BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Bahwa akhlak ialah sifat-sifat yang
dibawa manusia sejak lahir yang tertanandalam jiwanya dan selalu ada padanya.
Sifat itu dapat lahir berupa perbuatan baik disebut akhlak mulia, atau
perbuatan buruk, disebut akhlak yang tercelah sesuai dengan pembinaannya.
Jadi akhlak pada hakikatnya khulk (
budi pekerti ) atau akhlak ialah suatu kondisi atau sifat yang telah meresap
dalam jiwa dan menjadi kepribadian hingga dari situ timbullah berbagai macam
perbuatan dengan cara sopan dan mudah tanpa dibuat-buat dan tanpa memerlukan
pemikiran.
Disamping akhlak kepada Allah SWT, sebagai
muslim kita juga harus berakhlak kepada Rasulullah SAW, meskipun beliau sudah
wafat dan kita tidak berjumpa dengannya, namun keimanan kita kepadanya membuat
kita harus berakhlak baik kepadanya, sebagaimana keimanan kita kepada Allah SWT
membuat kita harus berakhlak baik kepada-Nya. Meskipun demikian, akhlak baik
kepada Rasul pada masa sekarang tidak bisa kita wujudkan dalam bentuk lahiriyah
atau jasmaniyah secara langsung sebagaimana para sahabat telah melakukannya.
Pada dasarnya, utusan Tuhan (Rasulullah SAW)
adalah manusia biasa yang tidak berbeda dengan manusia lain. Namun demikian,
terkait dengan status “rasul” yang disandangkan Tuhan ke atas dirinya, terdapat
ketentuan khusus dalam bersikap terhadap utusan yang tidak bisa disamakan
dengan sikap kita terhadap orang lain pada umumnya.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana
sejarah Rasulullah SAW?
2.
Bagaimana
cara menaati Rasulullah SAW?
C.
Tujuan
Penelitian
1.
Mahasiswa
harus mengetahui sejarah Rasulullah SAW.
2.
Mahasiswa
harus mengetahui cara menaati Rasulullah SAW.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah
Nabi Muhammdah SAW
Nabi Muhammad SAW, adalah Nabi dan Rasul
yang terakhir, suka dukanya sangat banyak. Sejak kecil beliau sudah yatim
piatu.[1]
Sejak itu Nabi SAW, diasuh sendiri oleh kakeknya dari ayahnya, dan kakeknya
yang bernama Abdul Muthalib itu sangat sayang kepada Nabi Mauhammad SAW. Dimana
ketika Nabi dilahirkan, bukan main senang dan gembiranya Abdul Muthalib itu,
sehingga ia sendiri memberinya nama “Muhammad” yang artinya “orang yang
terpuji”.
Satu nama yang diberikan kakeknya itu sesuai
dengan nama yang diberikan Allah yaitu “Ahmad” yang artinya “orang yang lebih
terpuji”. Nama Nabi Muhammad SAW ada dua yaitu Muhammad nama pemberian kakeknya
dan Ahmad nama yang diberikan oleh Allah SWT. Abdul Muthalib kakek Nabi SAW itu
seorang pembesar yang berwibawa, ia sangat disenangi dan dihormati oleh kaum
Quraisy. Maka dihamparkan orang permadani kebesaran untuk tempat duduknya,
ketika hendak duduk bersama-sama kaumnya. Pada suatu ketika Abdul Muthalib
hendak duduk-duduk dipermadani yang telah dihamparkan orang, tiba-tiba Nabi SAW
yang masih bocah itu ikut serta bersama kakeknya duduk dipermadani itu.
Orang-orang melihat kejadian itu, merekapun
melarangnya karena tidak sopanlah bocah kecil itu jika ikut duduk dipermadani
kehormatan. Maka Abdul Muthalib mencagah mereka agar tidak mengusik Muhammad
SAW, yang duduk bersamanya. Demikianlah Abdul Muthalib yang sangat sayang kepada
cucunya itu, dengan harapan cucunya bisa terhibur, sehingga dapat terlupakan
kesedihan atas kematian ayah dan ibunya.
Kira-kira dua tahun Abdul Muthalib mengasuh
Mahammad SAW, kemudian dia meninggal dunia. Meninggalnya Abdul Muthalib itu,
bukan saja merupakan kesedihan yang amat sangat bagi Muhammad SAW, bahkan semua
penduduk mekkahpun seperti itu juga kesedihannya. Karena kematian Abdul
Muthalaib semua penduduk makkah kehilangan seorang pemimpin yang cerdas,
bijaksana, berani dan kesatriya. Sehingga mereka sukar untuk mencari
penggantinya. Disaat itulah Nabi Muhammad SAW diasuh oleh pamannya yaitu Abu
Thalib, merupakan wasiat dari Abdul Muthalib kepada anaknya Abu Thalib.
Abu Thalib yang mengasuh Nabi SAW adalah
seorang yang kurang mampun dalam perekonomian, lagi pula banyak anaknya. Namun
demikian setelah Muhammad SAW hidup bersamanya, Abu Thalib dapat kerasakan
keanehan, jika ia makan bersama Nabi SAW maka makan yang sedikit itu bisa
berkah, cukup dan merasa kenyang, tetapi jika makan tidak bersama Nabi SAW
makanan itu menjadi kurang-kurang saja dirasakan. Sebab itulah Abu Thalib
sekeluarga selalu makan bersama Nabi Muhammad SAW.
Kesayangan Abu Thalib kepada Muhammd SAW,
melebihi dari kesayangan terhadap anaknya sendiri. Karena dari sangat
sayangnya, kemana saja Muhammad SAW,
berjalan sering diikuti Abu Thalib. Pernah pada satu saat Abu Thalib pergi
berdagang ke Negri syam Nabi Muhammad SAW dibawa serta. Ketika itu usianya baru
12 tahun. Di tengah perjalan rombongannya itu bertemu dengan seorang pendeta
Nasrani yang bernama “Bahari” dan kebetulan pendeta itu mencari-cari siapakah
Rasul yang penghabisan yang disebut dalam kitab Taurat dan Injil itu.? Setelah
pendeta itu melihat Muhammad SAW, tahulah ia dengan tanda-tanda ke Nabian yang
ada pada Muhammad SAW, maka dia menasehati Abu Thalib agar Muhammad SAW, dibawa
kembali ke mekkah, sebab sangat menghawatirkan kalau ditemukan oleh orang
Yahudi pasti dianiayanya.
Atas keteranga pendeta itu diterimah baik
oleh Abu Thalib, sehingga iapun kembali ke Mekkah bersama Muhammad SAW. Sejak
itulah Muhammad SAW, bekerja dirumah saja mengembala kambing-kambing keluarga
dan kambing-kambing orang lain yang dipercayakan kepada beliau. Setelah beliau
menganjak dewasa, mulailah berusaha sendiri dalam perdagangan.[2]
Sebagai seorang muslim yang akan menjadi
pemimping umat, Muhammad SAW, mempunyai bakat kemampuan jiwa yang besar,
kecerdasan akal, kekuatan ingatan dan kehalusan perasaan. Semua suka dan duka
dalam hidupnya sebagai guru yang menggembleng dan menjadikan kebesaran jiwanya,
sehingga beliau mengetahui sejara tentang Negrinya, keadilan masyarakat dan
keturunan agama bangsanya.
Oleh karena itu, mka beliau mempersiapkan
diri untuk mendapatkan pemutusan jiwa yang lebih sempurna, maka beliau
menjauhkan diri dari manusia pergi kesebuah gua kecil yang bernama “Hira”
disebuah bukit Jabar Nur yang letaknya tiga mil disebelah utara kota Mekkah.
Meskipun beliau dengan daya pikiran yang jernih itu berusaha merenungkan siapa
sebenarnya pencipta alam raya ini, namun sebelum hancurnya dunia ini.
Setelah beliau berumur 40 tahun, belia digua
Hira sedang memikirkan jalan keluar untuk memperbaiki kaumnya yang bodoh itu,
saat itu tepat pada malam ketujuh belas bulan Ramadhan atau tanggal 6 Agustus
tahun 610 Masehi, tiba-tiba datang seorang laki-laki yang dikenal memeluknya
dengan erat seraya berkata sebagaimana yang tercantum dalam QS. Al-Alaq ayat 1-5.[3]
Artinya: Bacalah dengan nama Tuhanmu yang
menjadikan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan tuhanmu teramat mulai. Yang
mengajarkan dengan pena. Yang mengajarkan apa-apa yang belum diketahui oleh
manusia.[4]
B.
Menaati
Rasulullah SAW
Menaati Rasulullah SAW dala segala hal, baik
yang sesuai dengan selera maupun tidak melaksanakan apa yang beliau perintahkan
sesuai dengan kemampuan dan menjauhi segala hal yang beliau larang dalam QS.
An-Nisa ayat 80.
مَّنْ يُطِعِ الرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ اللّهَ وَمَن تَوَلَّى فَمَا
أَرْسَلْنَاكَ عَلَيْهِمْ حَفِيظاً ﴿ألنّسا ٨٠﴾
Artinya: Barang siapa menaati Rasulullah (
Muhammad ), maka sesungguhnya dia telah menaati Allah. Dan batang siapa
berpaling ( dari ketaatan itu ), maka (
ketahuilah ). Kami tidak mengutusmu ( Muhammad ) untuk menjadi pemelihara
mereka.[5]
Rasulullah bersabda
Artinya: Barang siapa menaatiku, maka
sungguh dia telah taat kepada Allah dan barang siapa mengingkariku, maka
sungguh dia telah ingkar kepada Allah. ( HR.Muslim ).
Betapa banyak kaum muslimin melakukan ibadah
sebagai wujud ittiba ( mengikuti ) kepada hadis-hadis palsu atau lemah atau
yang masih diperbincangkan keasbahannya oleh ulam hadis, sementara meraka
meninggalkan begitu banayk amalan yang telah jelas bersandar pada hadis-hadis
shahi.
Lalu itu mereka mengklim diri mereka adalah
orang-orang yang paling cinta kepada Rasulullah SAW, dan menganggap setiap
orang telah melakukan seperti yang mereka sebagai orang yang tidak cinta kepada
Rasulullah SAW. Mereka inilah yang perlu mendapat nasehat dan koreksi atas
pemahamannya yang keliru. Bukanlah melakukan ibadah dengan menyandarkannya pada
hadis palsu atau lemah, berarti kita menganggap bahwa yang kita lakukan
tersebut adalah sunnah.
Hadis
Artinya: Barang siapa sengaja berbohong atas
namaku, maka hendaklah dia mengambil tempat duduknya di dalam neraka. ( HR.
Bukhari, Muslim, Ibnuh majah, dan ahmad ).[6]
Akhlak beliau dipuji oleh semua orang,
termasuk orang-orang kafir Quraisy. Beliau dijuluki sebagai Al-Amin, yaitu
orang yang jujur dan terpercaya.
Nabi Muhammad SAW, adalah penyebar kasih
sayang kepada seluruh umat manusia. Beliau sangat pemaaf meskipun kepada orang
yang telah menyakitinya. Bahkan, beliau menengok orang yang setiap hari
meludahinya. Beliau pun orang yang tegas kepada orang kafir. Beliau menolak
melakukan penghianatan kepada Allah SWT, meskipun diberi harta yang berlimpah.
Beliau adalah seorang suami yang adil kepada
istri-istrinya, dan sering meminta maaf kepada istri-istrinya jika keadilannya
hanya sebatas kemampuannya. Perjuangan Nabi Muhammad SAW. Didukung sepenuhnya
oleh para sahabat, hartanya habis untuk berjihat, dan ketika belai wafat,
warisan yang ditinggalkan hanyalah kitab suci Al-Qur’an dan As-Sunnah. Beliau
berpesan kepada Fatimah agar tetap mendirikan shalat karena amal yang pertama
akan dihisab pada hari kiamat adalah shalat.
Akhlak Nabi Muhammad SAW, sebagia ayah dari
anak-anaknya, suami dari istri-istrinya, komandang perang, mubaligh, imam,
hakim, pedagang, petani, pengembala, dan sebagianya merupakan akhlak yang pantas
diteladani.
Dalam 100 tokoh terkemuka di dunia, Nabi
Muhammad SAW. Menduduki peringkat pertama, sebagia orang yang paling
berpengaruh di dunia. Beliau peletak dasar Negara Modern di Madinah yang
merumuskan perjanjian yang adik dan demokratis di tengah-tengah masyarakat
sukuistik dan pemeluk Yahudi dan Nasrani. Sebagai politisi, beliau sangat
dikagumi oleh para raja dan penguasa yang kafir. Beliau adalah pembela kaum fakir
dan miskin yang memilih hidup dalam kefakiran dan kemiskinan.[7]
Firman Allah dalam QS. Al-Hadid ayat 25
Artinya: Sungguh, kami telah mengutus
rasul-rasul kami dengan bukti-bukti yang nyata dan kami turunkan bersama mereka
kitab dan keadilan agar manusia dapat berlaku adil. Dan kami menciptakan besi
yang mempunyai kekuatan hebat dan banyak manfaat bagi manusia, dan agar Allah
sengetahui agar Allah mengetahui siapa yang menolong ( agamanya ) dan
rasul-rasulnya walaupun Allah tidak dilihatnya. Sungguh, Allah Maha kuat, Maha
perkasa.[8]
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
1.
Nabi
Muhammad SAW, adalah Nabi dan Rasul yang terakhir, suka dukanya sangat banyak.
Sejak kecil beliau sudah yatim piatu. Sejak itu Nabi SAW, diasuh sendiri oleh
kakeknya dari ayahnya, dan kakeknya yang bernama Abdul Muthalib itu sangat
sayang kepada Nabi Mauhammad SAW. Dimana ketika Nabi dilahirkan, bukan main
senang dan gembiranya Abdul Muthalib itu, sehingga ia sendiri memberinya nama
“Muhammad” yang artinya “orang yang terpuji”.
2.
Menaati
Rasulullah SAW dala segala hal, baik yang sesuai dengan selera maupun tidak
melaksanakan apa yang beliau perintahkan sesuai dengan kemampuan dan menjauhi
segala hal yang beliau larang. Akhlak Nabi Muhammad SAW, sebagia ayah dari
anak-anaknya, suami dari istri-istrinya, komandang perang, mubaligh, imam,
hakim, pedagang, petani, pengembala, dan sebagianya merupakan akhlak yang
pantas diteladani.
B.
Saran
Perlu anda ketahui bahwa kunci kebahagiaan itu
adalah mengikuti jejak sunnah Rasulullah SAW. Dalam segala aspek kehidupannya.
Baik secara gerak-gerik dan diamnya, bahkan cara makan, berdiri, tidur dan
berbicara.
DAFTAR PUSTAKA
Saebani, Beni Ahmad. Ilmu Akhlak,
Bandung; Puataka Setia, 2012.
Syamsuri, Baidlowi. Riwayat Ringkas 25
Rasul, Surabaya; Apollo.
Quran Syanil. Al-qur;an dan Terjemahan.
Bandung; Yasmina, 2013.
Hudzaifah, Abu. Materi Khutbah Pilihan.
Jogjakarta; Pustaka Persada, 2005.
[1]
Beni Ahmad Saebani, Ilmu Akhlak, ( Cet, II; Bandung, Pustaka Setia, 2012
) h. 270
[2]
Baidlowi Syamsuri, Riwayat Ringkas 25 Rasul, ( Cet, I; Surabaya, Apollo
) h. 247-249
[3]
Baidlowi Syamsuri, op cit, h. 251-252
[4]
Syamil Quran, Al-Qur’an dan
terjemahannya, ( Cet, I; Bandung: Yasmina, 2013) h. 479
[5] Syamil
Quran, of cit, hal 91
[6]
Abu Hudzaifah bin Abbas, Materi Khutbah Pilihan, ( Cet, VIII; Jogjakarta,
Pustaka Persada, 2005 ) h. 84-85
[7] Beni
Ahmad Saebani, ibid, h. 270-271
[8] Syamil
Quran, of cit, h. 541
Tidak ada komentar:
Posting Komentar