anak. Guru tersebut lupa bahwa kompetensi antarindividu yang memiliki
kekuaatantidak seimbangdapat menimbulkan ketidakberdayaan yang dipelajari (learned helplessness) bagi yang lemah
dan menimbulkan kebosanan bagi yang terlalu kuat. Jika anak berkesulitan
belajar berada dalam kelas dengan
suasana belajar kompetitif semacam itu maka maka diramalkan bahwa mereka
akan menjadi anak yang putus asa, yang tidak hanya berakibat buruk bagi
pencapaian prestasi belajar yang optimal tetapi juga berakibat buruk bagi
pembentukan kepribadianny. Oleh karena itu, guru perlu mimiliki pengetahuan
teoretik yang dapat digunakan sebagai bekal dalam menciptakan strategi
pembelajaran yang tidak hanya efektif untuk mencapai tujuan pembelajaran tetapi
juga efektif untuk membangun kepribadian yang sehat pada anak.
B. Rumusan Masalah
1.
Peranan guru khusus untuk anak kesulitan belajar
2.
Penyebab anak yang kesulitan belajar
3.
Cara mengatasi anak yang kesulitan belajar
C. Tujuan Penulisan
1.
Untuk mengetahui peranan teori dalam pendidikan bagi anak yang
berkesulitan belajar
2.
Untuk mengetahui peranan guru khusus untuk anak berkesulitan
belajar
3.
Untuk mengetahui penyebab anak yang berkesulitan belajar
D. Mamfaat Penulisan
Supaya pembaca dan pendengar
mengetahui peranan guru dalam pendidikan bagi anak yang kesulitan belajar,
penyebab anak sehingga sulit untuk belajar, serta cara mengatasi anak yang
kesulitan belajar
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Kesulitan Belajar
Kesulitan belajar merupakan terjemahan dari istilah bahasa inggris learning disability. Terjemahan tersebut
sesungguhnya kurang tepat karena learning
artinya belajar dan disability artinya
ketidakmampuan, sehingga terjemahan yang benar seharusnya adalah ketidakmampuan
belajar[1].
Kesulitan belajar merupakan suatu konsep multidisipliner yang digunakan
di lapangan ilmu pendidikan, psikologi, maupun ilmu kedokteran. Pada tahun 1963
Samuel A. Kirk untuk pertama kali menyarankan penyatuan nama-nama gangguan anak
seperti disfungsi otak minimal (minimal
brain dysfunction), gangguan neurolis (neurological disordes), disleksia (dyslexia), dan afasia perkembangan dan
lain - lain.
Kesulitan belajar pertama kali dikemukakan oleh the united states office of education (USOE)
Pada tahun 1977 yang dikenal dengan public low (PL) 94-142, yang hamper identik
dengan definisi yang dikemukakan oleh The
National Advisory Committee on Handicapped Children pada tahun 1967.
Definisi tersebut seperti seperti yang dikutif oleh Hallahan, Kauffman, dan
Lloyd (1985 : 14) seperti berikut ini.
Kesulitan belajar khusus adalah suatu gangguan dalam satu atau
lebih dari proses psikologi dasar yang mencakup pemahaman dan penggunaan bahasa
ujaran atau tulisan. Gangguan tersebut mungkin menampakkan diri dalam bentuk
kusulitan mendengarkan, berpikir, berbicara, membaca, menulis, mengeja, atau
berhitung. Batasan tersebut mencakup kondisi-kondisi seperti gangguan
perceptual, luka pada otak, disleksia, dan afasia perkembangan. Batasan
tersebut tidak mencakup anak – anak yang memiliki problema belajar yang
penyebab utamanya berasal dari adanya hambatan dalam penglihatan, pendengaran,
atau motorik, hambatan karena tunagrahita, karena gangguan emosional, atau
karena kemiskinan lingkungan, budaya, atau ekonomi.
Telah dijelaskan bahwa dari kesuitan belajar anak atau siswa bias
kita tandai dengan cara menemukan siapakah kasus yang diduga mengalami
ksesulitan belajar, dan menemukan dimana letak kesulitan belajar itu dan
mengidentifikasikan bagaimana karakteristi dari kesulitan belajar tersebut[2].
B.
Peran guru khusus untuk anak yang
kesulitan belajar
Di Negara kita guru khusus bagi anak yang kesulitan belajar masih
sangat langkah. Meskipun Jurusan Pendidikan Luar Biasa FIP IKIP Jakarta telah
menyelenggarakan pendidikan guru khusus bagi anak yang kesulitan belajar sejak
tahun 1970-an, penempatan lulusannya ke dalam sistem persekolahan masih banyak
mengalami kesulitan. Para lulusan bidang kekhususan pendidikan bagi anak yang
kesulitan belajar pada jurusan tersebut umumnya bekerja di sekolah – sekolah
yang sudah swasta yang sudah memiliki
perhatian.
Ada Sembilan peranan guru khusus bagi anak yang kesulitan belajar
di sekolah (Lerner, 1988: 147). Kesembilan peranan tersebut adalah :
1.
Menyusun rancangan program identifikasi, asesmen, dan pembelajaran
anak yang kesulitan belajar.
2.
Berpartisipasi dalam penjaringan, asesmen, dan evaluasi anak yang
kesulitan belajar.
3.
Berkonsultasi dengan para ahli yang terkait dan menginterpretasikan
laporan mereka.
4.
Melaksanakan tes, baik dengan tes formal maupun informal.
5.
Berpartisipasi dalam penyusunan program pendidikan yang
diindividualkan (individualizkted
education programs).
6.
Mengimplementasikan program pendidikan yang diindividualkan.
7.
Menyelenggarakan pertemuan dan wawancara dengan orang tua.
8.
Bekerjasama dengan guru regular atau guru kelas untuk memahami anak
dan menyediakan pembelajaran yang efektif, dan
9.
Membantu anak dalam mengembangkan pemahaman diri dan memperoleh
harapan untuk berhasil serta keyakinan kesanggupan mengatasi kesulitan belajar[3].
Selain dari kesulitan
belajar ada beberapa faktor yang menjadi penyebab dari kejenuhan belajar
sehingga anak atau siswa bias terjadi adanya kesulitan belajar antara lain:
hilangnya motivasi belajar, karena bosan, dan keletihan siswa[4].
C.
Penyebab dari Anak yang Kesulitan Belajar
Fenomena kesulitan belajar seorang siwa biasanya
tampak jelas dari menurunnya kinerja akademik atau prestasi belajarnya. Namun
kesulitan belajar juga dapat dibuktikan dengan munculnya kelainan perilaku (misbehavior) siswa seperti kesukaan
berteriak – berteriak di dalam kelas, mengusik teman, berkelahi, sering tidak
masuk sekolah, dan sering mingga dari sekolah.
Secara garis besar,
faktor – faktor penyebab timbulnya kesulitan belajar terdiri atas dua macam,
yakni:
1.
Faktor intern siswa, yakni hal – hal atau keadaan – keadaan yang
muncul dari dalam diri siswa sendiri.
2.
Faktor ekstern siswa, yakni hal – hal atau keadaan – keadaan yang
datang dari luar diri siswa.
Kedua faktor
ini meliputi aneka ragam hal hal dan keadaan yang antara lain tersebut dibawah
ini.
a). Faktor
intern siswa
Faktor
intern siswa meliputi gangguan atau kekurangmampuan psiko-fisik, yakni:
1). Yang
bersifat kognitif (ranah cipta), antara lain seperti rendahnya kapasitas
intelektual/intelegensi siswa.
2).Yang bersifat efektif (ranah rasa), atara lain seperti labilnya
emosi dan sikap.
3).Yang bersifat psikomotor (ranah rasa), antara lain seperti
terganggunya alat-alat indera penglihatan dan pendengaran (mata dan telinga).
b). Faktor ekstern siswa
Faktor ekstern siswa
meliputi semua situasi dan kondisi lingkungan sekitar yang tidak mendukung
aktivitas belajar siswa.
Faktor lingkungan ini meliputi :
1). Lingkungan keluarga, contohnya: ketidak harmonisan hubungan
antara ayah dan ibu, dan rendahnya kehidupan ekonomi keluarga.
2). Lingkungan perkampungan/masyarakat, contohnya: wilayah
perkampungan kumuh (slum area), dan
teman sepermainan (peer group) yang
nakal.
3).Lingkungan sekolah, contohnya: kondisi dan letakgedung sekolah
yang buruk seperti dekat pasar, kondisi guru dan alat-alat belajar yang
berkualitas rendah.
Selain faktor-faktor yang bersifat umum diatas, ada
pula faktor-faktor lain yang juga menimbulkan kesulitan belajar siswa.
Diantaranya faktor-faktor yang dapat dipandang sebagai faktor khusus ini ialah
sindrom psikologis berupa learning
disability (ketidakmampuan belajar). Sindrom (syndrome) yang berarti suatu gejala yang muncul sebagai indikator
adanya keabnormalan psikis (Reber, 1988) yang menimbulkan kesulitan belajar itu
terdiri atas.
a)
Disleksia (dyslexia),
yakni ketidakmampuan belajar membaca.
b)
Disgrafia (dysgraphia),
yakni ketidakmampuan belajar menulis.
c)
Diskalkulia (dyscalculia),
yakni ketidakmampuan belajar matematika.
Namun demikian,
siswa yang mengalami sindrom-sindrom di atas secara umum sebenarnya memiliki
potensi IQ yang normal bahkan di antaranya ada yang memiliki kecerdasan di atas
rata-rata. Oleh karenanya, kesulitan belajar siswa yang menderita
sindrom-sindrom tadi mungkin hanya disebabkan oleh adanya minimal brain dysfungsion, yakni gangguan ringan pada otak (Lask,
1985: Reber, 1988)[5].
D.
Cara Mengatasi Aanak yang Kesulitan
Belajar
Banyak alternatife yang dapat
diambil guru dalam mengatasi belajar siswanya. Akan tetapi, sebelum pilihan
tertentu diambil, guru sangat diharapkan untuk terlebih dahulu melakukan
langkah penting sebagai berikut.
1.
Menganalisis hasil diagnosis, yakni menelaah bagian-bagian masalah
dan hubungan anatarbagian tersebut untuk memperoleh pengertian yang benar
mengenai kesulitan belajar yang dihadapi oleh siswa.
2.
Mengidentifikasi dan menentuka bidang kecakapan tertentu yang melakukan
perbaikan.
3.
Menyusun program perbaikan, khususnya program remedial teaching (pengajaran perbaikan)[6].
Sebelum menetapkan
alternatife pemecahan masalah kesulitan belajar siswa, guru sangat dianjurkan
untuk terlebih dahulu melakukan identifikasi (upaya mengenali gejala dengan
cermat) terhadap fenomena yang menunjukkan kemungkinan adanya kesulitan belajar
yang melanda siswa tersebut. Upaya seperti ini disebut diagnosis yang bertujuan
menetapkan “jenis penyakit” yakni
kesulitan belajar siswa.
Banyak
langkah-langkah diagnostik yang dapat ditempuh guru, antara lain yang cukup
terkenal adalah prosedur prosedur Weener dan Senf (1982) sebagaimana yang
dikutif Wardani (1991) sebagai berikut:
1)
Melakukan observasi kelas untuk melihat perilaku menyimpang siswa
ketika mengikuti pelajaran.
2)
Memeriksa penglihatan dan pendengaran siswa khususnya yang diduga
mengalami kesulitan belajar.
3)
Mewawancarai orang tua atau wali siswa untuk mengetahui hal ihwal
keluarga yang mungkin menimbulkan kesulitan belajar.
4)
Memberikan tek diagnostik bidang kecakapan tertentu untuk
mengetahui hakikat kesulitan belajar yang dialami siswa.
5)
Memberikan tes kemampuan intelegensi (IQ) khususnya kepada siswa
yang diduga mengalami kesulitan belajar[7].
BAB III
PENUTUP
A.Simpulan
Kesulitan belajar adalah suatu
kondisi proses belajar yang ditandai hambatan -hambatan tertentu untuk mencapai
hasil belajar. Kesulitan belajar ini tidak selalu disebabkan
karena faktor intelegensi yang rendah (kelain mental ), akan tetapi dapat juga
disebabkan oelh faktor –faktor non –intekgensi. Dengan demkian, IQ yang tinggi
belum tentu menjamin keberhasilan belajar, karena itu dalam rangka memberikan
bimbingan yang tepat kepada setiap anak didik, maka para pendidik perlu
memahami masalah –masalah yang berhubungan dengan kesulitan belajar.
Secara garis besar,
faktor – faktor penyebab timbulnya kesulitan belajar terdiri atas dua macam,
yakni:
1.
Faktor intern siswa, yakni hal – hal atau keadaan – keadaan yang
muncul dari dalam diri siswa sendiri.
2.
Faktor ekstern siswa, yakni hal – hal atau keadaan – keadaan yang
datang dari luar diri siswa.
Banyak langkah-langkah diagnostik yang dapat ditempuh guru, antara
lain yang cukup terkenal adalah prosedur prosedur Weener dan Senf (1982)
sebagaimana yang dikutif Wardani (1991) sebagai berikut:
1)
Melakukan observasi kelas untuk melihat perilaku menyimpang siswa
ketika mengikuti pelajaran.
2)
Memeriksa penglihatan dan pendengaran siswa khususnya yang diduga
mengalami kesulitan belajar.
3)
Mewawancarai orang tua atau wali siswa untuk mengetahui hal ihwal
keluarga yang mungkin menimbulkan kesulitan belajar.
4)
Memberikan tek diagnostik bidang kecakapan tertentu untuk
mengetahui hakikat kesulitan belajar yang dialami siswa.
5)
Memberikan tes kemampuan intelegensi (IQ) khususnya kepada siswa
yang diduga mengalami kesulitan belajar.
B.
Saran
Dengan selesainya makalah kesulitan belajar ini kita ketahui bahwa
kesulitan belajar bukan hanya dialami oleh siswa atau anak yang berkemampuan
rendah, tetapi juga oleh siswa atau anak yang berkemampuan tinggi karena
faktor-faktor atau hambatan-hambatan tertentu. Untuk itu perlunya mengetahui
dan menemukan solusi untuk mengatasi masalah tersebut guna membantu anak dalam
belajar.
DAFTAR PUSTAKA
Syah, muhibbin. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru.
Cet. X; Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2004.
Syah, Muhibbin. Psikologi Belajar. Cet. X; Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2004.
Rohmah, Noer. Psikologi Pendidikan. Cet. I; Malang:
Teras, 2012.
Mulyono, Abdurrahman. Pendidikan
bagi Anak yang Kesulitan Belajar. Cet. II; Jakarta: Rineka Cipta, 2003.
Makmun, Abin Syamsuddin. Psikologi
Pendidikan. Cet.VII; Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004.
[1]
DR.Abdurrahman Mulyono, Pendidikan bagi
Anak yang Kesulitan Belajar, (Cet. II; Jakarta, Rineka Cipta, 2003) h.6-7
[5] Prof.DR.H.Abin Syamsuddin Makmun, M.A.Psikologi Pendidikan, (Cet.VII; Bandung, PT.Remaja Rosdakarya,2004)
h.323-324
[6] Muhibbin Syah, Psikologi
Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Cet. X; Bandung, PT.Remaja Rosdakarya,
2004) hal 175-176
Tidak ada komentar:
Posting Komentar