Aku seorang pemuda berusia 34 tahun yang dibesarkan di antara ayah yang berprofesi sebagai pengawai, ibu yang hanya bekerja di rumah dan 4 orang bersaudara. Ayah selalu menanamkan prinsip dan norma-norma kebaikan, seperti bersikap jujur terhadap diri sendiri dan orang lain hingga dala hal-hal yang sederhana. Sementara ibu mencurahkan segala perhatiannya untuk membahagiakan anak-anaknya. Kontribusinya kepada kami sangat banyak, dan ayah adalah sosok pria terbaik untuk dijadikan tempat bersandar dan berlindung.
Kisahku ini
bermula ketika aku lulus kuliah. Aku kemudian berangkat ke luar negeri untuk
beberapa tahun. Dalam kurun waktu tersebut, ayah dan ibu berusaha mencarikan
calon pendamping hidupku. Selama masa liburan, aku pun telah bertunangan dengan
wanita pilihan orang tuaku. Kemudian aku berangkat lagi ke luar negeri. Setelah
setahun, aku menikah dan memutuskan untuk tinggal di Mesir.
Pada
tahun-tahun pertama pernikahanku, aku telah merasakan 2 hal dalam rumah
tangga.namun, kemudiankehidupan rumah tanggaku hampir terancam bubar lebih dari
sekali. Dalam hal ini, bapak mertuaku berperan dalam menghancurkan
fondasi-fondasi rumah tanggaku. Akan tetapi, aku tetap bersabar dan
menghormatinya.
Sekarang,
setelah melewati masa-masa sulit sepanjang hidup, istriku sadar dan kembali
mengurusi rumah tangganya, serta mengerahkan segala usaha demi membahagiakanku.
Dan berkat karunia Allah, aku diberi keluasan rezeki yang kemudian aku gunakan
untuk keperluan keluarga. Tidak hanya itu, aku bisa memiliki rumah yang
sebelumnya tidak pernah aku impikan. Bahkan lebih dari itu, mertuaku yang
sering terpuruk hanya bisa mengandalkanku untuk mengeluarkannya dariketerpurukannya
itu. prinsip dan norma agamayang diajarkan kepadaku selalu aku junjung tinggi,
sampai-sampai aku terbiasa tidak bisa menolak orang yang meminta bantuan
dariku.
Aku sebenarnya
ingin mengutarakan beberapa saran bagi para pembaca. Saran dan nasehat tersebut
aku petik dari pengalaman hidupku yang sederhana dalam rangka berusaha
membangun kehidupan rumah tangga yang sukses, yaitu:
1. Hendaknya suami-istri selalu bersabar dan saling menghargai satu
sama lain.
2. Suami seyogianya menjaga agar jangan sekali-kali mengeluarkan
istri dari rumah jika terjadi pertengkaran selama hubungan suami-istri masih
terjalin, karena hal itu dapatmempertahankan keutuhan keluarga. Masing-masing
pasangan semestinya menyadari bahwa segala yang terjadi dalam rumah tangga merupakan
rahasia yang tidak patut diceritakan kepada orang lain, bagaimana dekatnya
hubungan mereka.
3. Tidak terburu-buru mengambil keputusan cerai dan
mempertimbangkannya berkali-kali sebelum terlambat,karena pertengkaran antara
suami-istri bukanlah akhir dari kehidupan dan masih banyak pilihan yang dapat
menggantikan jaln perceraian.
4. Anda harus memahami bahwa dalam kehidupan berumah tangga tidak
ada istilah suami sukses dan istri yang gagal, atau sebaliknya. Tapu, yang ada
hanyalah keluarga yang sukses dan keluargayang gagal, dan keberhasilan salah
dari keduanya merupakan keberhasilann bagi yang lainnya.
5. Mestinya setiap pasangan
rela mengorbankan tenaga, harta, waktu, pikiran dan perasaannya serta
semua yang ia miliki, dan tidak bakhil untuk membahagiakan pasangan hidupnya.
6. Masing-masing pihak hendaknya menyadari bahwa ia memiliki
kewajiban yang harus dipenuhi sebelum menuntut haknya, karena menuntut hak
tnapa melaksanakan kewajiban (sebelum melaksanakannya) akan melemahkan dalih
tuntutan dan terkadang dapat menggugurkan haknya.
Inilah
sekelumit pengalaman hidupku yang ku petik ketika berjuang menghadapi ancaman
kegagalan dalam membina kehidupan tangga guna mewujudkan kesuksesan. Aku
berharap ada pihak lain yang menemukan manfaat lain dari apa yang aku kemukakan
di atas.
Referensi:
Muthawi Wahab Abdul. 2005.
Bunga yang Hilang. Jakarta: Najla Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar