Salam Hidup Penuh Berkah

Selasa, 03 November 2015

Cerita hikmah dalam kehidupan: Sudah Terbiasa Pelit

Cerita hikmah dalam kehidupan:
Sudah Terbiasa Pelit
Di sebuah desa, ada seorang pemuda yang sudah terbiasa hisuop pelit. Suatu hari karena kurang berhati-hati, ia terjerumus ke dalam sumur tuayang kering. Dengan panik, ia berteriak-teriak minta tolong hingga datanglah seorang penduduk desa yang ternyata bapak kepala desa.
“Pak tolong saya, Pak! Di sini pengap sekali!” teriak pemuda itu.
Kepala desa segera merebahkan dirinya sambil mengulurkan tangannya ke dalam sumur.
“Tenang saja, Nak! Ayo sini berikan tanganmu!” kata kepala desa.
Pemuda yang pelit ini lalu berfikir, “Saya harus ‘memberikan’? wah, saya paling tidak mau memberi.”
Pemuda ini hanya diam dan tidak memberikan tangannya. Kepala desa merasa heran melihat pemuda itu hanya diam. Ia berteriak sekali lagi agar pemuda itu memberikan tangannya supaya dapat ditarik ke atas, namun sang pemuda tetap diam. Meski demikian, kepala desa tidak kekuarangan akal. Ia tahu kalau pemuda ini terkenal sangat pelit di desa. Oleh karena itu, ia mengubah strateginya.
“Ini saya kasihkan tangan saya!” kata kepal desa.
Mendengar kata ‘kasihkan’, pemuda ini segera mengulurkan tangannya hingga dapat ditarik ke atas oleh kepala desa. Rupanya ia sudah terbiasa hidup pelit hingga begitu mendengar kata memberi, ia tifak mau mengeulurkan tangannya. Ia hanya mau dikasih, hingga begitu mendengar kata kasih, ia langsung mengulurkan tangannya.

Hikmah cerita
Sifat diri dapt dibentuk dari pembiasaan. Beberapa orang dapat melakukan salat tahajjud secara istiqamah karena sudah membiasakan dirinya. Jika kita biasa bersedekah itu akan terasa ringan. Jika kita biasa berkata baik dan sopan, lidah kita akan jauh dari kata-kata kotor dan kasar. Biasakan diri kita dengan hal-hal yang baik dan positif karena jika diri ini sudah terbiasa melakukan hal-hal yang jelek, akan sulit mengubahnya jika tidak didasari dengan kesungguhan hati.

Referensi:
Chalil komaruddin M. H. Hikmah di Balik Fenomena Kehidupan. Cet. I; Bandung: Pustaka Madani. 2007.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar