Cinta itu cahaya
Cinta itu cahaya. Dan frekuensi getaran cahaya bermacam-macam.
Begitu pun cinta, ia memiliki getaran yang berbeda. Ada cinta yang hanya bisa
ditangkap oleh mata kepala saja. Ada cinta yang bisa dilihat oleh mata inderawi
dan mata akal. Dan, ada yang bisa dipandang oleh ketiga mata, yaitu mata
kepala, mata akal, dan mata hati. Dari sinilah, cinta terbagi menjadi tiga
macam.
Untuk mendiskusikan tiga macam cinta tersebut, kita coba
mengaitkannya dengan surat An-Nur ayat 35 di atas. Dan menurut Sa'id Hawa,
dalam kitab Tarbitunâ Ruhiyah (Maktabah Wahbah, 1992), yang dimaksud dengan
misykat (dinding tak tembus) pada ayat di atas adalah jasad kita. Adapun
zujâjah (kaca) adalah hati kita dan mishbah adalah iman dan Al-Quran. Pendapat
beliau ini, bersandarkan keterangan dari Ibnu Katsir, bahwa Abu Ja'far Ar-Razy
berkata: "Dari Rabi', dari Ubai Al-'Aliyah, yang berkata tentang firman
Allah Swt, "Allah cahaya langit dan bumi, perumpamaan cahaya-Nya",
menurutnya, ini adalah perumpamaan seorang mukmin yang telah Allah jadikan iman
dan Al-Quran berada dalam hatinya."
Mari kita bahas satu persatu. Pertama, Cinta Misykat.
Kata "misykat" artinya lobang tidak tembus. Di rumah bangsa Arab,
biasanya ada lobang di dinding yang tidak tembus sampai ke sebelahnya. Lubang
ini berfungsi untuk tempat menyimpan lampu, atau barang yang lainnya. Kata
misykat ini untuk melambangkan jasad manusia. Sedangkan jasad adalah materi.
Dengan kata lain, cinta misykat adalah cinta karena materi; kebendaan.
Cinta misykat ini, dalam kehidupan sehari-hari, sering kita dengan istilah cinta sex appeal dan cinta matre. Cinta sex appeal tertuju pada tubuh seseorang. Contohnya, ketampanan atau kecantikan. Sedangkan, cinta matre pada benda-benda yang melekat pada tubuh atau di luar tubuh seseorang. Misalnya, pada makanan, minuman, pakaian, mobil, rumah, dan seterusnya.
Cinta misykat ini, dalam kehidupan sehari-hari, sering kita dengan istilah cinta sex appeal dan cinta matre. Cinta sex appeal tertuju pada tubuh seseorang. Contohnya, ketampanan atau kecantikan. Sedangkan, cinta matre pada benda-benda yang melekat pada tubuh atau di luar tubuh seseorang. Misalnya, pada makanan, minuman, pakaian, mobil, rumah, dan seterusnya.
Cinta misykat muncul dari keindahan atau keagungan yang dilihat oleh
mata kepala. Sebab objeknya berbentuk materi. Sudah barang tentu, siapa saja
yang memiliki mata inderawi, ia akan merasakan cinta ini. Wajar, jika Ustadz
Husni Amin menyebut cinta ini dengan sebutan cinta alami atau cinta manusiawi
(al-mahabbah ath-thabi'iyah aw al-insâniyah).
Bila cinta ini tidak dituntun oleh akal dan agama, maka akan berubah
menjadi hawa nafsu. Banyak manusia yang tertipu dengannya. Mereka menyangka
inilah cinta sejati. Padahal itu bukan cinta sejati, itu hanyalah dorongan
insting seksualitas (gharizah nau'). Dari sinilah, mungkin, asal-muasal
kebanyakan orang memahami cinta itu adalah seks. Mereka memahami dari cintalah
akan lahir seks. Dan seks dilakukan juga akan menimbulkan cinta. Padahal itu
bukan cinta, tapi itu adalah hawa nafsu, atau syahwat.
Biasanya, cinta misykat dirasakan oleh orang-orang kurang
mempergunakan akal dan jauh dari agama. Dorongan menyukai lawan jenis yang
muncul dari gharizah an-nau', dimaknai sebagai cinta. Lahirlah cinta monyet.
Napa sih, disebut cinta monyet? Sebab, seperti monyet, malu-malu tapi menyimpan
keinginan lebih besar daripada pengorbanannya. Cinta kayak begini, banyak
terjangkit sama anak-anak yang baru baligh; atau para remaja yang sedang
puberitas.
Begitu juga dengan orang-orang yang jauh dari agama, mereka akan
terjangkit cinta misykat. Meskipun mereka telah dewasa, tapi karena tidak
memegang sebuah prinsip, ia terjebak dengan hawa nafsu. Bahkan, ada yang
terperosok pada 'kerak' cinta misykat ini, cinta yang benar-benar hina dan
murahan, seperti dalam buku Sex 'n the city: Jakarta Undercover, yaitu cinta
karena daging. Cinta mereka hadir, karena ada kebutuhan untuk bersebadan. Tak
ada kepentingan lain bagi mereka, selain persoalan daging. Sehingga kehidupan
mereka, lebih bejat dari binatang. Kalau binatang mereka diberi insting
seksualitas supaya jenis mereka tidak punah. Sementara manusia bercinta karena
daging, hanya ingin kepuasan sesaat dan sekejap saja, setelah itu mereka tak
mau bertanggung-jawab. Mereka ingin enak saja, tapi tak mau menanggung resiko.
Na'ûdzubillah min dzalik.
Ya, cinta misykat berkutat hanya pada persoalan jasadiyah,
lahiriyah, dan kulit luarnya saja. Bila cinta sudah tertutup dengan dinding
yang bersifat materi ini, maka cahaya kebenaran akan sulit memasuki diri
mereka. Cinta mereka hanya cahaya fatamorgana. Mereka mengejar kebahagiaan,
ternyata setelah mereka dekati, bukan kebahagiaan yang mereka dapatkan, tapi
kesengsaraan. Cinta mereka hanya ingin memuaskan panca indra -mata, telinga,
lidah, hidung, dan kulit- dan tubuh saja. Sedangkan panca indra dan tubuh
manusia memiliki katerbatasan dan tak pernah terpuaskan. Sebab, sumber kepuasan,
bukan dari benda-benda itu.
Biasanya, cinta misykat ini, tidak langgeng. Ia akan mudah berubah dan bosan. Dengan demikian, orang yang memiliki cinta ini, akan menjadi petualang cinta. Sebab, ia tak pernah menemukan kepuasan. Ia akan terus mencoba, mencoba, dan mencoba. Cinta ini juga, lebih banyak ingin 'menerima' daripada 'memberi'. Yang ia lakukan adalah ingin menerima kepuasan, bukan memberikan kepuasaan terhadap orang yang ia cintai. Tentu saja, orang yang ia cintai, lama-kelamaan tak mampu memberi lagi. Akhirnya, terjadilah perpisahan.
Juga, para penganut cinta ini, acapkali memahami cinta adalah 'memiliki' dan 'menguasai'. Cintanya, misalnya, kepada seseorang, tak ubah cintanya kepada barang. Ada semacam kepuasan tersendiri bila ia bisa 'memiliki' dan 'menguasai' seseorang. Makanya terjadilah yang namanya 'penjajahan' dan 'penghambaan' sesama manusia.
Biasanya, cinta misykat ini, tidak langgeng. Ia akan mudah berubah dan bosan. Dengan demikian, orang yang memiliki cinta ini, akan menjadi petualang cinta. Sebab, ia tak pernah menemukan kepuasan. Ia akan terus mencoba, mencoba, dan mencoba. Cinta ini juga, lebih banyak ingin 'menerima' daripada 'memberi'. Yang ia lakukan adalah ingin menerima kepuasan, bukan memberikan kepuasaan terhadap orang yang ia cintai. Tentu saja, orang yang ia cintai, lama-kelamaan tak mampu memberi lagi. Akhirnya, terjadilah perpisahan.
Juga, para penganut cinta ini, acapkali memahami cinta adalah 'memiliki' dan 'menguasai'. Cintanya, misalnya, kepada seseorang, tak ubah cintanya kepada barang. Ada semacam kepuasan tersendiri bila ia bisa 'memiliki' dan 'menguasai' seseorang. Makanya terjadilah yang namanya 'penjajahan' dan 'penghambaan' sesama manusia.
Kedua, Cinta Zujajah. Dalam bahasa
Arab, zujajah artinya kaca atau cermin. Kamu tahu cermin? Bukankah cermin itu
memantulkan cahaya dan pada cermin itu tergambar bayangan orang yang berada di
depannya? Antara bayangan dan orang yang bercermin mirip dan serupa. Begitulah
cinta ini, akan tumbuh karena ada pantulan cinta dan memiliki persamaan antara
orang yang saling mencintai itu.
Cinta ini datang, karena orang tersebut memang layak untuk dicintai.
Ia dicintai karena di sana ada penyebab tumbuhnya cinta. Mungkin, inilah yang
dimaksud dengan firman Allah, dalam surat An-Nur 35 itu: "kaca itu
seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara." Yah, orang itu
memang bagaikan bintang atau mutiara. Bintang merupakan sebuah simbol berada
pada tempat yang tinggi. Seorang yang dianggap bintang, bila ia lebih tinggi
kedudukan dari yang lainnya. Kelebihan di sini, lebih bersifat abstrak, yaitu
apabila salah satu potensinya mencapai kesempurnaan. Seseorang akan dikatakan
bintang kelas, apabila potensi kecerdasan di atas yang lainnya. Seseorang akan
dikatakan bintang film, bila potensi aktingnya telah sempurna. Seseorang
dikatakan bintang penyanyi, manakala potensi tarik suaranya sempurna. Seorang
dikatakan bintang masyarakat, jika perannya lebih tinggi di masyarakat. Dan
seterusnya.
Secara otomatis, orang seperti ini bagaikan mutiara. Ia sangat
berharga dan sulit untuk dicari. Dengan demikian jumlahnya akan lebih sedikit
dari penganut cinta sebelumnya. Perbandingannya, seperti jumlah mutiara dengan
batu krikil atau pasir. Mereka jadi idaman dan pujaan orang lain. Jadi, mereka
dikagumi karena potensi, keahlian, kepribadian, karakter, dan sejenisnya.
Ya, cinta ini bagaikan cermin. Bila cermin (orang yang dicintai) itu
bersih, maka ia akan mendapatkan bayangannya dalam keadaan bersih. Sebaliknya,
bila cermin itu berdebu, maka gambaran yang muncul akan tidak jelas, bahkan
bisa jadi tidak terlihat. Apalagi jika cermin itu bukan cermin datar, misalnya
cermin cembung atau cekung, maka bayangannya akan berbeda dengan yang
sesungguh, bisa lebih kecil, atau lebih besar, atau bisa terbalik.
Maksudnya, jika keahlian, atau hal-hal yang menumbuhkan cinta di
atas, hanya sebatas tipuan, imitasi, atau hal yang dibuat-buat, maka ia akan
mendapatkan sesuatu yang jauh berbeda dengan harapannya. Melenceng dari yang
tergambar dalam benaknya. Akhirnya, yang ia petik adalah kekecewaan, bukan
kebahagiaan.
Nah, bila cinta seseorang tumbuh karena hal-hal di atas, itu sebagai
bukti bahwa cintanya adalah cinta zujajah, atau cinta cermin. Sebuah cinta yang
timbul karena sisi dalam; atau batin seseorang. Cinta ini, selain muncul karena
pencerapan mata kepala, juga karena penglihatan mata akal. Cinta ini, kebalikan
dari cinta sebelumnya; cinta misykat. Kalau cinta misykat bersifat materi, maka
cinta zujajah karena non-materi. Cinta misykat bersifat jasadiyah, cinta
zujajah bersifat batiniyah, atau persoalan hati. Inilah yang dimaksud oleh
Sa'id Hawa bahwa zujajah adalah perumpamaan dari hati. Dan Ustadz Husni Amin,
menyebut cinta ini dengan istilah cinta ruhani (al-mahabbah ar-rûhâniyah).
Ketiga, Cinta Mishbah. Apa yang
dimaksud dengan kata "mishbah'? Kalau kita terjemahkan dalam bahasa
Indonesia, mishbah artinya "pelita besar". Lalu, apa pelita besar
yang kita kenal selama ini? Jawabannya adalah matahari. Yah, matahari adalah
pelita terbesar itu. Dengan demikian, cinta ini adalah cinta bagaikan matahari.
Apa keistimewaan matahari itu?
Matahari memiliki keistimewaan tersendiri, diantara ia sebagai poros (pusat) dan memancarkan cahaya tanpa hentinya. Cinta sebagai poros (pusat) akan menebarkan energi untuk mempengaruhi orang-orang yang ia cintai. Cinta ini akan menjadi 'lingkar pengaruh' atau 'stigma 'sehingga orang yang dicintai akan mencintainya juga, setidaknya orang lain akan merasa segan dan menghormatinya. Dengan kekuatan cinta ini, maka orang lain, sangat sulit untuk membencinya.
Matahari memiliki keistimewaan tersendiri, diantara ia sebagai poros (pusat) dan memancarkan cahaya tanpa hentinya. Cinta sebagai poros (pusat) akan menebarkan energi untuk mempengaruhi orang-orang yang ia cintai. Cinta ini akan menjadi 'lingkar pengaruh' atau 'stigma 'sehingga orang yang dicintai akan mencintainya juga, setidaknya orang lain akan merasa segan dan menghormatinya. Dengan kekuatan cinta ini, maka orang lain, sangat sulit untuk membencinya.
Sedangkan "memancarkan cahaya tiada hentinya", merupakan
simbol ketulusan hati. Bagi mereka, bukan menerima, tapi bagaimana memberi.
Ibarat matahari, mereka memberi, memberi, dan terus memberi. Lihatlah matahari
yang selalu menebarkan cahaya kepada siapa saja. Selalu setia; setiap pagi
hadir. Ia tebarkan cahaya, tanpa pernah mengharapkan cahaya itu kembali kepada
dirinya lagi.
Sama halnya, orang yang telah memahami dan merasakan cinta mishbah
ini, ia akan terus mencurahkan cinta dan kasih sayang itu kepada siapa saja.
Mereka tak pandang bulu, baik itu orang kaya atau miskin, ningrat atau wong
cilik, berilmu atau bodoh, orang baik atau orang jahat. Bahkan kepada orang
yang jelas-jelas membenci dan memusuhinya, rasa cinta itu tetap ia tebarkan.
Hanya saja, bentuk dan caranya saja yang berbeda.
Cinta ini lahir dari kemurnian mata kepala, akal, dan hati yang
mendapatkan petunjuk (hidâyah) dari Al-Wadûd (Yang Maha Mencintai), yaitu Allah
Swt.. Petunjuk itu adalah iman dan Al-Quran. Inilah yang dimaksud dengan Sa'id
Hawa bahwa mishbah perumpaan hati yang disinari oleh iman dan Al-Quran. Dengan
kata lain, cinta mishbah muncul bukan karena materi dan non-materi. Apa yang
disebut "bukan" materi dan juga "bukan" non-materi? Dia
adalah Allah Swt..
Maka, yang dimaksud dengan cinta mishbah adalah cinta karena Allah
Swt.. Atau cinta berdasarkan prinsip iman dan Al-Quran. Cinta yang memancar
dari nurani yang mendapatkan sinar iman dan Al-Quran. Sedangkan Al-Quran adalah
firman Allah. Dengan demikian, cinta mereka bersumber dari Allah. Seperti
cahaya matahari yang bersumber dari Allah swt. Cinta seperti inilah cinta yang
sejati, yang tak lapuk oleh air hujan dan tak lekang oleh terik panas.
Cinta mishbah, tidak seperti dua cinta sebelumnya, hanya di dunia
saja, tapi dari dunia hingga akhirat. Karena iman akan menyatukan hati para
pecinta dan orang yang dicintainya baik di dunia ini (QS. Mariam [19]: 96)
hingga di akhirat nanti (QS. Az-Zuhruf [43 ]: 67). Sedangkan, tanpa taqwa
(taqwa muncul iman), maka di akhirat orang-orang yang saling mencintai akan
saling bermusuhan.
Cinta ini terus memijar bagaikan minyak Zaitun. Inilah yang dimaksud
dengan firman Allah: "Yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang banyak
berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu)
dan tidak pula di sebelah barat(nya), yang minyaknya (saja) hampir-hampir
menerangi, walaupun tidak disentuh api." (QS. An-Nur [24]: 35). Yah, cinta
ini tidak ada di barat, juga tidak di timur. Atau cinta ini lahir, bukan karena
jasadiyah seperti cinta misykat, juga bukan karena batiniyah seperti cinta zujajah,
tapi cinta ini tumbuh dari, bersama, dan untuk Allah Swt.. Tanpa dipoles apapun,
cinta ini akan tetap indah.
Orang yang merasakan cinta ini, jarang sekali, bahkan nyaris tak
pernah merasakan kecewa. Sebab, mereka menerima "apa adanya", bukan
yang "seharusnya". Juga, karena tak pernah mengharapkan pamrih atau
segala bentuk penghormatan. Cinta mereka, benar-benar cinta yang tak bersyarat.
Yang ada adalah keikhlasan; semuanya mengharapkan ridla Allah SWT. Cinta ini
menurut Ustadz Husni Amin adalah cinta ketuhanan (al-mahabbah al-ilahiyah).
Inilah cinta karena Allah semata. Cinta yang mendapatkan tuntunan-Nya. Dan
cinta yang membawa para pencinta menemukan cinta sejati dan Pencipta Cinta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar